Mohon tunggu...
Sosbud Pilihan

Why We Celebrate International Women's Day?

12 Maret 2019   09:13 Diperbarui: 12 Maret 2019   09:20 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kenapa wanita perlu dibuatkan Hari International?

Jaman dulu, Wanita dalam masyarakat adalah kelas no 2. Hal itu terjadi di mana saja di penjuru dunia. Di Indonesia, Amerika, Eropa, Timur Tengah, Afrika, dll. Sebagai wanita, saya sangat berterima kasih pada kaum feminis, dan terutama ibu Kartini dan pahlawan-pahlawan penyamaan hak wanita di seluruh dunia. Tanpa mereka, saya dan wanita-wanita lain mungkin tidak bisa merasakan kebebasan seperti saat ini.

Wanita saat ini sudah memiliki hak-hak yang sama atau hampir sama dengan pria. Hak mendapatkan kesempatan pendidikan, pekerjaan, bahkan hak untuk punya ataupun tidak punya keturunan.

Benar bahwa wanita sudah mendapatkan hak yang hampir sama dengan pria, tapi masih menyisakan PR yang untuk dibenahi. Terutama di kalangan wanita sendiri.

Wanita (masih) berpikir bahkan dengan sengaja menempatkan dirinya pada posisi kelas dua. Berpikir bahwa hidup layak tidak bisa tanpa kehadiran pria. Ini masalah utama dalam kesetaraan itu sendiri. Ada kalanya para wanita ini juga sengaja menggunakan kewanitaannya untuk menutup kemalasan diri. Misalnya sikap pasrah pasif dan memilih menjadi kelas dua karena mereka enggan keluar dari zona nyaman dihidupi oleh laki-laki. Pasrah menerima kodrat sebagai wanita.

Hal ini diperparah dengan pola pikir masyarakat yang kuat tentang apa dan bagaimana wanita-pria mengambil peran dalam hidup. Gampangnya, pria itu bekerja mencari uang, wanita ngurus anak di rumah.  

Bukan hanya di satu atau dua tempat, kita masih banyak menemukan masyarakat yang memandang sinis pada wanita yang bekerja diluar sekaligus berperan sebagai ibu rumah tangga. Bila terjadi hal buruk pada anak maka yang disalahkan pertama adalah ibu. Bahkan bila pria (baca:suami) melakukan hal yang buruk, lets say selingkuh, maka yang salah adalah wanita (baca:istri).

Juga, perlakuan tidak adil terhadap wanita saat dia mengalami kemalangan. Ketika harus menjadi janda, masyarakat memandang negatif bahkan protektif (baca:takut suaminya diambil janda). Pun wanita yang mengalami KDRT, nasehat yang sering dilontarkan adalah sabar, sabar dan sabar. Wanita lebih banyak didorong untuk menerima nasib.

Saya tidak sedang mendorong semua wanita untuk bekerja di luar rumah. Tapi lebih ke marilah berkarya, marilah memperkaya diri dengan keterampilan, mari menjadi wanita yang mampu memberi kontribusi pada masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun