"Hai Gabriella Ella, saya Tommy Lvx" Sapanya dengan gagah sambil mengulurkan tangannya.
"Hai pak Tommy, saya Gabriella" jawabku dengan canggung dan mengulurkan tanganku kembali kepadanya.
"Saya kritikus seni dari Universitas Kesenian Jakarta sekaligus dosen disana" perkenalan dari dirinya yang membuat aku kaget dan tidak bisa berkata-kata. Satu yang hanya aku pikirkan, ada apa kritikus ini menghampiri diriku?.
"Saya melihat sosial media kamu, lukisan yang kamu beri nama Hampa, saya sangat suka lukisan dan filosofi di lukisan kamu. Jadi saya to the point saja, bagaimana kalau kamu ikut internasional art sompetition di Belanda? Nanti akan saya biayakan dan kamu juga akan saya berikan beasiswa di kampus Universitas Kesenian Jakarta" Jelas Pa Tommy.
Aku diam, kali ini aku diam bukan karena merasa tidak berguna. Aku diam karena merasa apakah ini kesempatan aku? Aku takut mengecewakan, namun aku tidak ingin dibilang tidak berguna.
"Kamu tidak usah khawatir, saya sangat percaya dengan hasil karyamu yang di sosial media dan lukisan yang berada di rumahmu ini" tuturnya.
Aku mengangguk dengan senyuman yang bahagia dan tidak menyangka akan mendapatkan kesempatan itu. Aku bahagia karena bisa membuktikan kepada saudara-saudaraku terlebih lagi tanteku yang selalu menganggap sukses itu hanya dari akademik. Mulai saat ini aku percaya bahwa kata yang mematahkan itu bisa membuat kebahagiaan di nantinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H