Kabidhumas Polda Metro Jaya. Kombes Endra Zulpan, kepada pers menyatakan: "Korban (Lesti) dicekik lalu dibanting berkali-kali."
Alana Prochuck dalam karyanya: "We are here: women's experiences of the barriers to reporting sexual assault" (2018) menyatakan: Wanita korban DV mayoritas tidak menuntut pelaku. Bahkan, kebanyakan tidak lapor polisi.
Prochuck adalah Manajer Pendidikan Hukum Publik di West Coast LEAF. Ini LSM memperjuangkan kesetaraan gender pria-wanita, didirikan di Kanada 1985.
Karyanya itu berbasis riset di Kanada. Hasil riset, sekitar 5 persen wanita korban Domestic Violence yang melapor ke polisi. Sisanya, diam. Mayoritas dari 5 persen itu adalah isteri korban DV suami (di sana ada pasangan hidup bersama, tanpa nikah, jadi tidak bisa disebut isteri).
Alasan wanita tidak lapor polisi, dirinci dalam prosentase. Mayoritas (71 persen responden) menimbang bahwa DV sebagai kejahatan kecil dan tidak layak dilaporkan ke polisi.
Urutan berikutnya, responden menjawab: DV merupakan masalah pribadi dan mereka anggap bisa mereka atasi secara informal.
Urutan berikutnya, responden tidak mau repot berurusan dengan polisi. Menyita waktu dan tenaga dalam tempo lama, kemudian dilanjut ke pengadilan, memakan waktu dan tenaga pula.
Urutan berikutnya, responden percaya bahwa pelaku sesungguhnya tidak bermaksud menyakiti. Kejadian itu (DV) hanya akibat emosional sesaat. Responden yakin, pelaku tidak akan mengulangi, setelah meminta maaf.
Urutan paling akhir, responden merasa, bahwa pelaporan (ke polisi) akan membawa aib bagi keluarga.
Uraian hasil riset Alana Prochuck, diyakini publik Amerika Serikat, sebagai 'mendekati kebenaran'. Publik yang dimaksud adalah wanita dewasa. Baik yang pernah jadi korban DV, maupun belum.
Apakah hasil riset Prochuck itu mewakili pemikiran Lesti Kejora? Tidak ada yang tahu. Kecuali Lesti sendiri. (*)