Pandemi Covid-19 mengakibatkan perubahan besar dalam industri bisnis tidak terkecuali pada Asuransi Syariah. Terlebih adanya kebijakan pembatasan sosial dan seruan bekerja dari rumah (WFH) memaksa asuransi syariah agar mengautomasikan sistem operasionalnya. Bagi asuransi syariah yang masih mengandalkan agen distribusi ini harus menjadi perhatian khusus.Â
Jika dalam praktiknya, agen bertindak sebagai pemasar produk asuransi syariah secara langsung kepada konsumen. Namun, seiring dengan adanya pandemi dan digitalisasi yang semakin berkembang mendorong asuransi syariah untuk mampu beradaptasi dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi.
Faktanya, seringkali dijumpai bahwa sistem pemasaran asuransi syariah menggunakan perantara agen. Oleh sebab itu, agen berperan besar dalam keberlangsungan proses pemasaran asuransi syariah.Â
Seorang agen yang dipilih harus memiliki keterampilan komunikasi dan pengetahuan cukup terutama dalam hal asuransi syariah. Sebab, komunikasi yang baik menjadi dasar hubungan yang baik pula.Â
Di sisi lain, kewajiban agen tidak hanya menawarkan produk, melainkan juga harus mampu meyakinkan calon peserta hingga muncul loyalitas dan berakhir dengan keputusan pembelian.Â
Berbeda dengan karyawan pada umumnya, seorang agen akan mendapatkan komisi hanya jika berhasil menjual produknya. Agen juga harus memastikan bahwa peserta merasa puas dengan produk tersebut.Â
Dalam strategi pemasaran asuransi syariah, tingkat kepuasan peserta asuransi menjadi penentu keberhasilan bagi perusahaan. Apabila calon peserta asuransi tidak mengenali produk maka minat pembelian terhadap produk cenderung minim bahkan tidak tertarik untuk membeli.
Semakin banyak produk yang terjual maka perolehan laba bagi perusahaan akan semakin besar. Pada asuransi syariah, besarnya laba ditentukan oleh premi dan hasil dari investasi.Â
Peserta asuransi syariah akan membayar premi kepada perusahaan secara teratur sesuai akad yang telah disepakati. Selanjutnya, premi tersebut akan diinvestasikan dengan berpedoman pada prinsip-prinsip Islam.Â
Sementara itu, perusahaan asuransi syariah berkewajiban memberikan hak-hak peserta asuransi ketika pengajuan klaim. Kapan terjadinya klaim tidak dapat diduga oleh siapapun. Akan tetapi, perusahaan asuransi syariah dituntut untuk selalu siap jika sewaktu-waktu terjadi klaim. Maka dari itu, perusahaan asuransi melakukan proses underwriting/penafsiran jangka hidup melalui penggolongan risiko-risiko.Â