Mohon tunggu...
Dwiroso Dwiroso
Dwiroso Dwiroso Mohon Tunggu... Freelancer - Karyawan swasta

Saya memiliki hobby membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sayang Anak dalam Pusaran Partai Politik

12 September 2023   14:38 Diperbarui: 12 September 2023   15:37 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

'Sayang Anak' Dalam Pusaran Partai Politik

By. Dwiroso 

Sayang anak, sayang anak..

Kata kata ini sering kita dengar di area terminal, di dalam bus bus dan kereta kelas ekonomi (meskipun kereta api sekarang sudah steril dari kaum pedagang), tapi fenomena kaum penjaja ini tidak akan ditemui di bordes bordes pesawat, meskipun dikelas ekonomi.

Apa yang terjadi hari hari ini, dimana blantika perpolitikan nasional pasca drama politik dengan lakon pengkhianatan di tubuh koalisi, yang berakhir dengan hengkang nya partai Demokrat dari gerbong koalisi perubahan untuk persatuan dan mencabut dukungan politik nya atas pencapresan Anies Baswedan di pilpres 2024. Dan saat ini kita tengah menunggu drama politik episode kedua yaitu rujuk politik SBY - Megawati. Mengapa rujuk? Apakah keduanya pernah menyatakan bercerai?

Selama hampir dua dekade, pertalian antara kedua elite politik itu mengalami pasang surut.

Kalau mengenang kembali apa yang terjadi pada 2001-2004, SBY dan Megawati pernah 'mesra' ketika sama-sama menyokong Kabinet Gotong Royong di mana Megawati jadi pimpinannya dan SBY sebagai Menteri Koordiantor Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam).

Sebelum itu, SBY yang berlatar belakang militer ini lebih dulu menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi serta Menteri Koordinator Bidang Politik, Sosial, dan Keamanan (Menko Polkamsos) pada era Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Saat itu, keputusan Megawati menunjuk SBY sempat dipertanyakan oleh sejumlah elite PDI-P. Sebab, SBY dianggap terlibat dalam tragedi Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli (Kuda Tuli) yang memporak-porandakan Kantor DPP PDI (cikal bakal PDI-P) pada era Orde Baru.

Namun, setelah Pemilu Presiden 2004, mereka terlihat renggang. Keduanya seolah saling menghindar.

Saat itu, SBY tak menuntaskan jabatannya sebagai Menko Polkam hingga akhir masa kerja Kabinet Gotong Royong. SBY kemudian diketahui mundur pada 11 Maret 2004, sekitar dua bulan sebelum pendaftaran peserta Pilpres.

Beberapa bulan setelahnya, SBY langsung melaju ke panggung Pilpres 2004 sebagai calon presiden (capres) berpasangan dengan Jusuf Kalla sebagai calon wakil presiden (cawapres) yang juga merupakan bagian dari Kabinet Gotong Royong pimpinan Megawati. Dia duduk sebagai Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan (Menko Kesra).

Putaran pertama meloloskan dua pasangan calon, yakni SBY-JK dan Megawati-Hasyim Muzadi. Keduanya pun berhadapan pada pilpres putaran kedua.

Pasangan SBY-JK berhasil memenangkan pertarungan dengan meraup 69.266.350 atau 60,62% suara. Sementara, Megawati-Hasyim Muzadi mengantongi 44.990.704 suara atau 39,38%.

Inilah awal mula keretakan hubungan. Lewat pilpres tersebut, Megawati mau tak mau merelakan kursi RI satu untuk SBY. Kerenggangan hubungan keduanya pun kian melebar.

Megawati seakan tak menyerah dengan ini. Ia mencoba kembali peruntungan pada Pilpres 2009 dengan maju sebagai calon presiden didampingi Prabowo Subianto sebagai cawapres. Lagi-lagi, Megawati berhadapan dengan SBY yang saat itu berpasangan dengan Boediono.

Namun sayang, Megawati harus kembali menelan pil pahit lantaran kalah telak dari SBY yang mendapatkan 73.874.562 atau 60,8 % suara rakyat Indonesia. Sementara, Mega dan Prabowo hanya mengantongi 32.548.105 atau 26,79 suara.

Sejak tahun 2004-2014 eskalasi politik antara keduanya kian terasa. Selama 10 tahun SBY menjabat sebagai presiden, tak sekalipun Megawati datang memenuhi undangan upacara peringatan hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia di Istana.

Selain itu, pada periode tersebut sebelum SBY lengser Megawati dan SBY juga hampir tak pernah terlihat bersama.

Maka, jika AHY mewakili partai Demokrat merapat ke PDIP pada pemili 2024 mendatang, akankah menyatukan kembali apa yang sudah hancur? Akankah hubungan keduanya akan membaik lagi?

Akankah dengan pertimbangan sayang anak___ yang ditunjukkan dari beberapa kali SBY mendorong agar anak sulung nya ini meraih tampuk kekuasaan eksekutif, yang dimulai di level pilkada yaitu pada pilkada 2017 di DKI, tapi kalah oleh pasangan Anies Baswedan - Sandiaga Uno, Ahok-Jarot, SBY rela menanggalkan ego politik nya untuk bersedia melakukan rekonsiliasi (rujuk) politik secara head to head dengan Ketua Umum PDIP Megawati?

Tentu cungkup orientasinya adalah sekali lagi untuk mewujudkan ambisi besar sang king maker partai Demokrat tersebut, agar AHY mendapat peluang untuk di cawapres kan melalui koalisi PDIP ini mendampingi capres Ganjar Pranowo.

Kita tunggu saja, apakah rujuk nasional ini benar-benar terjadi atau ada skenario lain yang lebih menguntungkan bagi perjalanan politik sang putra tersayang?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun