Pelaksanaan demokrasi di Indonesia pada 1965
Setelah melalui transisi kurang lebih  selama 2 tahun yakni antara tahun 1966 hingga 1968. Jenderal Soeharto terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia, Indonesia mengalami sebuah era yang disebut dengan era Orde Baru yang mengudung konsep Demokrasi Pancasila, yang mana Visi Utama dari pemerintah Orde Baru ini adalah untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia.Pada awalnya dengan adanya visi tersebut rakyat Indonesia mendapatkan secercah harapan baru, terutama dengan hal yang sehubungan dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dunia Politik. Yang sempat mengalami kepemimpinan secara otoriter dibawah Demokrasi terpimpin yang diusung oleh Presiden Soekarno sebelumnya, yang diharapkan pada pemerintahan orde baru segala bentuk pemerintahan dapat dilakukan secara lebih demokratis.
Pada saat itu harapan tersebut sangatlah menjanjikan, mengingat pada saat itu Presiden Soeharto sebagai tokoh utama dari Orde Baru dipandang rakyat sebagai sesosok pemimpin yang yang mampu mengeluarkan bangsa ini keluar dari keterpurukan. Hal ini dikarenakan pada saat itu  beliau berhasil membubarkan PKI, yang ketika itu dijadikan musuh utama negeri ini.
 Selain itu, beliu juga berhasil menciptakan stabilitas keamanan negeri ini pasca pemberontakan PKI (30 September 1965 ) dalam waktu yang relatif singkat.
Itulah beberapa faktor yang menjadi dasar kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan Orde Baru.
Namun  Harapan rakyat tersebut tidak sepenuhnya terwujud. Karena,  sebenarnya tidak ada perubahan yang subtantif dari kehidupan politik yang ada di  Indonesia. Tidak ada perubahan yang terjadi dibandingkan Antara Orde Baru dan Orde Lama  keduanya sebenarnya sama-sama bersifat otoriter.
Dalam proses Perjalanan politik pada pemerintahan  Orde Baru, kekuasaan Presiden merupakan pusat dari seluruh proses politik yang ada di Indonesia.
 Pada Saat itu Lembaga Kepresidenan merupakan pengontrol utama dari seluruh lembaga negara lainnya baik yang bersifat suprastruktur seperti  DPR, MPR, DPA, BPK dan MA maupun yang bersifat infrastruktur seperti  LSM, Partai Politik, dan sebagainya.
Dan juga saat itu Presiden Soeharto memiliki sejumlah legalitas yang tidak dimiliki oleh siapapun, seperti sebagai pengemban Supersemar, Mandataris MPR, Bapak Pembangunan dan sebagai Panglima Tertinggi ABRI/
Dari berbagai fakta di atas, kita dapat  mengetahui bahwasanya pelaksanaan demokrasi Pancasila pada saat itu  masihlah sangat  jauh dari harapan. Pelaksanaan nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsekuen hanya dijadikan sebagai alat politik penguasa belaka, Kenyataan yang terjadi pada demokrasi Pancasila sama saja dengan kediktatoran.
Beberapa Karakteristik yang terdapat pada demokrasi Pancasila ala Orde Baru yang berdasarkan indikasi yang terdapat pada  demokrasi yang telah dikemukakan sebelumnya.
 Pertama, rotasi kekuasaan eksekutif boleh dikatakan hampir tidak pernah terjadi. Kecuali pada jajaran yang lebih rendah, seperti: gubernur, bupati/walikota, camat, dan kepala desa.
 Kalaupun ada  terjadinya perubahan, selama pemerintahan Orde Baru 80 hanya terjadi pada jabatan wakil presiden, sementara adapun pemeintahannya masih memiliki esensi yang sama persis.
 Kedua, rekruitmen politik bersifat tertutup. Rekruitmen politik adalah sebuah  proses pengisian jabatan politik di dalam penyelenggaraan pemerintah negara baik untuk lembaga eksekutif pemerintah pusat maupun daerah, Lembaga legislatif MPR, DPR, dan DPRD maupun lembaga yudikatif Mahkamah Agung.       Â
Sebagai negara yang menganut sistem pemerintahan yang demokratis, seharusnya semua warga negara yang mampu dan memenuhi syarat mempunyai peluang yang sama untuk mengisi jabatan politik tersebut. Akan tetapi pada praktiknya , yang terjadi di Indonesia pada masa Orde Baru, segala bentuk pengisian jabatan ( sistem rekruitmen politik) tersebut semuanya bersifat  tertutup, hanya terdapat beberapa pengecualian, seperti terdapat anggota DPR yang berjumlah 400 orang yang dipilih melalui Pemilihan Umum.
Adapun  (rekruitmen Pengisian jabatan tinggi negara seperti Mahkamah Agung, Dewan Pertimbangan Agung dan jabatan-jabatan lainnya dalam birokrasi, semuanya  dikontrol sepenuhnya oleh lembaga kepresidenan. Demikian juga dengan anggota badan legislatif. Setidaknya terdapat Anggota DPR sejumlah 100 orang yang dipilih melalui proses pengangkatan dengan surat keputusan Penanaman Kesadaran Berkonstitusi.
Pada dasarnya  Inti dari demokrasi demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berlandaskan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan. Oleh karena itu setiap warga negara harus memperhatikan poin poin berikut yaitu:
1. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
2. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
3. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan. 4. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
5. Dengan i'tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
6. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
7. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
8. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
9. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
Maka ketika dasar-dasar tadi tidak di terapkan maka Sirna lah Demokrasi Pancasila, Seperti yang pernah kita alami, yang mana pada saat itu Indonesia telah mengadakan pemilihan umum secara teratur yaitu setiap 5 tahun sekali, yang mana telah diadakan pemilihan sebanyak 7 kali, namun yang terjadi ialah tidak ada nya semangat demokrasi disana, yang mana semua pemilihan tersebut hanyalah berisikan banyak kecurangan-kecurangan, bahkan pada saat itu dunia internasional turut menyorot Indonesia perihal masalah hak asasi.
Terdapat banyak kekangan disana, tidak ada yang Namanya kebebasan Pers, semua media dikendalikan oleh pemerintah, apabila ada media yang tidak sejalan dengan pemerintah, maka pemerintah akan membredelnya melalui perpanjangan tangan dari pemerintah sehingga media tersebut dapat dibungkam.
Dan diberlakukannya Undang-Undang Subversiv, sehingga pada saat itu Kekuasaan pemerintah bersifat mutlak, rakyat terkekang, suara rakyat dibungkam tidak ada kebebasan berpendapat.
Banyak mahasiswa dan tokoh-tokoh masyarakat dibungkam, demi melanggengkan kekuasaan, mereka takut akan kehilangan kekuasaan mereka, takut akan di lengserkan.
Pada dasarnya sifat manusia memanglah serakah sehingga ketika mereka menggenggam sesuatu, mereka tidak akan puas, melainkan mereka akan berusaha untuk menguasai sesuatu yang lain.
Semoga berbagai catatan kelam ini dapat digantikan dengan lembaran yang lebih bersih untuk kedepannya, semoga Indonesia mengalami kemajuan dan mendapatkan pemerintahan yang jauh lebih baik, yang memakmurkan rakyat, bukan yang menyengsarakan rakyat, Amiin...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H