Mohon tunggu...
Dwi sulistianingsih.
Dwi sulistianingsih. Mohon Tunggu... Guru - Sang pemimpi

Pecinta Karya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Roda Kehidupan

9 Oktober 2017   10:35 Diperbarui: 9 Oktober 2017   10:59 3597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Roda  kehidupan

Ketika bumi berputar

Tiada insan sanggup menghentikanya

Ketika langkah salah berpijak

Tiada hati mau membantunya

Mereka hanya memandang penuh hinaan

Terasa kalbu ini rapuh tak terelakan

Bak istana pasir kecil di tepi pantai

                                                                                                       Hancur porak poranda

Ketika ombak kecil membelainya

Begitulah kalbu ini tengah merasa

Begitu berat memendam cerita

Ingin ku ungkapkan pada semua

Betapa sesak rasa dalam dada

Terasa jiwa membeku olehnya

Airmata iringi isakan perih terasa

Lukiskan hati penuh derita

N

amaku  Milenia teman-teman ku kerap menyapa ku dengan sebutan Nia ,umur ku 16 tahun,aku anak ke dua dari tiga bersaudara. Aku memiliki seorang kakak laki-laki dan adik laki --laki. Mereka semua menyayangiku. Kami hidup dalam keluarga yang sederhana,Kini aku bersekolah di tingkat sma kelas 11. Aku memiliki begitu banyak mimpi yang ingin ku capai.

          Aku akan memulai cerita ini sejak aku kecil. Aku hidup dan besar di desa ku ini, aku melewati banyak masa di desa ini, suka duka kami lalui bersama. Aku teringat masa-masa kecil ku , dulu keluargaku tidak seperti sekarang ini, dulu hidup kami penuh dengan derita. Dulu aku berfikir bahwa orang -orang di sekitarku adalah keluargaku, saat aku masih kecil entah saat itu aku berumur berapa tahun aku tidak terlalu mengingatnya, tapi yang aku ingat pada saat itu aku hanyalah seorang anak perempuan yang menginginkan dapat  memiliki teman selakyaknya mereka. Dulu aku hanya berfikir bermain ,teman , dan menyenagkan.       

Tapi itu tidaklah terjadi padaku, aku tidak memilki semua itu , bermain,teman dan menyenangkan aku tidak dapatkan semua itu aku dikucilkan oleh mereka, aku ingin bermain dengan teman-teman yang ku anggap teman tetapi mereka sama sekali tidak pernah menganggap ku teman mereka , aku hanya bingung pada saat itu mengapa mereka tidak mau bermain dengan ku? 

Apa salah ku pada mereka ?maka aku pulang dan bermain dengan kakak ku, lalu di suatu hari aku masih berusaha mendapatkan teman bermain, aku berkunjung ke rumah tetangga ku yang tengah berkumpul dan teman teman sebayaku pun ada di sana jadi aku merasa ingin bergabunga dengan mereka, tapi sepertinya mereka juga masih mengacuhkan ku, dan aku hanya bertanya dalam hati mengapa mereka mengacuhkan ku seolah olah aku tidak ada di sana, padahal aku tepat di sebelah mereka. 

Saat mereka bercanda denagn para orang tua mengapa orang tua mereka pun juga tidak ada yang memperdulikan ku dan sama sekali tidak mengajaku bercanda, apa yang sebenarnya terjadi? Dan apa yang salah dari diriku? 

Apa yang salah dari keluargaku? Dan apa yang membuat mereka mengacuhkan ku , apakah keluargaku peranah berbuat dosa besar pada mereka semua?.... kadang aku menangis dalam benat ku...sambil terus bertanya ...apa yang terjadi sebenarnya?...

            Aku  lewati hari ku diiringi oleh pertanyaan ku yang belum terjawab.

Pagi sedikit mendung  awan ab-abu  menyelimuti desaku,tapi itu tak menghalangi rutinitas yang biasa orang-orang lakukan di desaa ini , tak lain pula gerimis dan mendung takan halangi niatku untuk menuntut ilmu. Seperti biasa jam seperti ini aku suadah rapih dengan seragam biru abu- abu dan dasi abu-abu lengkap. Ini adalah hari senin hari baru bagi semua orang dengan mimpi yanng baru juga,aku kenakan jas hujan untuk melindungi ku dari terpaan gerimis yang tak kunjung reda. 

Dan ibuku menyiapakan bekal makan siangku dan meletakanya ke dalam tas.  Ibu kawatir jika aku kelaparan disekolah jadi setiap pagi ibu selalu ingat untuk menyiapkan bekal makan siang untuk ku, meskipun hanya dengan sayur kangkung dan tempe goreng tapi aku tak pernah tak habis memakanya, karena aku sadar  aku tak dapat menuntut lebih karena aku tau akan kondisi  ekonomi keluargaku.  Aku segera berpamitan pada ibu ku dan pergi kesekolah.

            Waktu terus berjalan,Aku terus berjalan dalam keadaan ini, aku mulai sedikit mengerti dan memahami tentang apa yang tengah terjadi. Aku terus berusaha memeahami keadaan.

Dan akhirnyaKini aku telah tau jawaban dari setiap pertanyaan ku....bawa itu semua terjadi karena keluarga kami MISKIN ...itulah jawaban dari semua pertanyaanku selama ini.

Tenyata ukuran mereka mencari teman adalah mereka yang memiliki uang dan kedudukan , ukuran mereka menjadikan seseorang sebagai teman adalah uang mereka yang memiliki uang maka dialah yang patut di jadikan teman dan yang tak memiliki uang tak perlu mereka jadikan tema, betapa menyakitkan bila ku teringat dengan masa pilu ini. 

Hingga ketika ingatan itu  melintas ku tak dapat menahan airmata agar tak menetes. Rasa ingin balas dendam pun sempat terlintas dalam fikiran ku,yang hadir karena rasa tertekan yang terus menerus. Hari demi hari kehidupan ekonomi keluargaa kami mulai berubah ,ini karena usaha keras oarangtua kami yang tak pernah putus asa, pantang menyerah  melewati berbagai cobaan hingga akhirnya kami mulai di lihat , dan roda kehidupan pun berputar  mereka yang dulu orang terhormat kini jatuh satu persatu dengan masalah mereka masing masing. 

Tapi aku sadar bahwa balas dendam bukan lah hal yang baik dan itu adalah hal yang paling di benci oleh sang maha kuasa. Tapi setiap luka yanga dalam  pasti meninggalkan bekas, meskipun aku berusaha melupakan hal itu tapi ibarat luka dalam daging yang terkorek kembali, dan membuat ku menangis menahan sakit.

  Namun aku akan terus berusa untuk ikhlas menerima semua itu dan yakin bahwa alloh akan memberikan yang terbaik pada hambanya.

 Dan keluarga kami akan terus berusaha menjadi keluarga yang tetap harmonis dan tidak sombong dengan semua yang telah kami dapatkan.  

            Biarkan mereka yang ingin meng hujat,biarkan mereka yang        ingin menghina, aku percaya bahawa kata sebuah pepatah memeng benar, apapun yang kita tabur suatuu saat kita akan menuainya.

            Inilah akhir kisah dari Nia, dia berhasil dalaam usahanya dia mampu membuktikan pada dunia. Bahwa dengan cobaan maka dia akan semakin kuat dia jadikan lukanya penggerak hatinya untuk terus bekerja keras dan berusaha. 

Selesai

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun