Mengapa Orang Bisa Mengalami Latah Secara Berlebihan - Pernah nggak, Kamu ketawa sambil geleng-geleng kepala lihat teman yang latahnya nggak ketulungan? Apa pun yang Kamu lakukan, entah melompat kecil atau hanya bersin, dia langsung teriak atau meniru. Seru sih, sampai akhirnya kita sadar---latah ini ternyata lebih dari sekadar kebiasaan lucu. Kalau dibiarkan, bisa jadi masalah yang nggak main-main.
Nah, hari ini, Aku mau ngajak Kamu buat ngulik lebih dalam mengapa orang bisa mengalami latah secara berlebihan. Kita juga bakal bahas bahaya ikut-ikutan tanpa berpikir panjang dan tentunya tips menghentikan kebiasaan latah yang mengganggu. Siapa tahu Kamu atau orang terdekatmu bisa terbantu, dan nggak ada lagi yang teriak tiba-tiba tiap kali ada kejadian kecil.
Yuk, langsung aja kita mulai perjalanan ini. Dijamin nggak cuma menarik, tapi juga bikin Kamu lebih ngerti soal fenomena unik ini.
Mengapa Orang Bisa Mengalami Latah Secara Berlebihan
Latah bukan sekadar kebiasaan unik yang bikin orang tertawa. Di balik respons spontan itu, ada alasan yang cukup kompleks. Banyak orang mungkin menganggap latah hanya terjadi karena kebiasaan, tapi sebenarnya ada beberapa faktor yang bisa membuat seseorang mengalami latah secara berlebihan.
Pertama, ada faktor biologis. Otak manusia punya mekanisme refleks untuk merespons kejadian mengejutkan. Pada orang yang latah, respons ini bisa jadi terlalu aktif atau berlebihan. Ini bisa dipengaruhi oleh sistem syaraf yang lebih sensitif atau kurangnya kemampuan tubuh untuk mengendalikan reaksi mendadak.
Kedua, faktor psikologis juga memegang peran besar. Trauma masa kecil, seperti sering ditakut-takuti atau dipermalukan, dapat menciptakan pola respons refleks yang sulit dihilangkan. Lingkungan yang mendorong seseorang untuk terus bereaksi latah, seperti dianggap lucu atau ditertawakan, juga memperparah kebiasaan ini.
Ketiga, ada faktor sosial. Latah sering kali berkembang karena "latihan" dari lingkungan sekitar. Ketika seseorang latah, respons mereka dianggap menghibur, sehingga lingkungan secara tidak sadar mendorong orang tersebut untuk terus melakukannya. Ini menciptakan lingkaran kebiasaan yang sulit diputus. Orang yang latah akhirnya merasa bahwa respons mereka adalah bagian dari identitas yang diterima oleh lingkungan.
Dan yang terakhir, ada pengaruh budaya. Di beberapa komunitas, latah dianggap sebagai hiburan atau bagian dari tradisi. Sayangnya, ini membuat orang yang latah merasa sulit untuk melepaskan kebiasaan tersebut, karena mereka takut dianggap tidak lucu atau tidak "unik" lagi.
Semua faktor ini bekerja secara bersamaan, sehingga seseorang tidak hanya mengalami latah biasa, tapi bisa menjadi sangat berlebihan. Hal ini tidak hanya memengaruhi hubungan sosial, tetapi juga dapat menimbulkan rasa malu, cemas, atau bahkan menurunkan rasa percaya diri.
Memahami mengapa orang bisa mengalami latah secara berlebihan adalah langkah pertama untuk mengatasinya. Dengan menggali akar permasalahannya, Kamu dapat membantu diri sendiri atau orang lain untuk menghentikan kebiasaan latah yang mengganggu. Dan pastikan, Kamu juga menjauhi bahaya ikut-ikutan tanpa berpikir panjang yang bisa memperburuk kebiasaan ini.
Bahaya Ikut-ikutan Tanpa Berpikir Panjang
Kebiasaan latah sering kali tidak berdiri sendiri; ada faktor sosial yang memperburuknya. Salah satunya adalah perilaku ikut-ikutan tanpa berpikir panjang. Ketika seseorang di lingkunganmu latah, mungkin Kamu atau orang lain secara refleks menirunya---baik untuk bercanda, ikut terhibur, atau sekadar iseng. Namun, kebiasaan ini bisa membawa dampak yang lebih serius dari yang Kamu bayangkan.
Pertama, ikut-ikutan latah tanpa berpikir panjang dapat memperkuat kebiasaan latah itu sendiri. Ketika seseorang yang latah melihat orang lain menirukan respons mereka, otak mereka mempersepsinya sebagai bentuk penguatan atau validasi. Hal ini justru membuat respons latah mereka semakin sulit untuk dikendalikan. Dalam jangka panjang, latah mereka bukan hanya menjadi kebiasaan, tapi seperti reflex loop yang sulit diputus.
Kedua, perilaku ini dapat berdampak negatif pada hubungan sosial. Bagi si pelaku latah, ikut-ikutan yang terus-menerus bisa terasa melecehkan atau tidak menghargai. Mereka mungkin merasa malu, dipermalukan, atau dianggap tidak serius oleh orang-orang di sekitarnya. Ini bisa menurunkan rasa percaya diri dan menciptakan jarak dalam hubungan sosial.
Ketiga, kebiasaan ikut-ikutan juga menimbulkan risiko mempermalukan diri sendiri. Mungkin Kamu pernah meniru seseorang yang latah untuk bercanda, tetapi situasi tersebut malah menjadi tidak lucu karena dilakukan di tempat atau momen yang salah. Misalnya, di acara resmi atau di depan orang yang tidak familiar dengan konteks latah. Alih-alih menghibur, ini justru berpotensi merusak citra atau reputasimu sendiri.
Selain itu, ada bahaya tersembunyi dari kebiasaan ikut-ikutan tanpa berpikir panjang: menormalisasi perilaku berlebihan. Ketika latah dianggap hiburan tanpa batas, kita sebagai masyarakat mulai kehilangan empati terhadap orang yang sebenarnya butuh bantuan untuk mengendalikan kebiasaan ini. Kita lupa bahwa ada tips menghentikan kebiasaan latah yang mengganggu yang bisa membantu mereka menjadi lebih nyaman dengan diri mereka sendiri.
Jadi, penting bagi kita untuk berhenti sejenak dan bertanya: Apakah perilaku ikut-ikutan ini membawa manfaat, atau justru memperburuk keadaan? Dengan kesadaran yang lebih tinggi, kita bisa membantu orang yang latah untuk merasa lebih nyaman, alih-alih terus mengurung mereka dalam siklus kebiasaan yang mengganggu.
Kalau Kamu merasa topik ini relate atau bermanfaat, coba pikirkan---seberapa sering latah ini memengaruhi hidupmu atau orang terdekatmu? Mungkin sekarang saatnya untuk mulai bertindak. Aku sudah membuat panduan yang lebih detail tentang bagaimana mengelola dan mengurangi kebiasaan latah yang bisa Kamu tonton di video berikut:Â https://youtu.be/vEfRTE-tAU8.
Klik, tonton, dan mulai langkah kecil untuk memahami serta mengatasi kebiasaan latah! Karena, siapa tahu, perubahan besar dimulai dari keputusan kecil yang Kamu buat hari ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI