Tidak ada pembicaraan selama lima menit setelah itu, pandangan Langit tertuju pada siswa yang tengah asik bermain basket. Ia tampak tersenyum tipis sebelum mengalihkan pandangannya kearahku.
"Rum, aku senang hari ini aku dapat nilai 90 di tugas kerajinan kita." ucapnya dengan tubuh yang sesekali berguncang, menunjukkan rasa senangnya. Aku mendongak dan mendengus sekali.
"Ya aku juga." jawabku sambil menutup bukuku, tetap menopang dagu sambil menatap kearahnya. "Kamu itu selalu hadir cuma pas hari senin saja, ya."
Langit tiba - tiba menunjukkan senyum jailnya sambil meniruku yang menopang dagu dan menatapnya. "Kangen, ya?"
Aku mendecih dan memberikan pandangan malas terhadap pertanyaannya yang menggelikan. "Nggak sama sekali."
Bibir Langit mengerucut seperti memberikan ekspresi kecewa sebelum ia tertawa dan melipat kedua tangannya diatas meja.Â
"Aku cuma...... ada urusan." ucapnya sambil menyengir. "Sarah kemana?"
"Nggak tahu, akhir - akhir dia selalu mejeng di depan kelas lain. Sepertinya mengincar seseorang." jawabku jujur.
Langit tertawa sekali lagi dan menggelengkan kepalanya geli. "Jadi...... kamu kesepian? Kamu beruntung hari ini aku masuk."
"Nggak juga, aku nggak ngerasa kesepian." Langit mengangkat alisnya, merasa tidak percaya dengan jawabanku.
"Aku serius. Aku merasa ada atau tidaknya Sarah, bahkan kau, duniaku gitu - gitu saja dan tidak ada menariknya. Aku terbiasa sendiri." lanjutku dengan enteng, membuat Langit terdiam.