Mohon tunggu...
Dwitho Frasetiandy
Dwitho Frasetiandy Mohon Tunggu... -

Juru Bicara dan Juru Ketik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Efektivitas Fatwa Haram MUI Kalsel Bagi Perusak Lingkungan

30 Maret 2011   14:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:17 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dan Allah telah menjadikan sumber daya alam dan lingkungan sebagai daya dukung lingkungan bagi kehidupan manusia. Yang demikian hanya ditangkap oleh orang-orang yang memiliki daya nalar memadai” (QS. Al Jaatsiyah ayat 13).

Kutipan ayat suci al-quran diatas dalam penafsiran sederhana saya jelas-jelas memerintahkan kita sebagai umat manusia untuk menggunakan akal pikiran kita dalam mengelola, memanfaatkan dan menjaga kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup di muka bumi ini dengan arif dan bijaksana, bukan dengan kerakusan seperti yang terjadi sekarang.

Membicarakan permasalahan lingkungan di Kalimantan Selatan merupakan pembicaraan yang seolah tak kan ada habisnya. Sudah ratusan kali seminar, symposium, workshop, penelitian dilakukan untuk mengubah kondisi lingkungan hidup kita menjadi lebih baik lagi.

Namun ternyata itu semua tidak cukup, sampai kalangan agamawan dan alim ulama di Kalsel dan Kalimantan pada umumnya mengeluarkan sebuah fatwa haram bagi perusak lingkungan. Dan tentu saja ini menjadi sebuah angin segar bagi kita semua, bahwa permasalahan lingkungan juga sudah mendapat perhatian yang serius dari berbagai kalangan tidak terkecuali kalangan alim ulama di Kalsel. Walau hanya sebatas fatwa yang tidak memiliki hukum yang mengikat namun paling tidak ini dapat menjadi sangsi moral bagi perusak lingkungan.

Fatwa MUI Wilayah IV Kalimantan ini sendiri diterbitkan tahun 2006 di Banjarmasin dan menetapkan Fatwa tentang Illegal Logging dan Illegal Mining bahwa : Pertama, Penebangan dan penambangan yang merusak lingkungan dan merugikan masyarakat dan atau negara hukumnya haram. Kedua, Semua kegiatan dan penghasilan yang didapat dari bisnis tersebut tidak sah dan hukumnya haram, Ketiga, Penegak hukum wajib bertindak tegas sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Dan fatwa ini juga ditanda tangani oleh semua Ketua MUI Provinsi di Pulau Kalimantan. Setelah diterbitkan hampir 5 tahun lalu, sekarang bagaimana dengan efektivitas penerapan dari fatwa itu dan dampaknya bagi laju perusakan lingkungan di Kalsel?, itu lah yang kan kita bedah dan menjadi tanggung jawab moral bagi kita semua.

Untuk melihat fatwa ini kita harus melihat dari beberapa perspektif persoalan. Pertama dari tingkat substansi isunya, apakah hanya menyangkut permasalahan lingkungan yang kecil atau berdampak secara luas. Lalu, apakah itu menyangkut persoalan-persoalan yang sangat jelas atau kontroversial terutama menyangkut implikasi dari penerapan butir-butir fatwa itu. Kelebaran

(penafsiran) sangat memerlukan kebijakan tersendiri untuk berfatwa karena potensi munculnya discenting opinion, opini yang berbeda. Kedua, bagaimana dengan penerimaan publik ataupun masyarakat luas atas keberadaan fatwa ini ke depannya dan sejauh mana fatwa ini dikuti oleh umat. Tentu ini berkait dengan kondisi sistem sosial yang ada di Kalsel, di mana fatwa itu akan diberlakukan. Ini penting untuk kita lihat bersama karena aspek ini nanti juga sangat berkaitan erat dengan kredibilitas sebuah 'lembaga fatwa' yang bersangkutan. Ketiga adalah bagaimana fatwa ini disosialisasikan dan kampanye penyadartahuan yang akan dilakukan bersama di tingkat akar rumput sehingga benar-benar fatwa ini menyentuh langsung kepada masyarakat (umat) yang terdampak.

Berdasarkan beberapa indikator masukan yang saya sebutkan diatas inilah nantinya sebuah fatwa harus diuji dan dipertanggungjawabkan untuk tidak menjadi fatwa yang sia-sia ditinjau dari segala perspektif, dan menjadi sebuah fatwa yang efektif dalam menekan laju kerusakan lingkungan di Kalsel. Ketika fatwa itu memenuhibeberapa tinjauan diatas tersebut, maka tidak akan ditemui masalah. Ini fatwa yang hebat. Pada tingkat kedua, ketika secara substantif diterima, maka urusannya menjadi gerakan moral bagaimana penerimaan publik dan implementasinya perlu dibangun dan dikawal oleh kita semua dengan seksama.

Tentu indicator diatas tidak lah baku, bisa saja ketiga hal dasar perspektif diatas harus selalu kita perbaharui bersama sesuai dengan kondisi di lapangan dan terus untuk mendapatkan masukan dari berbagai pihak ketika kita ingin merumus, mengevaluasi dan mengkritisi kredibilitas fatwa ini, apapun fatwanya, termasuk fatwa MUI.

Pemanfaatan dan penyebarluasan sebuah fatwa yang telah dihasilkan hendaknya dapat mengadopsi pemikiran dan pendapat arus bawah yang terimbas secara langsung maupun tidak langsung. Dan kita yakin, sebuah keputusan bersama yang dihasilkan oleh orang banyak serta di bawah naungan majelis yang baik, akan menghasilkan sebuah keputusan yang mempunyai sebuah tujuan yang mulia yaitu cita-cita menuju lingkungan hidup di kalsel yang lebih baik dan dicita-citakan oleh masyarakat secara keseluruhan dan menjadi tugas kita semua untuk mengawalnya. Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun