Akhir-akhir ini Jumi merasa ada yang aneh dengan Luki suaminya. Saat pulang kerja Luki seperti salah tingkah karena terlambat pulang. Ketika ditanya Luki malah berlalu begitu saja.
Setelah makan malam Luki rehat sebentar sambil nongkrong di depan televisi. Jumi turut menemani sambil bertanya dalam hati, kenapa ya..belakangan ini tingkah suamiku aneh?. Belum hilang rasa penasaran Jumi, Luki malah pergi kekamar tanpa berbicara sepatah kata.
Jumi mengikuti Luki dari belakang menuju kamar mereka . Lalu melalang buana dengan imajinasinya. Mungkinkah suamiku diam-diam main hati dengan wanita lain. Atau suamiku sudah tak setia lagi seperti janjinya saat mengikat janji sehidup semati. Jumi pun lelah ketiduran seraya membawa seribu tanya yang belum terjawab.
Didalam mimpi,Jumi mengigau memanggil nama seseorang. Nama itu indah, seindah senyumnya saat memperkenalkan diri dengan nama Melati. Wanita didalam mimpinya ini berpesan agar menjaga hati dan pikiran suaminya. Janganlah su’uzon, senyum dan sambutlah dengan cinta dan kasih sayangmu. Lalu wanita itu pergi dengan meninggalkan bayang putih yang bersinar. Jumi memanggil dengan suara serak seraya menahan haru, siapakah wanita itu? Mungkinkah dia wanita yang selalu menggoda suaminya akhir-akhir ini ? Jumi melambai-lambai tangan hendak menahan langkah wanita itu, tapi sia-sia karena suaranya semakin menghilang ditelan angin berhembus pada dinginnya malam.
“Jum, Jumi...bangun-bangun, kamu mimpi ya?” tanya Luki membuyarkan mimpi sang istri.
Jumi terengah-engah bingung sambil menatap redup suaminya. “iya mas aku mimpi aneh, aku didatangi seorang wanita yang mengaku bernama Melati, siapa sih dia ?”
“lha...mana aku tahu, emang aku kenal sama wanita dalam mimpimu itu...!”
Jumi bertanya-tanya dalam hati, betulkah suaminya tidak tahu wanita itu, atau hanya hiasan mimpi belaka. Tapi tak urung mimpinya ini sangat menganggu pikirannnya.
***
Hari-hari yang dilalui Jumi setelah bermimpi aneh itu selalu bermenung dan merenung. Dia berusaha untuk mereka-reka apa makna dari mimpinya itu. Dia mengingat tentang masalah dan hal-hal yang membuat hubungan dengan suaminya berkurang kemesraan antara mereka berdua .
Semuanya berawal dari keterlambatan Luki pulang kerja.
“Dari mana aja mas, kok pulangnya kemalaman?”
“Macet dijalan Jum” hanya itu jawaban singkat dari Luki.
Jumi hendak bertanya lagi, tapi Luki udah keburu masuk keruang kerjanya. Biasanya kalau sang suami langsung keruang kerjanya untuk sesaat udah tidak bisa diganggu,Jumi dari dulu udah paham betul kebiasaaan suaminya itu.
Seperti biasa Jumi setiap pagi selalu menyiapkan sarapan buat keluarganya, suami dan kedua putrinya yang masih balita. Saat membawakan secangkir kopi keruang makan, Luki sudah hendak berangkat kerja.
“Minum kopinya dulu mas” sapa Jumi pada Luki.
“Nggak usah, aku sarapan dikantor aja” jawab Luki sambil berlalu pergi.
Jumi sedih, apa salah aku mas, mungkinkah karena pergi pekan lalu aku nggak pamit padamu sehingga kamu marah ? Pikir Jumi dalam hati.
Sepekan yang lalu dia pergi tanpa pamit pada Luki saat menjenguk ibunya yang sedang dirawat dirumah sakit. Karena saking cemas dan khawatirnya, dia lupa meminta izin dan kembalinya dari rumah sakit barulah dia ingat memberi kabar Luki lewat telfon selulernya.
“Oh my good...! mungkin itukah yang membuat Luki berubah akhir-akhir ini?” Jumi seakan tersentak dari lamunan yang panjang. Aku harus meminta maaf pada suamiku jika nantinya dia pulang kerja.
Sore harinya, Jumi sudah berdandan cantik dan lebih wangi dari biasanya. Dia akan menyambut Luki dengan senyum riang penuh cinta dan kerinduan akan pelukan suami tercinta. Namun yang dinanti-nanti belum juga datang hingga jam sepuluh malam. Saat mata mulai diserang kantuk yang menderanya, sayup-sayup dia mendengar ketukan pintu depan rumahnya.
Jumi beranjak membukakan pintu. Dia melihat Luki terluka dibagian tangan kirinya. Jumi kaget ada apa gerangan suaminya saat ini. Tidak biasanya Luki mengalami luka yang cukup serius. Jumi menuntun Luki kedalam kamar, dan membaringkan tubuh lelah suaminya. Dia membersihkan luka suaminya dengan perawatan cinta dan kasih sayang. Jumi menyelimuti suaminya sambil mencium mesra.
“Kenapa sampai luka begini mas” tanya Jumi dengan khawatir.
“Nggak kenapa-napa Jum. Tadi aku diserang oleh dua orang preman yang mau merampas laptop yang aku sandangdipundakku, saat motor yang aku kendarai dengan slow di gang ujung sana, tapi aku cukup tangkas dan berhasil meloloskan diri, meski luka begini”
“Syukurlah mas, Allah selalu melindungi kita hingga mas selamat sampai dirumah, trimakasih ya Allah...” ucap Jumi dengan nafas lega.
“Maafkan aku ya mas, aku khilaf menafsirkan sikapmu akhir-akhir ini, aku memang salah “
“Bukan Jum, kamu nggak bersalah, cuma aku saja yang nggak bisa menerima kekuranganku. Kekurangan dalam memahami rasa kekhawatiranmu pada ibumu. Hingga aku tidak mengikhlaskan engkau pergi tanpa pamit. Maksud hatiku, andaikan saja kamu bisa menungguku sampai pulang kantor, kita bisa pergi bareng-bareng menengok ibumu yang sedang dirawat di rumah sakit, itu saja Jum” papar suami Jumi.
“Sekali lagi maafkan aku mas, aku berjanji akan menjaga perasaanmu dan menjaga kasih cinta kita dari segala duri yang yang menghalangi bahtera rumahtangga kita mas”Jumi berkata lirih.
(Setiapwanita yang telah berumahtangga, walau dalam ‘sikon’ apapun hendaknyasaling komunikasibersama suami karena ridho Allah terletak pada ridho suami yangmerupakan syurganya wanita).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H