Mohon tunggu...
Dwi Yuliani
Dwi Yuliani Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Mahasiswa psikologi Universitas Muhammadiyah Magelang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hoax Menjadi Konsumsi Baru Masyarakat di Media Sosial

4 Januari 2020   18:00 Diperbarui: 4 Januari 2020   19:50 1561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ringkasan
Fenomena hoax semakin merajalela di media sosial. Media sosial adalah media yang digunakan oleh konsumen untuk berbagi teks, gambar, suara, dan video informasi baik dengan orang lain maupun perusahaan dan vice versa. Dengan adanya media sosial membuat informasi hoax mudah tersebar. Informasi hoax adalah kabar bohong atau informasi yang menyesatkan. Tujuan hoax disebarkan sebagai bahan lelucon atau sekedar iseng, menjatuhkan pesaing, promosi dengan penipuan, ataupun ajakan untuk berbuat amalan-amalan baik yang sebenarnya belum ada dalil yang jelas di dalamnya. Untuk menanggulangi hoax masyarakat harus berpikir kritis, terbuka terhadap berbagai pandangan, dan memiliki kemampuan literasi digital. Masyarakat yang menggunakan media sosial dapat mengatasi hoax dengan tips-tips yang dilakukan Kementrian Komunikasi dan Informatika.

Pendahuluan
Penyebaran hoax dapat dilakukan di manapun, melalui media apapun, dan kepada siapapun targetnya (Marsono, 2019). Survey penyebaran berita hoax yang dilakukan oleh Masyarakat Telematika Indonesia yang dilakukan secara online dan melibatkan 1.116 responden yang terdiri dari usia 25-40 tahun sebanyak 40 persen, di atas 40 tahun 25,7 persen, 20-24 tahun 18,4 persen, 16-19 tahun 7,7 persen, dan dibawah 15 tahun 0,4 persen. Survei berlangsung selama 48 jam sejak 7 Februari 2017. Hasil survey menunjukkan 92,4 persen berita hoax banyak tersebar melalui media sosial, 62,8 persen menyebar melalui aplikasi pesan singkat (Line, WhatsApp, atau Telegram), 34,9 persen menyebar melalui situs web, televisi 8,7 persen, media cetak 5 persen, email 3,1 persen, dan radio 1,2 persen. Dalam survei yang sama juga didapatkan 90,3 persen responden menjawab bahwa hoax adalah berita bohong yang disengaja, 61,6 persen mengatakan hoax adalah berita yang menghasut, 59 persen berpendapat hoax adalah berita tidak akurat, dan 14 persen menganggap hoax sebagai berita ramalan atau fiksi ilmiah (Librianty, 2018).

Salah satu instrumen yang paling sering digunakan saat ini untuk menyebarkan berita hoax adalah media sosial. Bahkan ada sindikat khusus yang menyebar dan mengendalikan informasi hoax seperti Saracen (Marsono, 2019). Berdasarkan hasil riset We Are Social Hootsuite yang dirilis Januari 2019 pengguna media sosial di Indonesia mencapai 150 juta atau sebesar 56% dari total populasi. Sehingga tidak heran jika media sosial menjadi penyumbang terbanyak untuk menyebarkan berita hoax. Beberapa media sosial yang menjadi sasaran dalam penyebaran hoax antara lain Facebook, Whatsapp, Google, bahkan Youtube (Marsono, 2019). Media sosial menjadi ruang baru bagi masyarakat dalam menyampaikan informasi dan komunikasi. Nurdin (dalam Agustina, 2018) menjelaskan bahwa melalui media sosial, setiap orang bisa dengan mudah membuat tulisan dan mengemukakan pendapatnya lewat jejaring sosial.

Fenomena hoax kini semakin merajalela di jagat media sosial. Masyarakat semakin populer dengan berita-berita hoax. Hoax diartikan sebagai upaya memutarbalikkan fakta menggunakan informasi yang meyakinkan namun kebenarannya tidak dapat dibuktikan. Dengan kata lain hoax juga dapat diartikan sebagai berita bohong, tidak benar, dan palsu (Agustina, 2018). Melalui media sosial berita hoax menyebar dengan sangat cepat dan banyak diyakini kebenarannya oleh masyarakat. Berita-berita hoax yang menyebar melalui media sosial, dapat menimbulkan beragam opini masyarakat. Masyarakat semakin sulit mendeteksi berita yang nyata dan yang hoax. Melalui rekayasa dari segelintir orang atau kelompok tertentu hanya dengan satu kali klik seluruh berita dapat tersebar ke seluruh penjuru dunia. Penyebaran berita hoax pun tidak memandang pada status dan peran mereka di masyarakat. Hampir semua kalangan menjadi incaran dan sasaran berita hoax. Sebagaimana, Budiman (dalam Agustina, 2018) menyatakan bahwa hoax tidak hanya ditujukan kepada individu, melainkan juga kepada institusi pemerintah maupun swasta. Tujuan dari penyebaran hoax ini adalah untuk keuntungan dari segelintir pihak, apabila masyarakat menyukai dan memforward berita tersebut.

Penyebaran berita hoax juga mampu membawa pada kerancuan informasi, kebingungan, dan kehebohan publik akan suatu informasi, bahkan hoax juga dapat berakibat pada perpecahan suatu bangsa. Berita hoax akhirnya menimbulkan masalah baru bagi masyarakat. Masyarakat tengah menggunakan media sosial sebagai sarana bersosialiasi namun masyarakat pula yang menerima berita-berita hoax tersebut. Dengan semakin gencarnya penyebaran berita hoax dalam jagat maya, membuat masyarakat semakin mudah mengkonsumsi berita tersebut sebagai gaya hidup baru bagi mereka (Agustina, 2018). Berdasarkan hasil riset We Are Social Hootsuite yang dirilis Januari 2019 pengguna internet di Indonesia ada 150 juta pengguna aktif atau sebesar 56% dari total jumlah penduduk Indonesia. Berdasarkan frekuensi tercatat 79% pengguna yang akses internet setiap hari. Dari jumlah tersebut, Indonesia memiliki potensi mudah terkena berita hoax yang beredar di jagat maya, sekaligus terus menjadi budaya konsumsi bagi masyarakat Indonesia.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengidentifikasi 260 hoax, kabar bohong, dan berita palsu selama November 2019. Total jumlah hoax diidentifikasi, diverifikasi, dan divalidasi Kemenkominfo menjadi 3.901 hoax pada periode Agustus 2018 - November 2019. Dari total 3.901 hoax itu terdiri dari kategori politik sebanyak  973 item, 743 hoax kategori pemerintahan, 401 hoax kategori kesehatan, dan 307 hoax kategori lain-lain. Selain itu 271 hoax kategori kejahatan, 242 hoax kategori fitnah, 216 hoax kategori internasional, dan sisanya hoax terkait bencana alam, agama, penipuan, mitos, perdagangan, dan Pendidikan. Dari penelusuran mesin AIS Kominfo, sepanjang Agustus 2018 - November 2019, jumlah hoax, kabar bohong, berita palsu, dan ujaran kebencian meningkat tajam hingga 501 item hoax.

Berdasarkan uraian diatas, maka artikel ini akan membahas mengenai hoax yang sudah menjadi  konsumsi baru bagi masyarakat di media sosial. Dengan mengetahui mengenai hoax, masyarakat dapat membedakan informasi yang benar dan yang hoax.

Media Sosial
Kotler dan Keller (dalam Rahadi, 2017) menyatakan media sosial adalah media yang digunakan untuk berbagi teks, gambar, suara, dan video informasi baik dengan orang lain maupun perusahaan dan vice versa. Carr dan Hayes (dalam Rahadi, 2017) dimana media sosial adalah media berbasis internet yang memungkinkan pengguna berkesempatan untuk berinteraksi dan menampilkan diri, baik secara langsung ataupun tertunda, dengan khalayak luas maupun tidak, yang mendorong nilai dari konten/isi yang dibuat pengguna dan pemahaman/pandangan interaksi dengan orang lain. Media sosial digunakan secara aktif ataupun sering oleh seluruh kalangan masyarakat, bisnis, politik, media, periklanan, polisi, dan layanan gawat darurat. Media sosial telah menjadi kunci untuk memprovokasi pemikiran, percakapan, dan tindakan seputar isu-isu sosial.

Keuntungan media sosial yaitu :

  1. Menambah teman baru atau menemukan teman lama yang tidak bisa berjumpa.
  2. Mendapatkan penghasilan dari bisnis online.
  3. Dapat meredakan stress, dengan komunikasi dan game online yang ada.
  4. Mudah dalam memberikan Informasi atau komentar (Pakpahan, 2017).

Kekurangan media sosial yaitu :

  1. Banyak waktu dihabiskan sia-sia dengan media sosial.
  2. Sering memuat perbincangan yang sia-sia dan tidak perlu.
  3. Terkadang beredar informasi bohong atau fitnah atau hoax.
  4. Dampak kesehatan karena tubuh jadi malas bergerak.
  5. Alat yang mudah untuk memberikan komen negatif.
  6. Sulit dikontrol oleh pihak yang berwenang.
  7. Kadang beredar ajakan teror atau gerakan yang mengatasnamakan agama (Pakpahan, 2017).

Hoax
Menurut Lynda Walsh (dalam Pakpahan, 2017), istilah hoax merupakan kabar bohong. Chen et al (dalam Pakpahan, 2017), menyatakan hoax adalah informasi sesat dan berbahaya karena menyesatkan pemahaman manusia dengan menyampaikan informasi palsu sebagai informasi benar. Selanjutnya hoax menurut hoaxes.org pengertian hoax sebagai aktivitas menipu (Pakpahan, 2017). Hoax adalah usaha untuk menipu atau mengakali pembaca atau pendengarnya untuk mempercayai sesuatu, padahal yang membuat berita palsu tersebut tahu bahwa berita tersebut adalah palsu. Salah satu contoh pemberitaan palsu yang paling umum adalah mengaku sesuatu barang atau kejadian dengan suatu sebutan yang berbeda dengan yang sebenarnya. Hoax adalah suatu tipuan yang digunakan untuk mempercayai sesuatu yang salah dan seringkali tidak masuk akal yang melalui media online (Rahadi, 2017).

Hoax bertujuan untuk membuat opini publik, menggiring opini publik, membentuk pemahaman/tanggapan juga untuk bersenang-senang yang menguji kecerdasan dan kecermatan pengguna internet dan media sosial. Tujuan penyebaran hoax beragam tapi pada umumnya hoax disebarkan sebagai bahan lelucon atau sekedar iseng, menjatuhkan pesaing, promosi dengan penipuan, ataupun ajakan untuk berbuat amalan-amalan baik yang sebenarnya belum ada dalil yang jelas di dalamnya. Namun ini menyebabkan banyak penerima hoax terpancing untuk segera menyebarkan kepada orang lain sehingga akhirnya hoax ini dengan cepat tersebar luas (Rahadi, 2017).

Menurut pandangan psikologis, ada dua faktor yang menyebabkan pengguna cenderung mudah percaya pada informasi hoax yaitu pertama, orang lebih cenderung percaya hoax jika informasinya sesuai dengan opini/pendapat atau sikap yang dimiliki dirinya sendiri (Rahadi, 2017). Contohnya jika seseorang penganut paham bumi datar memperoleh artikel yang membahas tentang berbagai teori konspirasi mengenai foto satelit maka secara naluri orang tersebut akan mudah percaya karena mendukung teori bumi datar yang diyakininya. Kedua, secara alami perasaan positif akan timbul dalam diri seseorang jika opini atau keyakinannya mendapat pengakuan sehingga cenderung tidak akan mempedulikan apakah informasi yang diterimanya benar atau salah. Bahkan mudah saja bagi mereka untuk menyebarkan kembali informasi tersebut. Hal ini dapat diperparah jika si penyebar hoax memiliki pengetahuan yang kurang dalam memanfaatkan internet guna mencari informasi lebih dalam atau sekadar untuk cek dan ricek fakta (Rahadi, 2017).

Untuk menanggulangi hoax, berikut ini hal-hal yang dapat dilakukan oleh masyarakat :

  1. Masyarakat harus lebih kritis dan juga lebih terbuka terhadap berbagai pandangan.
  2. Masyarakat perlu memiliki kemampuan literasi digital. Literasi digital tidak hanya sebuah kemampuan untuk menggunakan informasi dalam bentuk digital saja, tetapi pengguna yang notabene adalah sebagai masyarakat informasi, harus mempunyai kemampuan untuk menganalisis, mengevaluasi berbagai informasi yang diterima sehingga akan terbentuk masyarakat yang berkualitas. Masyarakat tidak hanya sekedar menerima informasi tetapi dengan kemampuan literasi digital mereka akan bisa membedakan antara informasi yang benar dan informasi yang salah (Mudawamah, 2018).

Tips-Tips Mengatasi Hoax
Agar masyarakat yang menggunakan media sosial dapat mengatasi hoax, berikut tips-tips mengatasi hoax seperti yang dilakukan Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) (Yogiswari & Suadnyana, 2019) :

  1. Masyarakat berhati-hati terhadap judul yang provokatif, karena ini digunakan untuk menarik perhatian agar masyarakat membaca berita hoax tersebut. Sebaiknya cari referensi berita serupa dari situs berita resmi dan membandingkan isinya.
  2. Mencermati alamat situs yang belum dikonfirmasi atau diperiksa sebagai pers resmi seperti domain blog.
  3. Memeriksa fakta dan jangan terpengaruh pada pendapat yang membuat hoax.
  4. Cek keaslian foto di google images dan temukan berita yang asli.
  5. Masyarakat disarankan untuk mengikuti grup diskusi tentang hoax di facebook seperti Indonesian hoaxes, atau di media atau aplikasi lain. Jangan lupa untuk melaporkan berita hoax tersebut agar orang lain tidak menjadi korban (Yogiswari & Suadnyana, 2019).

Kesimpulan
Masyarakat dalam menggunakan media sosial secara bijak agar tidak menjadi pencipta ataupun penyebar hoax. Ketika mendapatkan informasi masyarakat harus teliti dan menggunakan tips-tips mengatasi hoax untuk mengetahui informasi yang diterima hoax atau informasi benar.

*) Penulis adalah mahasiswa psikologi Universitas Muhammadiyah Magelang

DAFTAR PUSTAKA
Agustina, D. (2018). Peleburan Realitas Nyata dan Maya: Hoax Menjadi Budaya Konsumtif Masyarakat Global. Jurnal Sosiologi Agama, 12(2), 245-260.
Kominfo. 2019. "Sepanjang November 2019, Kemenkominfo Indentifikasi 260 Hoaks". Kominfo.go.id. 2019. https://www.kominfo.go.id/content/detail/23068/sepanjang-november-2019-kemenkominfo-identifikasi-260-hoaks/0/sorotan_media
Librianty, Andina. 2018. "Survei: Media Sosial Jadi Sumber Utama Penyebaran Hoax." Liputan6.Com. 2019. https://www. liputan6.com/tekno/read/2854713/survei-media-sosial-jadi-sumber-utama-penyebaran-hoax.
Marsono. (2019, June). Berita Palsu (Hoax) Dalam Perspektif Pancasila. In Seminar Nasional Filsafat (SENAFI) I (p. 154).
Mudawamah, N. S. (2018). Membekali Diri Untuk Menghadapi Fenomena Post-truth. Indonesian Journal of Academic Librarianship, 2(2), 21-28.
Pakpahan, R. (2017). Analisis Fenomena Hoax Diberbagai Media Sosial dan Cara Menanggulangi Hoax. Konferensi Nasional Ilmu Sosial dan Teknologi, 1(1).
Rahadi, D. R. (2017). Perilaku pengguna dan informasi hoax di media sosial. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 5(1).
Websindo. 2019. "Indonesia Digital 2019 : Media Sosial". Websindo.com. 2019. https://websindo.com/indonesia-digital-2019-media-sosial/
Yogiswari, K. S., & Suadnyana, I. B. P. E. (2019, June). Hoax Di Era Posttruth Dan Pentingnya Literasi Media. In Seminar Nasional Filsafat (SENAFI) I (p. 173).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun