Di buku itu, antara lain, memuat hasil riset Fisher bersama tim pakar saraf tentang: Mengapa perempuan sulit melupakan mantan?
Di riset tersebut, mereka meneliti 15 perempuan muda yang putus cinta atau cerai, sebagai responden. Mereka tidak hanya mewawancarai responden, melainkan juga melakukan riset laboratorium. Memindai otak para responden.
Pemindaian disebut: Functional Magnetic Resonance Imaging (FMRI). Kepala para responden diteropong Magnetic Resonance Imaging (MRI). Hebatnya para responden ini mau saja menjalani.
Ketika responden dipindai FMRI, ditunjukkan foto mantan kekasih atau mantan suami mereka. Saat itulah otak mereka dipindai.
Di layar monitor peneliti, tampak area otak responden: Di bagian kalkulasi (biasa menghitung untung-rugi), bagian minat dan emosi, juga bagian cinta romantis, berpijar. Peneliti menyebutnya "on", atau aktif.
Tapi tingkat 'on' responden berbeda-beda. Responden yang baru putus cinta atau bercerai sepekan, berpijar dahsyat. 'On' banget. Responden yang putus cinta sebulan, 'on' biasa. Responden yang putus cinta lebih dari dua bulan, 'on' redup. Lebih dari empat bulan, semakin redup. Lewat dari tiga tahun, sudah samar.
Dari situ disimpulkan, indikator terpenting dari putus cinta atau bercerai, adalah waktu. Maka tidak salah jika ada pepatah mengatakan: "Luka hati bakal sembuh oleh waktu."
Meski ada beberapa variasi terkait kualitas masing-masing individu terkait koping.
Koping adalah istilah psikologi, artinya perubahan kognitif dan perilaku individu secara konstan, dalam upaya mengatasi tuntutan internal dan eksternal secara gencar. Gampangnya, orang yang punya tingkat koping tinggi, gampang mengendalikan emosi.
Semakin tinggi kualitas koping seseorang, semakin cepat melupakan mantan.
Fisher: "Setelah wanita putus cinta, sesungguhnya dia tidak berhenti mencintai pria bekas kekasih itu. Justru lebih mencintai, dibanding sebelum putus. Itu ditandai dengan wilayah otak bagian cinta-romantis, sedang on."