Mohon tunggu...
Dwi UmiNurjannah
Dwi UmiNurjannah Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa uin walisongo

No Pain No Gain Work hard Pray Hard

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Broken Home terhadap Perkembangan Psikologis Anak

19 April 2021   23:14 Diperbarui: 21 April 2021   15:28 1161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dewasa ini, banyak keluarga yang rentan dengan broken home, Dilansir dari laman CNN Indonesia “catatan Kemenag :Rata-rata 300 Ribu Perceraian Tiap tahun”  Kamaruddin amin Mengatakan pihaknya mencatat rata- rata setiap tahunnya terjadi 300 ribu angka perceraian di Indonesia. Kasus ini membuktikan bahwa banyak keluarga yang mengalami broken home. Persoalan yang melatar belakangi pun semakin komplit dan faktornya tentu sangat berfariasi sesuai dengan kondisi yang dihadapi oleh masing-masing keluarga, namun persoalan broken home bisa dibahas dan dianalisis berdasarkan berbagai pandangan(Muklhis,2015). 

Menurut Prasetyo(dalam imron dan bagus,2019) Broken artinya”Kehancuran”, sedangkan Home artinya”Rumah”.Broken home mempunyai arti bahwa adanya kehancuran  yang ada di dalam rumah tangga yang disebabkan oleh kedua suami istri  mengalami perbedaan pendapat. Adapun kasus yang memaparkan bahwa seorang anak broken home yang mana ia mengetahui perselingkuhan yang dialami ibunya dan ia tidak mendapatkan perhatian dari orang tua yang ia miliki serta ia dan kakaknya sering mendapatkan perlakuan kasar dari ayah tirinya. Pernikahan kedua dari ibunya ini sangat berdampak juga pada pendidikannya(kompassiana,2021). Hal ini perlu adanya penanganan agar tidak ada dampak buruk yang terjadi pada perkembangan psikologis anak. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang dimiliki seorang anak yang seharusnya memiliki peran penting terhadap perkembangan anak.

Keluarga merupakan suatu kelompok manusia yang hidup bersama dengan hubungan darah atau ikatan pernikahan. Berdasarkan Undang-undang No. 52 Tahun 2009 mengenai perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga, Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami dan istri, suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya saja”(Desi dan nailul ,2019). 

Anak merupakan salah satu modal dasar yang sangat berharga untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Seorang anak adalah cikal bakal generasi penerus bangsa yang kelak membangun bangsa Indonesia menjadi maju dan tidak tertinggal dari bangsa-bangsa lain. karena Masa depan negeri ada pada tangan anak penerus bangsa. Menurut Soedarjito (dalam putri,2014) keluarga merupakan pusat pendidikan pertama yang dikenal oleh anak, keluarga mempunyai peran yang penting mensosialisasikan adat istiadat, kebiasaan, moral, peraturan, nilai-nilai, atau tata cara kehidupan. 

Keluarga adalah kesatuan lingkungan sosial yang pertama bagi anak dan tempat anak untuk mendapatkan perlindungan, cinta dan kasih sayang serta rasa aman. Jika dalam keluarga terjadi kesenjangan atau kerenggangan hubungan hal ini perlu diimbangi dengan kualitas dan intensitas hubungan sehingga ketidakberadaan ayah atau ibu tetap dirasakan kehadirannya dan dihayati secara psikologis.

Berdasarkan Uraian Problematika diatas yang telah dipaparkan tidak dapat dipungkiri keretakan yang terjadi diantara kedua orangtuanya menjadi salah satu masalah yang berat bagi anak dan dapat berpengaruh pada semua aspek kehidupannya termasuk juga perkembangan psikologis anak. Maka pembahasan ini menarik untuk dibahas mengenai pengaruhnya terhadap perkembangan psikologis anak yang sangat menggelisahkan.

Broken home merupakan suatu kondisi ketidakutuhan dalam sebuah keluarga yang diakibatkan oleh beberapa faktor diantaranya perceraian atau kematian antara suami dan istri yang sudah tidak harmonis lagi dimana dari hal tersebut yang menjadi korban adalah anak mereka sendiri (imron dan bagus,2019). Menurut kardawati (dalam imron dan bagus,2019) penyebab timbulnya keluarga Broken Home yakni perpisahan atau perceraian yang terjadi pada orang tua, karena hal ini membuktikkan kehidupan suami dan istri yang sudah tidak ada lagi rasa kasih sayang dengan dasar pernikahan yang dulu telah terbina bersama dan yang kini telah tergoyah dan tidak mampu menompang dan mempertahankan keutuhan kehidupan keluarga yang baik dan harmonis. 

Dalam kasus seperti anak tidak menginginkan perpisahan yang terjadi dan hal ini menyebabkan anak berlarut-larut dalam kesedihan dan menganggu psikologisnya. Apalagi anak mendapatkan kekerasan dari pernikahan baru orangtuanya. Selanjutnya, kurang adanya komunikasi antar keluarga. Keluarga yang tidak ada hubungan komunikasi dengan baik dapat menyebabkan rasa frustasi, kecewa dan rasa jengkel dalam jiwa anak-anak. Hal ini biasanya terjadi ketika kedua orang tua sudah tidak lagi bersama dan sering dirasakan oleh anak-anak Broken Home.

Faktor yang menyebabkan broken home bisa dari faktor intern dan ekstern. Akan tetapi, masalah ekstern tidak akan terjadi apabila factor intern bisa diatasi. 

Penyebabnya yaitu  yang Pertama, komunikasi dalam keluarga memiliki peran penting sebagai informasi atas apa saja yang akan dan telah terjadi. Kedua, Sikap egosentri yang dimiliki oleh orang tua pasti berpengaruh terhadap keutuhan keluarga. Egosentris merupakan sifat yang mementingkan diri sendiri apabila suami dan istri mempunyai sifat tidak saling pengertian dan tidak saling mengalah maka dapat terjadi timbulnya broken home. Selain itu dapat juga berpengaruh pada perkembangan psikologis anak, Apalagi mereka mendengar pertengkaran yang terjadi pada orang tunya. 

Ketiga, faktor ekonomi memiliki pengaruh pada keharmonisan rumah tangga. Kemiskinan dapat menjadi salah satu faktor penyebab broken home yang diawali dengan percekcokan, pertikaian yang dialami antara suami dan istri dari persoalan ekonomi. Keempat, kesibukan dan rendahnya pemahaman serta pendidikan. Kesibukan dari kedua orang tua juga menjadi pemicu apalagi ketika pulang terlaru larut malam karena Kata sibuk merupakan kata-kata yang paling sering diucapkan ketika tidak bisa menghadiri atau menjumpai situasi tertentu. Dengan tiadanya saling pengertian, saling memahami dan saling percaya akan terjadi konflik terus-menerus yang dapat berujung pada berakhirnya ikatan dalam rumah tangga. Yang terakhir adanya gangguan pihak ketiga, apabila karena pihak ketiga menimbulkan adanya rasa kecemburuan antar pasangan sehingga muncul krisis kepercayaan (trust). (imron dan bagus,2019).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun