Mohon tunggu...
Dwiyana Wika Rini
Dwiyana Wika Rini Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswi Mercu Buana-41522110026-Prodi TI

Dosen pengampuh Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak, mata kuliah Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB Sabtu 17:30 - 18:40 (VE-014), jurusan teknik informatika

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

TB1 - Aplikasi Etika Deontologis Kantian untuk Pencegahan Korupsi di Indonesia

21 Juli 2024   11:06 Diperbarui: 21 Juli 2024   11:29 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prinsip universalitas mengatakan bahwa setiap upaya untuk mencegah korupsi harus dinilai berdasarkan apakah itu dapat diterima jika dilakukan oleh semua orang. Misalnya, jika korupsi dalam bentuk suap, penggelapan, atau penyalahgunaan kekuasaan tersebar luas, sistem pemerintahan akan runtuh karena hilangnya integritas dan kepercayaan publik.

Sistem itu sendiri tidak akan berfungsi dengan baik jika setiap anggota sistem terlibat dalam praktik korupsi. Hal ini akan menyebabkan kekacauan, ketidakadilan, dan penurunan kualitas layanan publik. Karena itu, prinsip korupsi tidak dapat diterima secara universal karena akan menimbulkan konflik dan merusak struktur sosial yang seharusnya aman.

2. Prinsip Manusia sebagai Tujuan

Penggunaan orang lain untuk mencapai tujuan pribadi biasanya disebut korupsi. Misalnya, seorang pejabat yang menerima suap memanfaatkan pemberi suap untuk keuntungan pribadi, mengabaikan hak dan kepentingan umum. Prinsip Kantian mengatakan bahwa setiap orang harus diperlakukan sebagai tujuan akhir, bukan sebagai alat. Tindakan seperti ini bertentangan dengan prinsip ini.

Dalam situasi ini, korupsi berdampak negatif pada masyarakat secara keseluruhan, bukan hanya individu yang terlibat secara langsung. Salah satu pelanggaran terbesar terhadap martabat manusia adalah menggunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi dengan mengorbankan kepentingan umum. Oleh karena itu, korupsi bertentangan dengan prinsip bahwa setiap orang harus dihormati dan diperlakukan sebagai tujuan mereka sendiri daripada sebagai cara untuk mencapai tujuan orang lain.


3. Implementasi Prinsip-prinsip Kantian dalam Praktik Pencegahan Korupsi

Setiap bentuk korupsi dapat dievaluasi dan dicegah dengan menerapkan kedua prinsip ini. Penting bagi pegawai negeri dan pejabat publik untuk bertindak berdasarkan kewajiban moral mereka untuk menjaga integritas dan kepercayaan publik, seperti yang digariskan oleh prinsip-prinsip ini. Selain itu, meningkatkan pendidikan etika dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya integritas moral dapat membantu membangun budaya anti-korupsi di Indonesia.

1. Pendidikan Etika dan Kesadaran Moral: Pendidikan etika harus diterapkan di semua tingkat pendidikan dan pelatihan profesional untuk mencegah korupsi. Dimulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, serta pelatihan khusus bagi pegawai negeri dan pejabat publik, pendidikan etika dapat membantu orang memahami pentingnya integritas dan tanggung jawab moral dalam kehidupan sehari-hari dan pekerjaan mereka.

2. Reformasi Sistemik dan Penegakan Hukum: Selain pendidikan, reformasi sistemik diperlukan untuk memperkuat sistem pencegahan korupsi. Meningkatkan transparansi pemerintahan, meningkatkan pengawasan dan akuntabilitas, dan menjamin penegakan hukum yang tegas terhadap mereka yang melakukan korupsi adalah beberapa contohnya. Penegakan hukum yang konsisten dan adil akan menimbulkan rasa jera dan menunjukkan bahwa korupsi dalam sistem pemerintahan tidak dapat diterima.

3. Pengawasan dan Transparansi: Untuk menghindari korupsi, proses administrasi publik harus transparan. Ini dapat dicapai dengan memberikan informasi tentang pengadaan, keputusan kebijakan, dan pengeluaran anggaran kepada masyarakat umum. Pengawasan independen juga diperlukan untuk memantau dan mengevaluasi kinerja pemerintah dan memastikan bahwa kekuasaan tidak disalahgunakan.


4. Membangun Budaya Anti-Korupsi

Untuk menerapkan etika deontologis Kantian, tidak hanya perubahan individu yang diperlukan, tetapi juga perubahan yang dilakukan secara keseluruhan. Untuk mencapai hal ini, transparansi yang lebih besar, penegakan hukum yang kuat, dan pengawasan yang lebih baik diperlukan. Publikasi yang terbuka tentang keputusan kebijakan, pengadaan, dan anggaran dapat meningkatkan transparansi. Untuk memastikan bahwa mereka yang melakukan korupsi mendapatkan hukuman yang sesuai, memberikan efek jera, dan menunjukkan bahwa korupsi tidak dapat ditoleransi, penegakan hukum yang tegas diperlukan. Selain itu, pengawasan yang efektif dari lembaga independen sangat penting untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan yang tidak diketahui dan tanpa tindakan hukum yang tepat. Indonesia memiliki kemampuan untuk meningkatkan upaya pencegahan korupsi dan membangun sistem yang lebih adil dan berintegritas jika etika deontologis dimasukkan ke dalam kebijakan publik dan praktik pemerintahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun