Mohon tunggu...
dwita setyowati
dwita setyowati Mohon Tunggu... Lainnya - 121811433090

Gulajawa04.id

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Movie Going", Aktivitas Masyarakat Kota Atasi Penat

13 Juni 2020   02:03 Diperbarui: 15 Juni 2020   01:11 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Staf propaganda yang menyertai operasi militer, menyita seluruh perusahaan perfilman. Untuk melaksanakan kebijakan di bidang perfilman, Sendenbu pada bulan Oktober 1942 membentuk Jawa Eiga Kosha (Perusahaan Film Jawa) yang dikepalai oleh Oya Soichi.

Akibat dari propaganda yang dilakukan oleh pemerintah Jepang film dan bioskop bisa menyebar hampir di beberapa kota kerasidenan saat itu.

Kegiatan pergi menonton film ini memunculkan buadaya kota yang tidak bisa ada di wilayah desa yaitu budaya konsumtif yang tinggi.

Ali Minanto, dalam tulisan Jurnal komunikasi Universitas Islam Indonesia dengan judul Kota, Ruang, dan Politik Keseharian: Produksi dan Konsumsi Ruang Bersenang-senang dalam Geliat Yogyakarta volume 13 (2018: 42), menyatakan bahwa melalui ruang-ruang kesenangan yang dimiliki oleh kota seperti adanya pusat perbelanjaan, destinasi wisata, caf, resto, game center dan lainnya memberikan efek konsumsi yang tidak disadari oleh masyarakat kota. 

Salah satu ruang kesenangan kota yang dimaksudkan diatas adalah biskop. Bioskop di sini termasuk ke dalam ruang kesenangan kota tersebut yang dapat dibaurkan dengan identitas dan selera umum dari masyarakat kota sehingga menimbulkan masyarakat konsumtif. Kota dianggap sebagai tempat untuk mememenuhi kebutuhan baru yang dibutuhkan oleh masyarakatnya.

Salah satu yang dianggap kebutuhan baru oleh masyarakat yaitu sebuah tontonan hiburan berupa film.

Menurut Andiwi Meifiliana di dalam jurnal komunikasi Universitas Islam Blitar dengan judul Strategi Bioskop Lokal Golden Theater Kediri Dalam Mempertahankan Eksistensi volume 4 (2015: 412) bahwa film merupakan bentuk ekspresi dari publik yang ditempatkan disuatu ruang publik berupa bioskop.

Bioskop sendiri dapat diartikan sebagai infrastruktur ruang kota yang mampu membangun sebuah ide-ide dan diskusi-diskusi publik dalam level tertentu.

Berbeda dengan kota Batavia, kota Kediri diikeahui dari Jatim Times pada tanggal 23 Oktober 2018 bahwa ada salah satu pernyataaan warga kelurahan Banjaran yang memiliki hobi pergi menonton film menyatakan bahwa ada 5 bioskop yang pernah Berjaya di kota Kediri. 

Bioskop-bioskop tersebut adalah bioskop Jaya, bioskop Garuda, bioskop kencana, bioskop Sentral dan bioskop Pagora. Dari beberapa bioskop tersebut bioskop yang paling populer adalah bioskop Jaya. 

Lima bioskop tersebut Berjaya di era akhir tahun 80-an hingga tahun 90-an, menurut Andiwi Meifiliana (2015: 413) masyarakat Kediri pernah mengalami ketergantungan dalam pergi menonton film terutama komoditi film Nasional pada dekade tahun 80-an. Budaya menonton film masyarakat Kediri saat itu sungguh luar biasa dan begitu kuat dalam mengapresiasi film.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun