Mohon tunggu...
Dwiratri Mursyida Baldah
Dwiratri Mursyida Baldah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Akuntansi Perpajakan Universitas Padjadjaran

Mahasiswa program studi Akuntansi Perpajakan Universitas Padjadjaran

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Green Tax atau Green Insentive, Mana yang Lebih Efektif? Resolusi Pajak dalam Mendorong Stabilitas Perekonomian Hijau Dalam Negeri

5 Agustus 2024   01:30 Diperbarui: 5 Agustus 2024   05:31 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : canva.com

Memasuki era globalisasi dan berbagai kecanggihan digitalisasi di berbagai sektor kehidupan, tentunya menimbulkan sisi kompetitif dari setiap negara di dunia. Hal ini tentunya menuntut setiap negara untuk menampakkan keunggulannya dalam persaingan global, terlebih lagi dalam menghadapi era pasar bebas, agar tampak memiliki daya saing yang apik. Indonesia salah satunya menjadi negara yang hingga saat ini terus berupaya untuk mencapai stabilitas pertumbuhan ekonomi yang optimal yang mampu bersaing di kancah global. Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya menjadi indikator yang memiliki dampak besar terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan berkelanjutan dalam aspek ekonomi yang dinilai optimal diterapkan di Indonesia adalah pembangunan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang pemanfaatan sumber daya alamnya sesuai dengan kapasitas serta tetap memperhatikan aspek kelestarian lingkungan. Dalam konteks perekonomian berkelanjutan, kini muncul istilah yang disebut green economy. Istilah tersebut selain terhadap aspek ekonomi, juga memperhatikan aspek lingkungan. 

Menurut United Nations Environment Programme (UNEP), 2022, green economy adalah penerapan kegiatan ekonomi yang rendah karbon, hemat sumber daya, serta inklusif secara sosial. Konsep ini dinilai penting karena dalam menerapkan ekonomi yang berkelanjutan, hendaknya memperhatikan dinamika jangka panjang. Aspek aktivitas ekonomi jangka panjang tersebut menaruh perhatian pada perubahan iklim, keberlanjutan sumber daya dan ekosistem serta kelestarian lingkungan. Berdasarkan data yang tertera dalam Paris Agreement, Nationally Determined Contribution/NDC menetapkan target komitmen bagi pemerintah Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% di tahun 2030. Berkaca dari hal tersebut, tentunya dibutuhkan visi ekonomi baru dimana aktivitas perekonomian berevolusi serta berorientasi terhadap keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan. Upaya implementasi sistem perekonomian Indonesia yang berorientasi pada keberlanjutan,seperti green economy ini  tentunya masih harus menghadapi berbagai tantangan. Namun, pemerintah Indonesia hingga saat ini masih terus mengupayakan optimalisasi keberlanjutan sistem ekonomi tersebut melalui berbagai kebijakan yang diterapkan, salah satunya ialah kebijakan fiskal perpajakan.

Resolusi Pajak Dalam Menjaga Stabilitas Perekonomian Hijau

Salah satu kebijakan yang dapat diterapkan pemerintah untuk meningkatkan stabilitas ekonomi negaranya dalam rangka mewujudkan komitmen terhadap SDGs adalah kebijakan pajak. Pajak menjadi salah satu kebijakan fiskal yang diterapkan pemerintah yang hingga saat ini menjadi sumber penerimaan negara terbesar. Oleh karena itu, pajak dinilai menjadi suatu hal yang berperan strategis dalam mendorong meningkatnya pertumbuhan ekonomi suatu negara. Seperti yang kita ketahui bahwasannya pajak dalam penerapannya memiliki dua fungsi utama, yaitu  budgeter (penerimaan negara) dan regulator (pengatur/ pemantau aktivitas ekonomi sektor swasta). Namun, dalam praktiknya, di Indonesia masih mentitikberatkan peranan pajak sebagai budgeter, sedangkan untuk regulator masih belum terlalu massif penerapannya. Dalam kaitannya dengan optimalisasi stabilitas perekonomian hijau, terdapat istilah green tax dan green insentive dalam bidang perpajakan.  

Green Tax dan Implementasi nya Terhadap Keberlanjutan Lingkungan

Pajak lingkungan atau biasa disebut dengan green tax, merupakan salah satu wujud afeksi pemerintah terhadap isu kerusakan lingkungan yang mengakibatkan dapat menghambat keberlanjutan stabilitas perekonomian. Beberapa negara di berbagai belahan dunia yang telah menerapkan pajak ini, seperti Canada, Japan, Denmark, dan lainnya, terbukti bahwa green tax memberikan kontribusi cukup postitif terhadap penerimaan negara tersebut.   Green Tax adalah jenis pajak yang diterapkan guna perlindungan lingkungan yaitu dengan mengenakan sejumlah besaran pajak kepada penghasil polutan yang mencemari lingkungan (G. Fang et al.,2023). Selain itu, green tax juga dianggap sebagai suatu prosedur pajak yang efektif dalam kaitannya dengan tujuan untuk meminimalisir emisi CO2 sehingga dapat meningkatkan efisiensi energi (Sharif et al.,2023). 

Penerapan dari green tax ini umumnya didasari dengan polluter pay principle, yaitu membebankan biaya pajak kepada pihak yang mengakibatkan/ bertanggungjawab atas pencemaran. Adanya kebijakan green tax ini dinilai efektif dalam merealisasikan tercapainya stabilitas pertumbuhan ekonomi hijau, karena tanpa kebijakan ini pemerintah kemungkinan akan kesulitan dalam menanggulangi pencemaran terkait dengan kegiatan ekonomi. Prinsip yang sama juga diberlakukan oleh  Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Namun, penerapannya di Indonesia masih belum pasti terkait hal ini. Hal ini karena masih terdapat argumentasi berbeda serta pertimbangan yang perlu ditinjau secara lebih mendalam lagi terkait penerapan kebijakan pajak tersebut.   Respon negatif terhadap pemberlakuan green tax ini umumnya berasal dari badan/ perusahaan/industri tertentu. Tentunya mereka beranggapan bahwa pengenaan kebijakan ini akan menimbulkan beban pajak baru bagi pengusaha. Akan tetapi, di sisi lain, penerapan green tax ini seharusnya dapat memotivasi para pelaku usaha juga industry untuk mengembangkan teknologi baru yang ramah lingkungan (Aydin & Bozatli, 2023). 

Adapun rencana penerapan green tax di Indonesia masih belum di sahkan, tepatnya dalam draft RUU Perubahan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Per 28 November 2020 (Pratiwi & Setyawan, 2014). Dalam draft tersebut, termasuk diantaranya ialah pajak kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air permukaan, dan lainnya, yang menjadi sumber penerimaan green tax. Jika dinilai dari segi efektivitas nya terhadap lingkungan, pengenaan green tax ini dinilai efektif terhadap pencemaran lingkungan. Mengingat pajak merupakan suatu kewajiban mutlak, seperti jenis pajak lainnya maka green tax juga tentunya akan mempunyai substansi serupa yang mana keberadaannya akan menjadi sangat vital yang akan memudahkan pemerintah dalam menanggulangi permasalahan mengenai lingkungan seperi pencemaran dan perusakan lingkungan. Meskipun dalam implementasinya hingga saat ini, masih terdapat beberapa tantangan. Salah satunya seperti minimnya kesadaran masyarakat serta pengusaha lokal terhadap isu keberlanjutan lingkungan ini. 

Green Insentive dan Implementasinya

Green Insentive umumnya memiliki tujuan serupa dengan green tax yaitu upaya memaksimalkan tercapainya stabilitas perekonomian hijau. Hal yang menjadi perbedaannya ialah bentuk penerapannya, dimana green insentive mentitikberatkan kepada reward atau bentuk insentif fiskal. Jika kebijakan green tax lebih mengacu terhadap penekanan pengenaan pajak pada perusahaan yang berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan, maka green incentive menekankan pada bentuk stimulus tertentu yaitu pemberian insentif terhadap perusahaan yang menaruh perhatian lebih terhadap isu keberlanjutan lingkungan. Salah satu contoh sederhananya terkait dengan perekonomian hijau adalah adanya fasilitas dan insentif bagi investor yang akan menanamkan modalnya dalam rangka kegiatan perekonomian hijau/ pembangunan ekonomi berkelanjutan. Green insentive tersebut dapat berupa tax holiday, tax allowance, dan masih banyak jenis lainnya. 

Seperti halnya green tax, kebijakan green insentive ini dapat lebih lanjut diinisiasi oleh pemerintah Indonesia.Salah satunya dengan memberikan sejumlah insentif pajak kepada Wajib Pajak Badan/ Perusahaan yang mampu mengurangi potensi kerusakan lingkungan, seperti perusahaan yang berhasil meminimalkan kadar emisi karbon sesuai dengan batas emisi oleh pemerintah. Namun, tentunya hal ini memerlukan kebijakan serta regulasi hukum lebih lanjut dari pemerintah guna pengimplementasian nya yang berdampak optimal terhadap keberlanjutan perekonomian hijau. 

Stabilitas pertumbuhan ekonomi merupakan suatu indikator penting bagi keberlangsungan suatu negara. Terlebih lagi saat ini sejumlah negara telah menggalakan konsep green economy, yakni perekonomian yang berorientasi pada sustainability dan kelestarian lingkungan. Salah satu kebjiakan fiskal yang sangat erat peranannya dengan keterjagaan stabilitas ekonomi ialah pajak. Pajak dinilai menjadi sumber penting pendapatan negara, yang dapat berdampak pada pertumbuhan ekonomi, selain itu juga berperan sebagai alat pemberdayaan sosial. Istilah green tax dan green insentive menjadi opsi dalam hal mewujudkan stabilitas perekonomian di sektor  hijau. Ditinjau dari segi efektivitasnya, penulis beranggapan bahwa dalam implementasinya, green tax dinilai memiliki proporsi efektivitas lebih tinggi dibanding green insentive. Hal ini karena green tax merupakan salah satu instrument perpajakan yang bersifat regulatory. Seperti kita ketahui bahwa pajak bersifat memaksa. Berbeda dengan green insentive yang lebih menekankan kepada pemberian insentif fiskal. Namun demikian, kedua hal tersebut memiliki kelebihan dari sisi masing-masingnya. Adapun, dalam penerapannya keduanya tentunya memerlukan pertimbangan serta konsep rencana realisasi yang ditinjau secara lebih mendalam oleh pemerintah, agar dalam realisasi implementasinya dapat terlaksana dengan baik serta optimal. Dengan begitu, diharapkan adanya konsep green tax serta green insentive ini dapat menjadi sebuah solusi efektif dalam menjaga stabilitas perekonomian serta mewujudkan sistem perekonomian hijau yang berkelanjutan yakni memperhatikan kelestarian lingkungan.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun