"Maaf."
Kepalaku tertoleh kearahnya saat aku menyadari Langit kini tengah menundukkan kepalanya sambil memainkan kaleng minuman soda di tangannya. Langit melirikku sambil melemparkan senyum tipis di wajahnya sebelum kembali berbicara.
"Maaf karena membatalkan janji untuk kerja kelompok bersama." lanjutnya dengan nada suara yang terdengar bersalah. Aku baru pertama kali mendengar nada ini dari Langit, bahkan saat dia terlambat pada waktu senin saat itu pun tidak ada tanda - tanda ia bersalah ataupun menyesal.
"Aku punya alasan tersendiri dan percayalah kalau itu sama sekali nggak keren untuk diceritain."
Aku mendengus sambil membuang wajahku untuk menatap pemandangan taman sekolah. "Kalau gitu aku juga nggak ada hak untuk mempertanyakan lebih jauh."
"Lain kali kamu harus memberi kabar jika kamu ingin membatalkan janji." lanjutku.
"Hei, tapi kan itu hal yang terjadi secara tiba - tiba dan diluar kendaliku." sanggah Langit sambil tersenyum geli, sepertinya dia merasa ekspresi kesal yang kubuat terlihat menyenangkan untuk dilihat.
"Bukan menjadi alasan, kamu mau membuat orang menunggu tanpa kejelasan?"Â
Langit tertawa geli sambil menggerakan kepalanya untuk melihat ekspresiku lebih jelas. "Iya.... Iya.... Aku minta maaf, ya. Aku janji nggak akan membuat janji omong kosong dan nggak akan membuat kamu menunggu lagi."
"Menghilang selama lima hari dan menunda kerja kelompok itu sama sekali nggak keren." keluhku sambil menatap kearahnya.
"Sekarang kamu meniru perkataanku." Langit terkekeh sambil menggelengkan kepalanya sebelum mengangkat kepalanya untuk menatap kearah langit.Â