Siang ini saya memenuhi kebutuhan asupan tubuh makan di sebuah warung di belakang sekolah menengah terbaik di Jakarta yang mungkin menjadi sekolah terbaik negeri ini.
Letak tempat makan itu persis menempel pada pagar sekolah bernomor lebih dari seratus, lokasi jalan perumahan yang biasa jadi tempat parkir penjemput anak-anak berotak encer.
Ketika sedang asik menikmati menu pilihan datanglah sekelompok anak berseragam putih biru, mereka memesan makanan sambil bercengkerama dan sering sekali bertukar ucapan "anjing", "goblog", "bego", bahkan "ngenxxx".
Panas terasa kuping saya mendengar ucapan remaja-remaja harapan bangsa, ini masalah pendidikan berbahasa atau pendidikan karakter?
Bagaimanakah pendidikan dan pengajaran bahasa Indonesia di sekolah? Andai sejak di sekolah dasar murid dibiasakan bertutur kata yang baik harusnya saat remaja mereka jadi terbiasa bertutur kata yang baik.
Jika kebiasaan berkata buruk itu diakibatkan pergaulan di luar rumah dengan rekan sebaya? Atau dibentuk oleh kebiasaan berkomunikasi di rumah dengan kata-kata yang buruk?.
Menteri Pendidikan tampaknya harus mendorong perubahan metode atau model pembelajaran bahasa sehingga terbentuk warga negara yang biasa bertutur kata baik dan sopan.
Di ranah pergaulan remaja di luar sekolah dan di luar rumah, siapakah yang bertanggung jawab atau peduli saat rakyat saling berbicara dengan bahasa buruk atau tak sopan.
Di keluarga, adakah yang bisa mengambil peran atau peduli jika budaya komunikasi di keluarga itu sangat buruk, terbiasa menggunakan kata-kata buruk.
Saat saya posting artikel ini, di radio terdengar berita menteri pendidikan negeri ini sedang mengusahakan bahasa Indonesia menjadi bahasa pengantar regional negara-negara ASEAN, memurut anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H