Pada waktu pandemi mulai tahun 2019-2021, model pembelajaran yang digunakan untuk memutus mata rantai penyebaran virus covid-19 tersebut dengan model pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau secara daring, ada juga yang menggunakan luring yaitu dengan mengambil materi dan tugas ke sekolah serta mengumpulkan Kembali ke sekolah dengan sangat membatasi interaksi dengan orang lain secara bergantian.
Hal tersebut digunakan untuk mendukung program pemerintah tentang darurat covid-19, yaitu dengan mengurangi interaksi langsung antar masyarakat, sehingga angka penularan virus ini bisa ditekan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 719/P/ 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus. Permendikbud tersebut ditetapkan di Jakarta pada 4 Agustus 2020.Â
Kurikulum darurat (dalam kondisi khusus) merupakan respon Kemendikbud terhadap kebutuhan relaksasi dan adaptasi pembelajaran dalam kondisi khusus. Kurikulum darurat (dalam kondisi khusus) dibuat karena dalam kondisi bencana, seperti pandemi Covid-19, pembelajaran tidak dapat dilakukan secara normal, sehingga diperlukan relaksasi dan adaptasi pembelajaran.Â
Penyederhanaan yang dilakukan dalam kurikulum darurat (dalam kondisi khusus) memastikan kompetensi yang harus dicapai tetap terpenuhi.
Dengan terbitnya Permendikbud ini, terdapat 3 (tiga) opsi yang bisa dipilih oleh Satuan Pendidikan dalam melaksanakan kurikulum di masa pandemi Covid 19, yaitu: 1. tetap menggunakan kurikulum nasional; 2. menggunakan kurikulum darurat (dalam kondisi khusus); atau 3. melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri.Â
Satuan Pendidikan memiliki kewenangan untuk memilih salah satu opsi dari tiga opsi tersebut dalam melaksanakan pembelajarannya, disesuaikan dengan karakteristik siswa dan lingkungan.
Pemerintah Indonesia telah berupaya membuat kebijakan dalam menjaga keberlangsungan layanan Pendidikan. Untuk pemerintah kabupaten Pacitan, khususnya dinas pendidikannya juga memberlakukan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan hal tersebut.Â
Pemberlakuan kebijakan physical distancing yang kemudian menjadi dasar pelaksanaan belajar dari rumah, dengan pemanfaatan teknologi informasi yang berlaku secara tiba-tiba, membuat sebagian guru/ pendidik dan siswa gagap termasuk orang tua bahkan semua orang yang berada dalam rumah.
Ternyata bukan tanpa masalah, SMP Negeri 6 Sudimoro yang berlokasi di wilayah pesisir Pantai dekat PLTU Sudimoro jauh dari perkotaan banyak menemukan masalah dalam menerapkan pembelajaran daring. Diantara masalah itu adalah :Â
- Adanya ketimpangan teknologi/ sarana Daring, antara bapak/ ibu guru dengan para wali murid yang mayoritas petani dan nelayan;
- Keterbatasan kompetensi guru dalam pemanfaatan Teknologi Informasi Komunikasi/ aplikasi untuk pembelajaran;
- Keterbatasan ekonomi untuk pemanfaatan teknologi internet dan kuota, apalagi saat kondisi krisis.;
- Sebagian wali murid yang terkesan kurang peduli terhadap pendidikan anaknya, terbukti tidak ada responnya saat diberikan tugas-tugas.
 Salah satu imbas dari semua itu adalah sebagian siswa terbebani dengan tugas selama belajar dari rumah, sebagian lagi tak bisa berbuat apa-apa karena tidak memiliki sarana.Â
Sementara, orang tua murid merasa bosan, jengkel dan keberatan ketika setiap saat harus mendampingi putra-putrinya mengikuti proses pembelajaran, mungkin karena bercampurnya dengan kesibukan rumah tangga. Sebagian kecil lagi juga ada orang tua yang terkesan tidak tahu menahu terhadap proses pembelajaran ini.
Krisis pembelajaran ini semakin bertambah karena pandemi covid-19 yang menyebabkan hilangnya pembelajaran (learning loss) dan meningkatnya kesenjangan pembelajaran. Hal ini, dianggap sangat penting oleh penulis  karena permasalahan ini sangat kompleks dan jika di terus-teruskan akan sangat berdampak besar pada mental Pendidikan pelajar di wilayah sekitar.Â
Beberapa msalahnya yaitu tentang hilangnya kebiasaan-kebiasaan baik yang biasa diterapkan jika disekolah tatap muka dijalankan.Â
Misalnya tentang kesopanan siswa dalam berinteraksi dengan orang yang lebih tua dengan mereka. Selain itu juga pembiasaan-pembiasaan lain missal kerapihan berpakaian, kedisiplinan dalam belajar disekolah, dan lain sebagainya.
Setelah pandemi di Indonesia sudah mereda, akhirnya sekolah sudah diperbolehkan melakukan pembelajaran klasikal seperti sebelum pandemi. Siswa sudah bisa masuk sekolah seperti biasa menggunakan seragam dan tidak dibatasi jumlahnya atau semua siswa sudah diperbolehkan masuk normal. Hal ini tentunya berita yang sangat mengembirakan bagi para pendidik-pendidik yang bekerja di dunia Pendidikan.
Pelajar sudah bisa masuk seperti masa sebelum pandemi, tetapi ada beberapa pembiasaan-pembiasaan di sekolah yang harus mulai di biasakan/ditertibkan lagi. Pengawasan dari guru harus lebih ekstra dalam pelaksanaanya, misalnya mengenai pembiasaan masuk pagi sesuai jadwal, dilanjut dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya secara Bersama-sama, serta membaca jus amma secara Bersama juga.
Setelah pembiasaan tersebut mulai terlaksana dengan baik, tetapi masih ada beberapa permasalahan yang belum terselesaikan yaitu minat belajar dari siswa yang masih kurang, serta penekanan Pendidikan moral untuk berperilaku dan bertindak yang baik sesuai dengan Pancasila.
Sebagai seorang guru, saya atas nama Dwi Yudianto, S.Pd., yang sedang menjalani program Pendidikan Profesi Guru harus bisa memecahkan masalah di sekolah ini, karena merupakan tanggung jawabnya.Â
Dengan penulis yang mengatas namakan Dwi Yudianto sebagai guru di SMPN 6 Sudimoro dan mahasiswa PPG PPKn FKIP UAD (Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarya)Â harus berkontribusi dalam mencari solusi yang tepat dari permasalahan tersebut yang ditinjau dari berbagai macam teori dan fakta.
Melalui program PPG ini mahasiswa diharuskan dalam membuat perangkat pembelajaran khususnya modul ajar yang sesuai dengan karakteristik siswa serta dapat memberikan solusi pemecahan masalah tersebut. Sebagai contoh sebagai berikut :
- Selalu memberikan contoh karakter yang baik disekolah atau sebagai suri tauladan bagi siswa, karena guru selain berteori tetapi juga harus bisa mencontohkan karakter yang baik kepada siswanya. Karena materi yang mudah diingat adalah materi yang setiap hari selalu dilakukan.
- Menggunakan metode dan model pembelajaran yang menarik, agar siswa lebih tertarik dalam belajar sehingga dapat meningkatkan minat belajar dari siswa, sebagai contoh menggunakan metode permainan dalam mengajar, diskusi berkelompok dengan mendiskusikan masalah-masalah yang sedang diperbincangkan, atau pun masalah-masalah yang bagi siswa sebagai masalah yang menarik. Selain itu juga dapat menggunakan teknologi dalam pembelajaran, misalkan penyampaian materi dengan LCD proyektor dengan menampilkan video-video yang berkaitan dengan materi, ada juga menggunakan kuis dengan berbagai aplikasi melalui HP dan lain sebagainya.
Hal tersebut tentunya dapat dijadikan solusi dari berbagai permasalahan yang ada di sekolah tersebut. Penulis tentunya juga akan menggunakan cara tersebut untuk dapat mengatasi berbagai masalah yang ada di sekolah, dan selalu berinovasi mencoba hal yang baru untuk peningkatan motivasi belajar dari siswa di sekolah tersebut. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H