Seperti biasa,  sepulang sekolah aku langsung kedapur, tanpa menukar seragam sekolahan terlebih dahulu dan bertanya pada nenek, apa yang sedang dimasak hari ini.
Rupanya nenek belum kelar memasak, padahal cacing di perut sudah mengamuk minta diisi makanan. " Nek, lama lagi nggak masaknya, perutku udah keroncongan nih?" tanyaku pada  nenek. "sabar nak, ntar lagi juga masak kok" jawab nenekku.
Sambil menunggu nenekku siap masak, lebih baik aku ganti pakaian seragam dulu, dan tidur-tiduran melepaskan kepenatan sehabis pulang sekolah.
Tapi yang namanya perut yang keroncongan nggak bisa diajak kompromi lagi. Â Aku mutar-mutar mengelilingi meja makan dan ruangan dapur, mana tahu nanti ada terselip makanan, yang bisa buat mengganjal perut yang lapar. "Aduh, kok nggak ada sih", pikirku. Lalu aku periksa lemari es, juga nggak ada.
Diakhir pencarianku, tiba-tiba aku melihat ada bungkusan yang merupai daun pisang sebanyak dua bungkus dalam  mangkok yang diletak dekat lemari es.
Karena penasaran, aku membuka bungkusan yang terlilit daun pisang. Wow...rupanya ada nih yang mau dimakan, girang hatiku. Makanan yang dibungkus daun pisang ini, kalau didaerahku namanya lepat "Naga Sari".
Saking laparnya, kedua bungkus lepat ini habis saya lahap tanpa pikir panjang siapa yang punya lepat "naga sari". Baru lega rasanya, karena perut yang keroncongan tadi sudah diam dan tak mengamuk lagi.
Keisenganku tidak habis sampai sisitu, bungkus lepat kosong yang telah aku makan tadi, lalu aku bungkus lagi dengan berisikan nasi putih.  Aku membungkus lepat naga sari tadi dengan rapi  dengan menggunakan daun pisang, lalu aku letak lagi ditempat semula, seolah-olah lepat naga sari tadi masih utuh.
Tiba-tiba pintu rumahku diketok dari luar. Aku menuju pintu dan melihat adikku yang baru pulang pula dari sekolah.
Sama seperti aku, adikku pun merasa lapar dan bertanya padaku, "apakah kakak sudah makan?". "Belum dek" jawabku. "Tadi aku ada beli lepat 'Naga Sari', aku letak disini", kataku adikku sambil menunjuk didekat lemari es. Tapi alangkah terkejutnya adikku, karena lepat 'naga sari' yang dicarinya sudah berganti dengan nasi putih. "Loohh! kok lepatnya habis, diganti lagi dengan nasi putih.  Siapa sih, yang punya kerjaan?", tanya adikku melotot.
Aku kaget, rupanya lepat yang aku makan tadi adalah milik adikkku. Bagus aku pura-pura tidak tahu aja,pikirku.
Karena ditanya adikku, aku diam dan seolah-olah tidak tahu apa-apa, muncul kecurigaan adikku.
Naah.., ini pasti kakak yang ngambil ya lepat aku?
Nggak.., nggak kok jawab aku!
Habis siapa lagi yang ngambil, yang pulang duluan kan kakak, kata adikku.
Karena merasa ketahuan, akhirnya aku pergi diam-diam dengan pasang langkah seribu, dan aku lari keluar rumah. Melihat aku lari, adikku marah dan mengejarku.
Ini adalah sipat adikku, kalau dia marah, dia tidak akan pernah melepaskan begitu saja. Siapa saja yang membuatnya marah dan jengkel, orang itu harus dapat hukuman, walau hanya sebuah cubitan.
Akhirnya aku  ngalah, tidak kuat lagi lari dan berhenti dengan nafas yang megap-megap. "Maaf deh, memang kakak yang salah, kakak yang telah memakan lepat itu " kataku memohon maaf pada adikku.
Iya deh aku maafkan kakak, lain kali jangan diulang lagi ya kak, "kata adikku.
Terimakasih ya dik, aku telah membuatmu marah dan kecewa karena tingkahku. Aku berjanji tidak akan mengulang kembali keusilan yang tak berguna dan menghabiskan waktu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H