“Bagiku ada sesuatu yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan: dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan. Tanpa itu semua maka kita tidak lebih dari benda." - Soe Hok Gie (mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jurusan Sejarah tahun 1962–1969)
Saya datang tergopoh-gopoh memegangi tas juga name tag, sesekali keringat bercucuran ketika suara Panitia OKK UI 2012 berkali-kali berdengung di telinga saya. Saya terlambat beberapa menit dan harus diberi sedikit "pelajaran" mengenai kedisiplinan. Bisa ditebak, panita berkumpul mengelilingi barisan para mahasiswa baru yang tidak menggunakan atribut lengkap juga yang datang terlambat. Inilah kesalahan saya, juga kesalahan para mahasiswa baru yang tidak mentaati peraturan yang sudah dipublikasikan, konsekuensi yang harus kami terima— dihukum.
Tidak... tidak dengan teriakan ecek-ecek yang sok mengintimidasi, juga tidak dengan amarah yang membuncah liar seakan-akan sedang mementaskan drama untuk acara kesenian. Para panitia OKK UI 2012 memberi kami pelajaran dengan cara mereka sendiri. Suara mereka lantang, bergema, menggetarkan, namun membangun. Sejatinya, inilah yang dinamakan ospek yang bertujuan untuk membentuk karakter para mahasiswa baru yang masih berjiwa unyu-unyu dan kadang terkesan manja. Saya sangat "mensyukuri" kesalahan yang telah saya perbuat hingga mengantarkan saya pada posisi dimarahi, dihakimi, dengan cara mereka yang sungguh elegan dan berbeda. Saya membuka mata, dan inilah UI yang sesungguhnya.
Diakhir hukuman, kami mahasiswa baru yang melanggar peraturan diperintahkan untuk menyanyikan beberapa lagu yang telah dihapal. Genderang UI, beberapa lagu wajib nasional, Darah Juang dan Buruh Tani sambil mengepal jari, mengangkat tangan dengan semangat, setinggi mungkin! Dan, tahukah Anda saat itu saya merasa benar-benar melepaskan jati diri masa SMA saya yang penuh dengan rasa tak peduli? Saya tergetar, suara saya semakin lantang ketika menyanyikan lagu-lagu tersebut. Ada rasa sakit yang menyayat, ketika lirik "Mereka dirampas haknya, tergusur, dan lapar..." terucap lirih dalam bibir saya. Jika di luar sana masih banyak orang yang hidupnya tak lebih baik dari saya, mengapa dulu saya sulit mensyukuri yang telah saya genggam? Lagu ini pelan-pelan merasuki hati saya, menjalar semakin dalam melewati rongga dada, perasaan sesak semakin merajela. Seorang panitia berorasi di depan, membakar semangat para mahasiswa baru. Peristiwa itu diakhiri dengan teriakan lantang "Hidup Mahasiswa! Hidup rakyat Inodnesia!"
Akhirnya, saya dan mahasiswa baru yang lain diberi kesempatan untuk memasuki Balairung. Tempat ini tak pernah asing dari pandangan. Inilah tempat Presiden Amerika Serikat, Obhama, berpidato saat mengunjungi Indonesia. Acara sudah dimulai sejak tadi. Betapa uniknya acara ini, dikemas dengan begitu manis; menggabungkan seni dan pendidikan dengan begitu magis. Harmonis. Acara terencana begitu rapi, memerhatikan dinamika emosi yang dirasakan para mahasiswa baru. Semakin lama, acara berjalan semakin seru, semakin mantap dan meningkat.
Saya masih tercengang membayangkan perjuangan Panitia OKK UI 2012 saat merencanakan acara. Mereka juga sangat memerhatikan jam ibadah. Disediakan juga tempat dan acara bagi mahasiswa baru beragama Kristen Protestan, Kristen Khatolik, Hindu, dan Buddha untuk berkumpul bersama teman-teman seiman. Tak ada kaum minoritas yang tersingkirkan atau terabaikan, kami semua sama-sama manusia, punya derajat yang sama di mata Tuhan.
Perasaan bosan tak akan datang menghampiri. Karena, penampilan stand up comedy, beat box, orchestra UI, dan teater sastra benar-benar menghilangkan rasa jengah. Apalagi, tamu spesial tak kalah menarik. Sebagai satu-satunya kampus yang menyandang nama Indonesia sebagai nama untuk universitasnya, Panitia OKK UI 2012 mengundang Dahlan iskan (Menteri BUMN) dan Pak Raden (Pembuat acara dan tokoh Si Unyil) sebagai pembicara. Pandangan para mahasiswa baru tak pernah dilepaskan dari panggung. Sosok mengagumkan seperti Dahlan Iskan dan Pak Raden berhasil menghipnotis para mahasiswa baru untuk mendengarkan dan mengunci mulut. Sungguh tidak menyesal jika mengikuti acara dari awal sampai usai. Banyak sekali pelajaran yang dikemas dengan hangat dan segar. Bahkan, hingga saya menulis ini, saya tidak bisa melupakan perstiwa-peristiwa mengagumkan dalam OKK UI 2012.
[caption id="attachment_195724" align="aligncenter" width="300" caption="sumber: antarafoto.com"][/caption] [caption id="attachment_195725" align="aligncenter" width="300" caption="sumber: https://twitter.com/wepreventcrime"]
Di akhir acara, inilah yang paling ditunggu-tunggu. Dinamika angkatan! Detik-detik menuju pengaktifan status Ikatan Keluarga Mahasiswa Universitas Indonesia. Para mahasiswa baru diminta untuk berdiri dan merapat, kami saling bergenggaman tangan dan membuat lingkaran dari masing-masing barisan. Lampu dipadamkan, dan lilin dinyalakan. Ada suasana haru ketika beberapa petinggi seperti anggota BEM UI berorasi lantang di depan panggung. Mereka berteriak dengan suara lantang, mengepal jemari sambil meninju udara, berapi-api. Para mahasiswa baru yang menyaksikan langsung tergetar hatinya, itulah kesan pertama yang saya rasakan, ditambah lagi kami menyanyikan lagu wajib nasional Bangun Pemudi Pemuda serta lagu kebangsaan Indonesia Raya. Entah mengapa, memang berlebihan, tapi baru saat OKK UI 2012 saya mampu merasakan air mata ketika menyanyikan lagu Indonesia Raya. Seorang mahasiswi dari Fakultas MIPA juga sibuk menyeka air matanya, apa yang sebenarnya "membakar" jiwa kami?
Dilanjutkan dengan menyanyikan kembali lagu Darah Juang, Hitam Putih, Buruh Tani, Totalitas perjuangan, dan Genderang UI; kami mengepal jari jadi tinju dan mengangkat bahu. Dulu, saya selalu malu ketika harus bersikap terlalu semangat ketika berteriak "Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat Indonesia!" Tapi, saat dinamikan angkatan, saya benar-benar merasakan bebasnya berteriak tanpa rasa malu, mengepal jari serta mengangkat bahu tanpa perlu sungkan. Diakhiri dengan meneriakkan Pekik UI, para mahasiswa baru meninggalkan Balairung dengan perasaan campur aduk di dalam dadanya. Semua rasa itu berkumpul, berbaur, membentuk gugusan rasa yang sulit dijelaskan kata. OKK UI 2012, seindah gerak harmonik sempurna tanpa gaya pemulih.
Kalimat-kalimat yang membakar semangat masih terngiang di telinga saya. "Kepal jari jadi tinju! UI kampusku! Bersatu almamaterku! UI!"
Sepenggal cerita yang tak akan pernah saya lupakan, saya merasakan indahnya sebuah pilihan, UI adalah yang saya cari selama ini.
Dan saya yang sudah hampir terkubur dalam dinginnya gua pertapaan dan kegalauan, seperti menemukan lorong pelepasan menuju cahaya matahari. Universitas Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H