Mohon tunggu...
Dwi Sukma Nurahmi
Dwi Sukma Nurahmi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Seorang penikmat kata, melodi, dan dunia yang hanya ada dalam imajinasi. Menulis untuk menghidupkan cerita, mendengarkan musik untuk menemukan inspirasi, dan menjelajahi kehidupan fiksi untuk merangkai realita yang lebih indah.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Beauty Privilege or Attitude Privilege?

25 Desember 2024   00:00 Diperbarui: 25 Desember 2024   09:16 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada masa kini, kerap kali beauty privilege jadi perbincangan. Seseorang yang dianggap kurang menarik secara fisik seringkali diperlakukan dengan tidak adil dan menghadapi kesulitan untuk memengaruhi kelompok sosial mereka. Dalam dinamika kelompok ini, perlakuan semacam itu dapat mempengaruhi posisi sosial dalam tangga sosial yang ada. Karena bagi mereka yang terlahir dengan fisik sempurna, selalu medapat perlakuan lebih baik dan di nomor satukan. Sehingga orang-orang selalu berlomba-lomba untuk menjadi yang paling tercantik agar dapat disenangi semua orang, karena terlalu fokus akan hal itu ada satu aspek yang mereka anggap sepele, padahal itu adalah salah satu aspek penilaian yang lebih diprioritaskan daripada kecantikan, yaitu etika atau kepribadian seseorang. Seperti halnya dalam salah satu cerita rakyat sunda yang berjudul "Purbasari dan Purbararang" yang menceritakan tentang kepribadiaan itu masih lebih penting daripada sebuah kecantikan.

Dilansir dari detik.com yang membahas cerita tentang "tanding kecantikan dalam perebutan tahta", dimana diceritakan bahwa ketika Purbasari akan dipilih sebagai penerus tahta sang ayah, Purbararang tidak menerima hal itu. Dengan sombongnya Purbararang meminta sang raja untuk menentukan ratu berdasarkan kecantikan yang dimilikinya, dengan dalih agar sang adik tidak dapat menduduki tahta yang diberikan oleh sang ayah, karena ia memiliki keyakinan yang besar untuk memenangkan pertandingan tersebut. Sehingga tanding dimulai dengan merujuk pada tiga penilaian, yang pertama dari segi tinggi badan, yang kedua dari segi pakaian, dan terakhir dari segi bentuk badan. Kontes pertama adalah tanding tinggi badan, yang dimenangkan oleh Purbasari dengan dalih bahwa orang tinggi menghabiskan jatah orang lain, atau bisa juga diartikan bahwa orang tinggi ditakutkannya akan memandang rendah orang lain. Kontes kedua dinilai dari segi pakaian, dalam hal ini Purbasari pun menjadi pemenang, dengan dalih pakaian yang digunakan Purbararang terlalu mewah dengan kain yang berasal dari luar kerajaan, sedangkan Purbasari hanya menggunakan pakaian sederhana yang berasal dari hasil tenunan warga desa. Kontes ketiga dinilai dari kemolekan tubuh, dan Purbasari pun tetap menjadi pemenang, dengan dalih jemari milik Purbararang lebih lentik dibanding jari Purbasari yang setiap harinya dipakai kerja keras untuk menghidupi dirinya di pengasingan. Sehingga kemenangan pun menjadi milik sang putri bungsu, yaitu Purbasari. Tetapi Purbararang masih enggan untuk menyetujui pemberian tahta dari sang ayah kepada adiknya, maka dari itu ia mengusulkan satu kontes lagi untuk menyandingkan ketampanan tunangan keduanya, karena menurutnya sang pemimpin itu harus memiliki wajah yang paling rupawan. Sehingga kontes pun dimulai dengan Purbararang yang membawa tunangannya, yaitu Indrajaya yang merupakan seorang pemuda paling tampan di kerajaan pasir batang. Purbasari pun berkecil hati karena ia hanya berteman dengan seekor lutung. namun hal mengejutkan pun terjadi, seorang pemuda tampan muncul dibalik tampilan lutung tersebut, dimana ketampanannya tidak bisa disandingkan dengan ketampanan manusia. Pada akhirnya kontes ini pun tetap dimenangkan oleh Purbasari, dan Purbararang menyadari kekalahan serta dosa-dosa yang telah ia perbuat terhadap Purbasari. Dengan pilihan terakhirnya Purbararang pun meminta maaf kepada Purbasari, dan Purbasari dengan kerendahan hatinya menerima permintaan maaf sang kakak, Purbararang.

Nah dari cerita tersebut terdapat beberapa nilai yang dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti kesabaran yang dimiliki oleh Purbasari dalam menghadapi sifat sang kakak yang selalu iri dan tidak mau kalah terhadap dirinya. Selain itu, dalam cerita ini juga mengandung nilai rendah hati, pemikiran yang positif, kerja keras, pemaaf, baik hati, dan ramah. Hal-hal tersebut membuktikan bahwa dalam kehidupan sehari-hari kita membutuhkan sifat-sifat tersebut agar dapat disenangi dan diterima oleh semua orang.

Diambil dari cerita ini, beauty privilege kala itu dengan zaman sekarang memiliki perbedaan yang sangat signifikan. Dimana pada kala itu meskipun Purbararang mempunyai kecantikan yang sempurna dengan tidak disertai dengan kepribadian yang baik, maka hal itu tidaklah membuat ia diberikan perlakuan yang Istimewa. Sedangkan jika kita lihat pada masa kini, hanya orang-orang yang memiliki paras yang rupawan, yang akan mendapatkan perlakuan Istimewa. Contohnya di kehidupan nyata mendapat pemakluman jika melakukan kesalahan, mendapatkan nilai yang tinggi tanpa usaha keras, mendapat perlakuan lebih baik dari orang-orang bahkan orang asing sekalipun. Tidak hanya itu, di dunia Pendidikan sekali pun, orang-orang terutama Perempuan yang cantik, kerap kali mendapatkan perlakuan yang istimewa, seperti nilai yang tinggi tanpa usaha yang sepadan.

Melalui cerita ini, kita diajak untuk merenungkan pentingnya karakter kebaikan, kesabaran, dan keadilan dalam kehidupan sehari-hari diatas paras cantik saja. Dengan melestarikan cerita ini, kita tidak hanya menjaga warisan budaya, tetapi juga menanamkan nilai-nilai luhur bagi generasi mendatang.

PENULIS

Dwi Sukma Nurahmi

Siska Lu'lu Iddihniyati

Vionesya Nisrina Nabila R

REFERENSI

A Short Story: does your height play a role in how people see you? (n.d.). Whach This Space. https://www.watchthisspace.uk/a-short-story-does-your-height-play-a-role-in-how-people-see-you/

Fadhilah, A., Kharisma, D. M., & Asyahidda, F. N. (2023). Analisis Fenomena "Beauty Privilege" Dalam Status Sosial Siswa Sekolah Menengah Atas:(Studi Kasus Sekolah Menengah Atas Di Kota Bandung). Jurnal Pendidikan Sosiologi Undiksha, 5(3), 247-253.

Ramdani, D. N. (2024). Purbasari dan Purbararang, Cerita Tanding Kecantikan dalam Perebutan Tahta. Detikjabar. https://www.detik.com/jabar/budaya/d-7335659/purbasar-dan-purbararang-cerita-tanding-kecantikan-dalam-perebutan-tahta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun