"Oke, saya duluan." pamitnya masih dengan senyumannya dan mulai memutar tubuhnya untuk berbalik menuju pintu kelas.
Setelah percakapan singkat kami barusan, Langit langsung menuju teman -- temannya yang sudah menunggu diluar kelas. Mereka terlihat akrab dan dekat, membuatku sedikit iri dengan Langit yang bisa mudah mengakrabkan diri dengan orang sekitar. Sosoknya yang terlihat mudah memiliki teman berbanding terbalik denganku yang hanya memiliki Sarah sebagai satu -- satunya temanku.Â
Tiba-tiba merasa tidak enak hati tidak membalas senyuman dia tadi.
Aku menghela napas dan dalam hati aku banyak berharap jika kami dapat bekerjasama dengan baik, terlebih aku sedikit tidak percaya diri dengan kepribadian kita yang benar -- benar bertolak belakang. Rasanya ingin sekali melompati waktu  ke masa depan dimana aku melewati masa saat bekerjasama dengan Langit, sehingga aku tidak perlu merasakan kecemasan yang aku rasakan saat ini.
"Ayo, dasar lambat!"Â
Aku tersadar akan lamunanku dan melihat kearah pintu kelas, disana ada Sarah yang sudah kembali dari toilet. Wajahnya terlihat cemberut dengan cepol yang dikuncir asal tetapi tidak diragukan kalau Sarah terlihat cantik. Aku gelagapan dan mulai mengambil tasku buru - buru ketika aku melihat Sarah menghentakan kakinya dan mulai berjalan meninggalkanku.
"Hei, tunggu!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H