Pendidikan merupakan fondasi penting dalam membangun masa depan anak-anak, terutama di daerah pedesaan yang seringkali memiliki keterbatasan akses terhadap fasilitas pendidikan yang memadai. Desa Kebun Kelapa di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, adalah salah satu desa yang masih menghadapi tantangan dalam meningkatkan kualitas pendidikan anak-anaknya. Menyadari hal ini, kelompok Kuliah Kerja Nyata (KKN) 122 dari UIN Sumatera Utara menginisiasi sebuah program bimbingan belajar yang diberi nama Bimbel Ceria. Program ini dirancang untuk membantu anak-anak sekolah dasar di desa tersebut agar dapat meningkatkan prestasi belajar mereka melalui pendekatan yang menyenangkan dan interaktif.
Desa Kebun Kelapa memiliki sejumlah besar anak usia sekolah dasar, namun akses mereka terhadap pendidikan tambahan sangat terbatas. Survei awal yang dilakukan oleh mahasiswa KKN 122 menemukan bahwa banyak anak di desa ini mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran yang diberikan di sekolah, terutama dalam mata pelajaran seperti Matematika dan Bahasa. Hal ini tidak hanya disebabkan oleh keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan, tetapi juga oleh kurangnya pendampingan belajar di rumah. Orang tua di desa ini umumnya bekerja sebagai petani, yang membuat mereka tidak memiliki cukup waktu dan pengetahuan untuk mendampingi anak-anak mereka dalam belajar.
Dalam rangka mengatasi masalah ini, KKN 122 merancang program Bimbel Ceria sebagai solusi inovatif yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman akademis dan motivasi belajar anak-anak. Dengan metode yang dirancang untuk membuat belajar menjadi aktivitas yang menyenangkan, diharapkan anak-anak akan lebih tertarik dan termotivasi untuk belajar, yang pada gilirannya akan meningkatkan prestasi akademis mereka di sekolah.
Program Bimbel Ceria dilaksanakan selama satu bulan dengan jadwal pertemuan setiap hari sabtu sore. Setiap sesi bimbel berlangsung selama dua jam. Kelas bimbel diadakan di posko KKN 122 Langkat UIN Sumatera Utara yang nyaman dan layak digunakan untuk belajar.
Pendekatan yang digunakan dalam Bimbel Ceria sangat berfokus pada metode belajar yang menyenangkan dan interaktif. Mahasiswa KKN 122 memanfaatkan berbagai alat peraga dan permainan edukatif untuk membantu anak-anak memahami konsep-konsep dasar dalam Matematika. Misalnya, untuk pelajaran Matematika, anak-anak diajak bermain game yang melibatkan operasi hitung dasar.
Selain itu, setiap sesi bimbel dimulai dengan kegiatan ice breaking yang bertujuan untuk mencairkan suasana dan memotivasi anak-anak. Kegiatan ini melibatkan permainan-permainan ringan yang tidak hanya menghibur tetapi juga mengembangkan kemampuan kognitif dan sosial anak-anak. Melalui pendekatan ini, anak-anak tidak merasa bahwa belajar adalah beban, melainkan sebuah aktivitas yang menyenangkan.
Selama hampir 1 bulan pelaksanaan, Bimbel Ceria menunjukkan dampak yang signifikan terhadap prestasi belajar anak-anak di Desa Kebun Kelapa. Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh mahasiswa KKN 122, terjadi peningkatan pemahaman anak-anak terhadap materi yang diajarkan di sekolah. Anak-anak yang sebelumnya kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal Matematika dasar, kini mampu menjawab dengan lebih percaya diri.
Tidak hanya dalam aspek akademis, Bimbel Ceria juga berhasil meningkatkan motivasi belajar anak-anak. Orang tua melaporkan bahwa anak-anak mereka kini lebih bersemangat untuk pergi ke sekolah dan mengerjakan tugas-tugas mereka. Bahkan, beberapa anak mengaku ingin menjadi guru atau profesional di bidang pendidikan ketika mereka dewasa, terinspirasi dari kegiatan yang mereka ikuti selama program bimbel berlangsung.
Meskipun program Bimbel Ceria secara umum berhasil, pelaksanaannya tidak lepas dari berbagai tantangan. Salah satu tantangan utama adalah keterbatasan sarana dan prasarana yang tersedia di desa, seperti kurangnya buku bacaan dan alat peraga pendidikan. Untuk mengatasi hal ini, mahasiswa KKN 122 bekerja sama dengan pihak sekolah dan pemerintah desa untuk memanfaatkan fasilitas yang ada secara maksimal.
Tantangan lainnya adalah perbedaan kemampuan belajar di antara anak-anak yang mengikuti bimbel. Ada anak yang cepat memahami materi, sementara yang lain membutuhkan waktu lebih lama. Untuk mengatasi perbedaan ini, mahasiswa KKN 122 membentuk kelompok-kelompok belajar berdasarkan kemampuan anak, sehingga setiap anak dapat belajar sesuai dengan kecepatan mereka sendiri tanpa merasa tertinggal atau terbebani.