Mohon tunggu...
Djono W. Oesman
Djono W. Oesman Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pemerhati masalah sosial

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ijazah Palsu Presiden dalam Teori Pulling the Thread

13 Oktober 2022   11:43 Diperbarui: 13 Oktober 2022   12:16 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tidak ada perlunya, University of Technology Sydney merespons. Ini mainan mode Indonesia. Mode tipis-tipis. Merujuk data Badan Pusat Statistik hasil sensus 2020, rata-rata lama sekolah penduduk Indonesia 8,7 tahun (pria) dan 8,5 tahun (wanita). Gampangnya: Rata-rata kita, putus sekolah di kelas tiga setingkat SMP. Sehingga ijazah jadi 'makanan' medsos.

Mengapa itu terjadi? Toh, masa jabatan Presiden Jokowi tinggal dua tahun lagi. Apakah 'dendam politik' di 2014 yang belum tuntas? Atau mencegah kelompok politik Jokowi maju ke Pilpres 2024? Siapa kelompoknya?

Mungkin, ini efek gaya pental equilibrium. Dari Orde Baru yang otoriter. Ke Orde Reformasi yang demokratis. Dua bentuk berlawanan.

Ciri negara otoriter, dipimpin kepala negara gampang nggebuk. Ada protes sedikit, digebuk. Apalagi, menyinggung kepala negara, digebuk-buk. Maka, rakyat takut.

Pemimpin negara otoriter, cenderung terjadi kultus individu. Sudah ada sejak abad ke-1, Kaisar Augustus dari Prima Porta (Italia), Mesir Kuno, Kekaisaran Jepang, Suku Inca, Aztec, Tibet, Siam (kini Thailand), Kaisar Romawi. Semua dikultuskan. Oleh orang-orang dekat pemimpin itu sendiri. Dicitrakan, jadi kultus.

Thomas A. Wright  dalam bukunya, "What is character and why it really does matter" (2013) disebutkan:

"Fenomena kultus individu mengacu pada citra seseorang ke publik yang ideal. Sampai, orang itu seperti dewa. Dari seorang individu yang secara sadar dibentuk melalui konstanta propaganda, dan paparan media massa."
 
"Hasilnya, seseorang (bersama geng-nya) dapat memanipulasi orang lain sepenuhnya berdasarkan pengaruh kepribadian publik. Perspektif kultus individu, fokus pada citra eksternal seseorang (pemimpin) yang seringkali dangkal. Itu hasil rekayasa tokoh publik untuk menciptakan citra ideal dan heroik."

Contoh di abad ke-19, banyak. Lenin, dilanjut Joseph Stalin, Benito Mussolini, Adolf Hitler, Mao Zedong, Ferdinand Marcos, Kim Yong Un. Kultus individu.

Lawan kata kultus individu: Pembusukan individu (pemimpin).

Indonesia dari negara otoriter di Orde Baru, mantul ke reformasi. Bandul  berayun ke arah sebaliknya. Mantul. Rakyat, dari sangat takut jadi sangat berani. Maka, Presiden RI (kecuali BJ Habibie, bagian Orde Baru) mulai KH Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, SBY, Jokowi. Pembusukan individu.

Kalau kultus individu hasil rekayasa geng pemimpin, pembusukan individu juga rekayasa, oleh geng lawannya pemimpin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun