Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Klasifikasi DM secara umum terdiri atas DM tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) dan DM tipe 2 atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM). DM tipe 2 terjadi karena sel pankreas menghasilkan insulin dalam jumlah sedikit atau mengalami resistensi insulin. Jumlah penderita DM tipe 1 sebanyak 5-10% dan DM tipe 2 sebanyak 90-95% dari penderita DM di seluruh dunia (Nurdin, 2021).
    DM sebagai permasalahan global terus meningkat prevalensinya dari tahun ke tahun baik di dunia maupun di Indonesia. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) prevalensi DM global pada tahun 2019 diperkirakan 9,3% (463 juta orang), naik menjadi 10,2% (578 juta) pada tahun 2030 dan 10,9% (700 juta) pada tahun 2045 (IDF, 2019).  Pada tahun 2015, Indonesia menempati peringkat 7 sebagai negara dengan penyandang DM terbanyak di dunia dan diperkirakan akan naik peringkat 6 pada tahun 2040 (Perkeni, 2020)
diabetes. Peningkatan gula darah dapat merusak saraf sehingga memicu terjadinya Neuropati Perifer atau kematian saraf perifer. Neuropati perifer menyebabkan kehilangan sensasi terhadap rasa nyeri. Akibatnya, luka dapat sering terjadi. Selain itu, kadar gula darah yang tinggi dapat memengaruhi aliran darah menuju bagian tepi. Kalau sudah begini akan parah karena nutrisi dan oksigen tidak tersalurkan secara maksimal pada daerah luka, apalagi sel darah putih. Akibatnya, luka akan terus memburuk, parah, dan berakhir busuk. Inilah gangrene.
    Gambar diatas adalah salah satu komplikasi atau dampak dari    Diabetes bisa terjadi karena resistensi insulin. Resistensi insulin adalah kondisi ketika insulin tidak lagi diproduksi sehingga glukosa akan terombang-ambing di dalam darah. Insulin berperan juga sebagai pintu masuk sel dalam menerima glukosa. Jika tidak ada insulin, sel akan starvasi (kelaparan). Itulah kenapa penderita diabetes akan kurus meski sudah makan banyak.Â
    Terkadang, kebiasaan-kebiasaan yang sering atau selalu kita lakukan dapat memicu atau meningkatkan risiko diabetes, tanpa kita sadari. Berikut ini merupakan beberapa kebiasaan yang dapat memicu terjadi nya Diabetes Mellitus. (Kaditai, Pati et al., 2016)
Eat Late atau Makan Tidak Teratur
Makan yang tidak teratur dapat menyebabkan fluktuasi kadar gula dalam darah. Fluktuasi adalah naik turunnya kadar gula yang tidak stabil. Akibatnya, tubuh akan berusaha menyeimbangkan fluktuasi tersebut dengan memproduksi banyak sekali insulin. Kalau terus dibiarkan, kerja pankreas akan lebih berat. Lambat laun, pankreas akan rusak dan tidak lagi memproduksi insulin.
Eat Junk Food Everyday / Makanan Junk Food
Kandungan lemak trans dan lemak jenuh pada junk food sangat tinggi. Apabila lemak tersebut masuk dalam darah darah, peningkatan kadar trigliserida dapat terjadi. Padahal tingginya kadar trigliserida dalam darah dapat memicu diabetes tipe 2. Penelitian yang dilakukan selama 15 tahun menunjukkan bahwa orang yang makan junk food dua kali dalam seminggu dapat meningkatkan risiko resistensi insulin.
Minuman Soda / Minuman Manis
Berdasarkan penelitian, risiko diabetes dapat meningkat 26% bagi mereka yang minum soda setiap harinya. Studi tahun 2016 menunjukkan bahwa minuman manis berkontribusi terhadap perkembangan resistensi insulin dan pradiabetes. Selain itu, soda punya level indeks glikemik yang tinggi dan secara langsung meningkatkan risiko resistensi insulin.
Terlalu Banyak Makan Karbo Dan Gula
Yang seperti ini sudah jelas sekali ya. Kalau makan tolong seimbangkan antara karbohidrat, protein, mineral, dan yang lain. Misalnya, saat makan mie tidak campur nasi. Lalu bagaimana mengatur porsi makan? Berikut ini ada aturan sederhana untuk mengatur porsi makan mu dalam piring. (P2PTM Kemenkes RI, 2019)
Porsi sekali makan ialah Makanan pokok (sumber kabohidrat) dengan porsi 2/3 dari 1/2 piring. Lauk pauk (sumber protein) dengan porsi 1/3 dari 1/2 piring. Sayur-sayuran (sumber vitamin dan mineral) dengan porsi 2/3 dari 1/2 piring dan buah-buahan dengan porsi 1/3 dari 1/2 piring.
Jarang Berolahraga
Jarang atau tidak pernah olahraga (duduk atau rebahan seharian) dapat memicu diabetes. Tubuhmu perlu gerak. Olahraga akan membantu metabolisme tubuhmu tetap seimbang. Kurangnya aktivitas fisik adalah penyebab terbesar dari segala jenis penyakit, termasuk diabetes. Lalu, Bagaimana tips agar bisa memulai olahraga?
- Bergeraklah sebanyak apapun yang kamu bisa. Setidaknya, gerakan tubuhmu dengan olahraga selama 150 menit/minggu. Hitungan per harinya bisa 30 menit/hari.
- Bedakan antara aktivitas harian dengan olahraga. Jangan sangka apabila setiap hari jalan kaki dari rumah ke kantor sama saja dengan olahraga. Itu merupakan aktivitas harian mu, bukan olahraga. Olahraga adalah aktivitas yang direncanakan dan fokus. Mulai dengan peregangan otot-otot, push up, sit up, dll
- Prinsipnya, masukkan olahraga sebagai bagian dari aktivitas harianmu, bukan menjadikan aktivitas harianmu sebagai olahraga. Tidak harus setiap hari olahraga, bisa seling-seling, 3-4 kali seminggu.
Begadang / Bangun Kesiangan
Kebanyakan orang memiliki kebiasaan ini. Bagi sebagian orang, begadang dan molor adalah hal yang biasa saja. Tidak sedikit yang bahkan meremehkan dampak yang akan mereka alami suatu hari nanti.Â
Termasuk masalah deprivasi tidur pada sebagian pekerja shifts yang mendapatkan jadwal jaga malam. Apabila tidak cerdas dalam mengatur pola istirahat atau tidurnya, risiko masalah kesehatan, termasuk diabetes dapat meningkat. (P2PTM Kemenkes RI, 2019)
Skip Breakfast / Tidak Sarapan
Banyak sekali alasan mengapa banyak orang sering kali melewatkan waktu sarapan, seperti sibuk, tidak bisa makan nasi saat pagi hari, bangun kesiangan, dll. Padahal, sarapan adalah waktu makan yang paling penting. Saat kamu bangun tidur, kadar glukosa di dalam tubuhmu sangat rendah.
Artinya, tubuh kekurangan sumber energi untuk memulai beraktivitas. Kalau tidak sarapan energimu tidak ada, sedangkan aktivitas tetep berjalan. Akhirnya memecah glukagon menjadi glukosa. Tujuannya supaya ada glukosa cadangan yang dapat digunakan untuk beraktivitas.Â
Kemudian saat jam 12 masuk waktu nya untuk makan siang, biasanya kalau sudah begini akan terasa lapar dan pada akhirnya akan makan banyak sekali atau berlebihan. Tentu saja akan ada banyak sekali nutrisi yang masuk ketika sumber energi dari dalam hampir habis. Mau mencerna pakai energi dari mana? Pankreas akan menjadi bingung. Akhirnya banyak gula yang tidak tuntas dicerna, dan hasilnya gula darah pun akan naik.
Jarang Minum / Sedikit Sekali Minum
Hidrasi adalah hal yang penting bagi siapapun. Dehidrasi dapat memengaruhi kadar gula darah tubuh kita. Kita semua tahu kalau air mempengaruhi kekentalan aliran darah,Â
Apabila kita tidak minum cukup air, darah akan menjadi kental. Kekentalan darah menunjukkan bahwa gula darah menjadi lebih terkonsentrasi. Peningkatan konsentrasi gula darah dapat memicu diabetes. Masalah tidak berhenti disitu saja, aliran darah yang kental dapat mengganggu kerja ginjal.Â
Ginjal tidak mampu menyerap glukosa yang berlebih sehingga sebagian akan dikeluarkan melalui urine. Lambat laun ginjal akan rusak (salah satu komplikasi penderita diabetes). Kendaan ini memicu otak untuk mengaktifkan sinyal rasa haus sehingga orang dengan diabetes akan merasa haus terus menerus, padahal baru saja selesai minum air (salah satu tanda trias diabetikum / ciri khas penderita diabetes). (Rizal, 2019)
    Diagnosis diabetes tidak ditegakkan hanya dalam sekali periksa. Perlu serangkaian uji yang harus dilakukan oleh petugas kesehatan sehingga apabila muncul tanda gejala spesifik diabetes atau punya riwayat keluarga diabetes, segera lakukan pemeriksaan ke pelayanan kesehatan. Gejala diabetes dikenal dengan Trias Diabetikum. (P2PTM Kemenkes RI, 2019).
- Sering merasa lapar, padahal baru saja selesai makan
- Sering merasa haus.
- Sering kencing atau meningkatnya frekuensi buang air kecil,
- Penurunan Berat Badan
- Pandangan yang kabur.
    Diabetes tidak dapat disembuhkan. Akan tetapi, gula darah pada penderita diabetes dapat ditangani dan dikontrol. Artinya, penderita bisa mempertahankan kadar gula darah tetap dalam kadar normal sehingga tidak menyebabkan komplikasi. (Rizal, 2019)
::REFERENSI::
Kaditai, Pati, K., Indeks, N., Ig, G., Glikemik, B., Tingkat, D. A. N., Pada, K., & Kumo, F. (2016). Journal of Nutrition. 4(Jilid 5), 360–367.
Kementerian Kesehatan RI. (2019). Isi Piringku. Kemenkes RI. https://twitter.com/kemenkesri/status/1096296119695339520
Levina, F. (2021). Gangrene. Sehat Q. https://www.sehatq.com/penyakit/gangrene
Nurdin, F. (2021). Persepsi Penyakit dan Perawatan Diri dengan Kualitas Hidup Diabetes Mellitus Type 2. Jurnal Keperawatan Silampari, 4(2), 566–575. https://doi.org/10.31539/jks.v4i2.1931
P2PTM Kemenkes RI. (2019). Tanda dan Gejala Diabetes. Www.Kemenkes.Com. http://p2ptm.kemkes.go.id/artikel-sehat/tanda-dan-gejala-diabetes
Perkeni, P. (2020). Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia 2015. (2015). PB PERKENI. In Global Initiative for Asthma (p. 46). www.ginasthma.org.
Rizal, D. (2019). Ketika Tubuh Berdialog. Universitas Jember. https://karyakarsa.com/afrkml/kolaborasi-epik-rokokdiabetes-membuat-kakimu-harus-diamputasi-kok-bisa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H