"Kamu terlihat nggak serius dengan ucapanmu." dengusku sambil menempel rakitan terakhir dari tugas kerajinan yang kami kerjakan.
"Aku serius," Langit menggaruk belakang lehernya yang tidak gatal sambil memberi ekspresi yang sulit untuk diartikan. "Kamu ini orangnya terlalu serius ya, Rum."
Aku mendecak sambil mengambil kain lainnya dan menyeka tanganku yang terkena lem. "Udah banyak yang bilang begitu, aku cuma mengungkapkan apa yang harus aku katakan."
Langit terlihat melongo sambil mengedipkan kedua matanya berkali - kali sebelum tersenyum miring sambil menyandarkan punggungnya di kursi yang ia duduki. "Berarti nggak sulit bagimu untuk mengungkapkan perasaanmu terhadap seseorang?"
"Aku nggak pernah memikirkan perasaan semacam itu." jawabku sambil mengambil beberapa cat warna untuk mewarnai kerajinan tiga dimensi sekolah yang telah kami rakit bersama.
"Kamu nggak pernah suka sama seseorang?" Langit terlihat terkejut sambil memperhatikan gerak - gerikku.Â
"Untuk apa? hal semacam itu nggak penting bagiku." jawabku sambil memberikan sebuah kuas ke Langit.
Langit terdiam sejenak, kemudian tangannya bergerak untuk mengambil kuasnya dari tanganku. "Kita harus menunggu sampai lemnya kering."
"Aku tahu." jawabku sambil melirik kearah raut wajahnya yang masih berkerut. "Ada yang mau kamu tanyakan?"
"Eh?" Langit terlihat sedikit terkesima sambil memutar kuas di ruas jarinya dengan gumaman pelan yang keluar dari mulutnya.
"Nggak ada. Tapi kamu sadar nggak? Kalau kamu menarik." ucapnya sambil sedikit tersenyum dan menatap kearahku.