Mohon tunggu...
Dwi Yudianto 08
Dwi Yudianto 08 Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

agricultural technology university students bengkulu

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

BiodieseL

19 Desember 2011   04:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:04 1685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilihan biodiesel sebagai bahan bakar alternatif berbasis pada ketersediaan bahan baku. Minyak rapeseed adalah bahan baku untuk biodiesel di Jerman dan kedelai di Amerika. Sedangkan bahan baku yang digunakan di Indonesia adalah crude palm oil (CPO). Selain itu, masih ada potensi besar yang ditunjukan oleh minyak jarak pagar (Jathropa Curcas) dan lebih dari 40 alternatif bahan baku lainnya di Indonesia.

Biodiesel adalah senyawa mono alkil ester yang diproduksi melalui reaksi tranesterifikasi antara trigliserida (minyak nabati, seperti minyak sawit, minyak jarak dll) dengan metanol menjadi metil ester dan gliserol dengan bantuan katalis basa. Biodiesel mempunyai rantai karbon antara 12 sampai 20 serta mengandung oksigen. Adanya oksigen pada biodiesel membedakannya dengan petroleum diesel (solar) yang komponen utamanya hanya terdiri dari hidro karbon. Jadi komposisi biodiesel dan petroleum diesel sangat berbeda.

Sumber: http://www.indobiofuel.com/biodiesel%20utama.php

Biodiesel terdiri dari metil ester asam lemak nabati, sedangkan petroleum diesel adalah hidrokarbon. Biodiesel mempunyai sifat kimia dan fisika yang serupa dengan petroleum diesel sehingga dapat digunakan langsung untuk mesin diesel atau dicampur dengan petroleum diesel. Pencampuran 20 % biodiesel ke dalam petroleum diesel menghasilkan produk bahan bakar tanpa mengubah sifat fisik secara nyata. Produk ini di Amerika dikenal sebagai Diesel B-20 yang banyak digunakan untuk bahan bakar bus.

Energi yang dihasilkan oleh biodiesel relatif tidak berbeda dengan petroleum diesel (128.000 BTU vs 130.000 BTU), sehingga engine torque dan tenaga kuda yang dihasilkan juga sama. Walaupun kandungan kalori biodiesel serupa dengan petroleum diesel, tetapi karena biodiesel mengandung oksigen, maka flash pointnya lebih tinggi sehingga tidak mudah terbakar. Biodiesel juga tidak menghasilkan uap yang membahayakan pada suhu kamar, maka biodiesel lebih aman daripada petroleum diesel dalam penyimpanan dan penggunaannya. Di samping itu, biodiesel tidak mengandung sulfur dan senyawa bensen yang karsinogenik, sehingga biodiesel merupakan bahan bakar yang lebih bersih dan lebih mudah ditangani dibandingkan dengan petroleum diesel.

Penggunaan biodiesel juga dapat mengurangi emisi karbon monoksida, hidrokarbon total, partikel, dan sulfur dioksida. Emisi nitrous oxide juga dapat dikurangi dengan penambahan konverter katalitik. Kelebihan lain dari segi lingkungan adalah tingkat toksisitasnya yang 10 kali lebih rendah dibandingkan dengan garam dapur dan tingkat biodegradabilitinya sama dengan glukosa, sehingga sangat cocok digunakan di perairan untuk bahan bakar kapal/motor. Biodiesel tidak menambah efek rumah kaca seperti halnya petroleum diesel karena karbon yang dihasilkan masih dalam siklus karbon.

Untuk penggunaan biodiesel pada dasarnya tidak perlu modifikasi pada mesin diesel, bahkan biodiesel mempunyai efek pembersihan terhadap tangki bahan bakar, injektor dan selang.

Biodiesel mempunyai beberapa keunggulan diantaranya adalah mudah digunakan, limbahnya bersifat ramah lingkungan (biodegradable), tidak beracun, bebas dari logam berat sulfur dan senyawa aromatik serta mempunyai nilai flash point (titik nyala) yang lebih tinggi dari petroleum diesel sehingga lebih aman jika disimpan dan digunakan.Secara teknis biodiesel yang berasal dari minyak nabati dikenal sebagai VOME (Vegetable Oil Metil Ester) dan merupakan sumberdaya yang dapat diperbaharui karena umumnya dapat diekstrak dari berbagai hasil produk pertanian seperti minyak kacang kedelai, minyak kelapa, minyak bunga matahari maupun minyak sawit.

Tanaman yang bisa menghasilkan biodiesel; 26 spesies diantaranya, termasuk Jathropa Curcas (Jarak Pagar), yang memenuhi standar kualitas USA, Jerman, dan Eropa. Soeradjaja (2005a) menyebut adanya 50 spesies tanaman di Indonesia yang bisa menghasilkan biodiesel, contoh yang populer adalah sawit, kelapa, jarak pagar, kapok atau randu. Vicente dkk. (2006) meneliti beberapa spesies tanaman penghasil biodiesel di Spanyol, diantaranya bunga matahari, rapeseed, dan Brassica carinata. Mereka menyimpulkan bahwa viskositas, peroksida, dan asam dari biodiesel yang dihasilkan oleh ke-tiga spesies di atas memenuhi standard Uni Eropa, sedangkan kadar iodine biodiesel dari bunga matahari dan Brassica carinata lebih tinggi dari standard Uni Eropa. Canoira dkk. (2005), juga dari Spanyol, setelah meneliti Jojoba oil-wax menyimpulkan bahwa biodiesel yang dihasilkan dari Jojoba (Simmondsia chinensis Link Schneider) memenuhi standard biodiesel Eropa (EN14214). Tsai dkk. (2005) menguraikan telah beroperasinya fasilitas pengolahan limbah minyak pangan di Taiwan yang berkapasitas 3,000 ton metrik per tahun. Limbah tersebut didapatkan dari berbagai sumber, seperti restoran, rumah makan, rumah tangga, hingga perusahaan-perusahaan yang menghasilkan limbah minyak pangan dalam proses produksinya. Dengan menggunakan proses transesterifikasi, Taiwan telah berhasil mengubah limbah minyak pangan nya menjadi biodiesel. Hal ini berdampak ganda: mengurangi limbah cair ke lingkungan sekaligus mendapatkan BBN biodiesel yang ramah lingkungan.

Sumber : Canoira, L., Alcantara, R., Garci・Martinez, Ma. J., Carraso, J., “Biodiesel from Jojoba oil-wax: Transesterification with methanol and properties as fuel”, Biomass and Bioenergy (2005)

Karakteristik

Kepadatan volumetrik energi biodiesel sekitar 33 MJ/L. Hal ini 9% lebih rendah dari petrodiesel pada regulasi No. 2. Kepadatan energi biodiesel sangat bervariasi cenderung terhadap bahan baku yang digunakan ketimbang dari proses produksi. Meskipun demikian, variasi jenis biodiesel lebih sedikit dibanding petrodiesel. Hal ini telah diklaim bahwa biodiesel memberikan pelumasan yang lebih baik dan memberikan pembakaran yang lebih sempurna sehingga dapat meningkatkan output energi mesin dan alternative pengganti petrodiesel.

Biodiesel merupakan cairan dengan jenis warna yang bervariasi antara kuning keemasan hingga cokelat gelap tergantung dari bahan baku yang digunakan. Biodiesel tidak dapat bercampur dengan air. Memiliki titik didih tinggi dan dan titik uap yang rendah. Titik pembakaran biodiesel (>130 °C, >266 °F) sangat signifikan lebih tinggi dari petrodiesel (64 °C, 147 °F) atau premium (−45 °C, -52 °F). Biodiesel memiliki kepadatan ~ 0.88 g/cm³, lebih rendah dari air.

Biodiesel memiliki viskositas yang mirip dengan petrodiesel. Biodiesel memiliki tingkat pelumasan lebih tinggi dan hampir tidak ada kandungan bilangan sulfur, dan seringkali digunakan sebagai aditif untuk bahan bakar diesel rendah sulfur (Ultra-Low Sulfur Diesel-ULSD).

Standard Teknis

Standard Eropa untuk biodiesel adalah nomor EN 14214, yang mana dapat diartikan ke dalam standard nasional masing-masing negara yang dibentuk oleh CEN area (Committee for European Standardization) sebagai contoh, untuk United Kingdom, BS EN 14214 dan untuk Jerman DIN EN 14214..

Terdapat  spesifikasi standard lain. ASTM D6751 adalah referensi standard yang umum digunakan di United States dan Kanada.

Selain itu, terdapat juga penamaan DIN standard untuk 3 jenis biodiesel, yang mana dibuat sesuai dengan jenis sumber bahan baku:

  • RME (rapeseed methyl ester, sesuai dengan DIN E 51606)

  • PME (vegetable methyl ester, minyak sayur murni, sesuai dengan DIN E 51606)

  • FME (fat methyl ester, produk minyak sayur dan lemak, sesuai dengan DIN V 51606)

Faktor dibawah ini merupakan hal terpenting dalam proses produksi untuk menjamin standardisasi, yakni:

  • Nilai bilangan asam.

  • Reaksi sempurna.

  • Tidak mengandung gliserin.

  • Tidak mengandung katalis.

  • Tidak mengandung alkohol.

  • Tidak mengandung asam lemak bebas.

  • Kandungan sulfur yang rendah.

  • Titik pengisian filter saat dingin.

  • Titik pengkabutan.

Variable di atas untuk memverifikasi uji minimum untuk skala industri dalam menentukan produk biodiesel tersebut sesuai dengan standard termasuk uji gas kromatografi. Bahan bakar juga harus memenuhi kualitas standar non-toksik, dengan tingkat toksisitas (LD50) lebih tinggi dari 50 mL/kg.

Penggumpalan

Titik pengkabutan dinyatakan pada temperatur pada saat biodiesel murni (B100) mulai menjadi gel. Banyak faktor yang menyebabkan penggumpalan dan tergantung saat pencampuran esterifkasi dan juga bahan baku minyak yang digunakan untuk memproduksi biodiesel. Misalnya, biodiesel yang diproduksi dari asam erusat rendah dari berbagai macam biji kanola (RME) mulai membentuk gel/menggumpal pada suhu sekitar −10 °C (14 °F). Biodiesel yang berasal dari lemak hewan mulai menggumpal sekitar +16°C (61 °F).Sebuah studi yang dilakukan oleh Assiniboine Community College di Manitoba Kanada mengatur dalam produksi B100 dimana cairan biodiesel jernih akan mengalir pada suhu -38° digunakan sebagai aditif secara komersial, dengan nama dagang Wintron XC30, dengan menambahkan saat penyaringan dalam temperatur rendah. Pencampuran yang tepat tergantung lingkungan setempat. Menurut “National Biodiesel Board (NBB)”, B20 (20% biodiesel, 80% petrodiesel) tidak memerlukan penambahan perlakuan khusus lainnya.

Penggunaan biodiesel murni dengan tanpa kemungkinan terjadinya penggumpalan pada saat temperatur rendah, beberapa orang memodifikasi kendaraannya dengan tangki bahan bakar tambahan yang dikhususkan untuk biodiesel atau dengan kata lain kendaraan tersebut memiliki 2 tangki bahan bakar. Tangki khusus biodiesel diinsulasi dan koil pemanas menggunakan pendingin mesin yang mengalir melalui tangki. Ketika sensor temperatur mengindikasikan bahwa bahan bakar sudah cukup hangat, pengendara merubah posisi katup dari tangki petrodiesel ke tangki biodiesel. Metode inipun dapat digunakan pada bahan baku minyak nabati lainnya.

Terkontaminasi dengan air

Biodiesel dimungkinkan dapat mengandung sedikit air. Meskipun biodiesel ini bersifat hidrofob (tidak bercampur dengan air), biodiesel juga dapat di bersifat higroskopik saat titik kelembapan atmosfir jenuh; salah satu alasan biodiesel dapat menyerap air adalah ikatan mono dan digliserida menunda reaksi tak sempurna. Molekul ini dapat bertindak sebagai pengemulsi, menjadikan air bercampur dengan biodiesel. Sebagai tambahan, air dapat menjadi residu pada tahap prosesing atau hasil akhir yang terkondensasi  ditangki penyimpanan. Keberadaan air dapat menjadi masalah utama dikarenakan:

  • Air dapat mengurangi pemasan saat pembakaran dari tempat bahan bakar. Yang berakibat mesin sulit dinyalakan, berasap serta  kurang bertenaga.

  • Air dapat menyebabkan korosi pada sistem komponen vital bahan bakar seperti: pompa bahan bakar, pompa injektor,dll.

  • Air & mikroba menyebabkan elemen penyaring kertas di sistem gagal (membusuk) yang mana mengakibatkan kerusakan pada pompa saat proses penguraian partikel besar.

  • Air dingin dapat membentuk kristal es mendekati 0 °C (32 °F). Kristal ini dapat menjadi area penyatuan dan penggumpalan pada residu bahan bakar.

  • Air mempercepat pertumbuhan koloni mikroba, dimana dapat menyumbat sistem bahan bakar.

  • Air dapat melubangi piston di mesin diesel.

Sebelumnya kontaminasi sejumlah air pada biodiesel sulit diukur dengan mengunakan sampel ketika air dan minyak terpisah. Meskipun demikian, sangat memungkinkan mengukur kadar air dengan menggunakan sensor air dalam minyak.

Latar Belakang Sejarah

Transesterifikasi minyak sayur dilakukan pada awal 1853 oleh ilmuwan E. Duffy and J. Patrick, pada tahun sebelumnya mesin diesel ditemukan. Adalah masin milik Rudolf Diesel's yang dijadikan model utama, sebuah mesin berukuran 10 ft (3 m) silinder besi dengan roda gaya pada bagian dasar, melaju pada saat pengoperasian pertama di Augsburg, Germany, 10 Agustus 1893. Untuk mengenang hal ini, 10 Agustus dideklarasikan sebagai Hari Biodiesel Internasional.

Rudolf Diesel mendemonstrasikan sebuah mesin diesel yang berjalan dengan bahan bakar minyak kacang tanah (atas permintaan pemerintah Perancis) dibangun oleh French Otto Company pada saat pameran dunia di Paris, Perancis pada tahun 1900. Mesin ini mendapatkan harga tertinggi.

Mesin ini dijadikan prototipe Diesel's vision karena menggunakan tenaga minyak kacang tanah. Sebuah bahan bakar yang bukan termasuk biodiesel, karena tidak diproses secara transesterifikasi. Dia percaya bahwa penggunaan bahan bakar dengan biomassa merupakan mesin masa depan. Pada tahun 1912 pidato Diesel mengatakan, "penggunaan minyak nabati untuk bahan bakar mesin terlihat tidak menarik pada saat ini, akan tetapi menjadi hal yang sangat penting setara dengan petroleum dan produk batubara di masa depan."

Pada tahun 1920an, perusahaan mesin diesel mengutamakan pembuatan mesin dengan petrodiesel sebagai bahan bakar utama yang memiliki viskositas rendah (berbahan bakar fosil), dibandingkan mesin untuk bahan bakar nabati. Industri petroleum dapat menentukan harga dipasar bahan bakar karena bahan bakar fosil lebih murah dari bahan bakar alternatif. Pada akhirnyanya, persaingan ini hampir menyebabkan infrastruktur produksi bahan bakar nabati hancur. Namun akhir akhir ini, karena terkait dampak lingkungan serta menurunnya harga bahan bakar nabati, bahan bakar nabati semakin diminati.

Disamping itu, ketertarikan penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar dalam pembakaran internal mesin dilaporkan oleh beberapa Negara pada tahun 1920an dan 1930an serta pada akhir perang dunia ke-II. Belgia, Perancis, Itali, Inggris, Portugal, Jerman, Brazil, Argentina, Jepang dan Cina telah melaporkan pengujian serta penggunaan minyak nabati sebagai bahan bahan bakar diesel pada masa ini. Beberapa masalah terjadi karena tingkat viskositas minyak nabati yang tinggi dibandingkan dengan petroleum, yang mana menghasilkan kekurangan dalam atomisasi bahan bakar saat penyemprotan bahan bakar serta sering meninggalkan kerak pada injektor, ruang pembakaran dan katup. Untuk mengatasi masalah ini dilakukan pemanasan minyak nabati, pencampuran dengan petroleum, pirolisis serta pemecahan minyak

Pada tanggal  31 Agustus 1937, G. Chavanne di University Brussels (Belgia) meluluskan paten untuk "Prosedur transformasi minyak nabati yang digunakan sebagai bahan bakar " Belgia Patent 422,877. Hak paten ini menggambarkan alkoholisis (sering mengacu pada transesterifikasi) pada minyak nabati dengan menggunakan metanol dan etanol untuk memisahkan asam lemak dari gliserol dengan cara mengganti gliserol menjadi rantai pendek alkohol. Hal ini dikenal sebagai biodiesel.

Tahun 1977, ilmuwan Brazil Expedito Parente memproduksi biodiesel menggunakan transesterifikasi dengan etanol, dan diberi paten untuk proses yang sama. Proses ini diklasifikasikan sebagai biodiesel dengan aturan international, hasil perundingan "standardisasi identitas dan qualitas”. Tidak ada yang mengusulkan biofuel yang disahkan untuk industri motor. Saat ini, Perusahaan Parente's Tecbio yang bekerja sama dengan Boeing and NASA memberikan sertifikasi untuk biokerosene, produk lain serta dipatenkan oleh ilmuwan Brazil.

Penelitian menggunakan transesterifikasi minyak bunga matahari dan penyulingan menjadi standard bahan bakar diesel, dilakukan di Afrika selatan pada tahun 1979. Tahun 1983, proses untuk memproduksi bahan bakar berkualitas, uji coba mesin untuk biodiesel telah rampung dan dipublikasikan kepada dunia international. Perusahaan Austria, Gaskoks, memperoleh teknologi dari insinyur pertanian Africa selatan; perusahaan tersebut untuk pertama kalinya menjadi pabrik percontohan pada November 1987, dan berproduksi dalam skala industry pada April 1989 (dengan kapasitas 30,000 ton kanola per tahun).

Sepanjang tahun 1990an, pabrik didirikan diberbagai negara Eropa termasuk Republic Ceko, Jerman dan Swedia. Perancis meluncurkan produksi lokal bahan bakar biodiesel dari minyak kanola (mengacu pada produk diester), dimana mencampurkan petrodiesel sebanyak 5%, dan digunakan pada perusahaan penerbangan sebanyak 30% (untuk penerbangan publik). Renault, Peugeot dan perusahaan lain mensertifikasi mesin truk untuk digunakan dari pencampuran bahan bakar biodiesel; uji coba dilakukan dengan 50% biodiesel dapat berjalan mulus. Pada periode yang sama, produksi biodiesel mulai meningkat starting up di tahun 1998, “The Austrian Biofuels Institute” telah mengidentifikasikan 21 negara dengan proyek biodiesel komersial. 100% Biodiesel sudah tersedia distasiun pengisian bahan bakar di Eropa.

Pada September 2005, Minnesota menjadi negara bagian pertama di Amerika yang dimandatkan bahwa semua bahan bakar diesel dijual dengan campuran biodiesel minimal kandungan 2% biodiesel.

Sumber : Anonym, Biodiesel, http://en.wikipedia.org, 05-05-2008

Created by : Dwi Yudianto ( Teknologi Industri Pertanian UNIB )

Pengasuh   : Ir.Budiyanto,M.Sc

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun