Mohon tunggu...
Dwi Putri Natalia
Dwi Putri Natalia Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

stay hydrated ya peeps!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Patriarki sebagai Induk dari Toxic Masculinity

13 Mei 2020   22:51 Diperbarui: 12 Maret 2021   22:43 1180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketakutan akan hilangnya kejantanan dan harga diri Laki-laki dapat membuat mereka tertekan. Lebih parahnya, laki-laki tidak diperbolehkan untuk membahas kondisi mentalnya. Melakukan hal tersebut dianggap dapat mengurangi kejantanannya, suatu hal yang harus dihindari dalam masyarakat patriarkal.

Laki-laki juga tidak boleh menunjukkan sedang melakukan perawatan tubuh, mereka dianggap menyalahi kodrat. Ketika laki-laki berperawakan tidak gagah, mereka langsung dituduh sebagai homoseksual. Ada laki-laki yang mengenakan pakaian berwarna pink tanpa alasan apapun langsung dipanggil banci. Hal tersebut dianggap sebagai "tempat yang selayaknya", padahal jalan pikiran tersebut merupakan hal yang berbahaya bagi laki-laki maupun perempuan.

Bahkan terkadang laki-laki itu dicap sebagai Playboy bukan karena mereka mata keranjang, tapi paham-paham patriarki lah yang mengajarkan kalau "Lu bakal hebat kalau punya cewek banyak , kalau bisa bikin cewek nurut melakukan ini- itu buat lo, cowok itu harus suka dan memikirkan soal seks" karena itu seperti hukum yang ada pada laki-laki, mereka harus melakukan itu. "kalau enggak ngelakuin itu semua lu enggak normal. Lu enggak laki, GAK CUKUP LAKI!"

Dan sedihnya bukan hanya laki-laki yang berpikir seperti ini. Perempuan juga memakluminya karena istilah "boys will be boys". Istilah inilah yang seakan-akan mengajarkan untuk memaklumi tingkah laku buruk pada laki-laki tadi. Seakan-akan itu semua normal dilakukan, karena laki-laki memang harus begitu. "Enggak apa-apa bandel, namanya juga cowok". Nah, nilai dari norma sosial seperti inilah yang akan menjadi akar dari adanya toxic masculinity.

Norma sosial adalah sebuah standar sosial atau ekspektasi tidak terlihat yang diikuti agar seseorang dapat merasa diterima dalam situasi yang diberikan, dan membuat kita merasa tidak nyaman ketika kita tidak melakukan norma-norma tersebut. Beberapa norma sosial yang dapat membentuk perilaku toxic masculinity diantaranya:

  • Power , Dalam sejarah, laki-laki memiliki kekuatan sosial dan ekonomi yang lebih dibandingkan perempuan dan menjadi grup yang dominan dalam bermasyarakat. Seperti bagaimana laki-laki mendapatkan uang lebih banyak dibandingkan perempuan dan mayoritas menempati posisi pemimpin dalam sektor publik dan pribadi. Salah satu contohnya adalah bagaimana laki-laki merendahkan efek dari kekerasan seksual dan memiliki bias terhadap perempuan. Hal tersebut terjadi karena banyak laki-laki yang tidak merasakan kekerasan seksual atau bias gender karena identitas mereka sebagai laki-laki.
  • Privilege atau keuntungan yang terjadi akibat adanya norma gender yang kaku dapat menyebabkan laki-laki tidak sadar bagaimana menjadi laki-laki dan mengikuti norma maskulin memberikan mereka power dan keuntungan yang tidak dimiliki oleh perempuan.
  • Masculine power. Didapat melalui norma gender tradisional yang memaksa laki-laki untuk menjadi dominan. Salah satunya adalah mempermalukan laki-laki yang melakukan perilaku yang dianggap "tidak manly". Salah satu contoh dari perilaku "tidak manly" adalah perilaku mengakui kelemahan atau kesalahan, lemah terhadap perasaannya, tidak menggunakan paksaan ketika menyelesaikan masalah, ataupun hal-hal yang dapat mempertanyakan status mereka sebagai laki-laki. Oleh karena itu, ketika laki-laki menghadapi isu yang berhubungan kesehatan mental, mereka kerap merasakan dilemma antara mencari bantuan dan against norma, dan kemudian mendapatkan kritik dari laki-laki lainnya, atau tetap pada norma dan diam saja menghadapi masalahnya.
  • Beberapa norma maskulin mendorong laki-laki untuk pamer seberapa banyak perempuan yang sudah mereka tiduri. Ketika laki-laki berbicara tentang perempuan seperti itu, sama saja mereka memaksakan gagasan kalau perempuan adalah objek yang harus dikuasai. Meskipun tidak terlihat berbahaya, tetapi penelitian menunjukkan kalau laki-laki dengan tradisional maskulin yang besar akan lebih cenderung melakukan kekerasan seksual pada wanita. Norma-norma tersebut dapat membuat seseorang menjadi misogyny, homophobia, violence, dan dapat mempengaruhi kesehatan mental mereka.

Dapat dilihat bahwa norma-norma yang mengatur mengenai bagaimana seharusnya laki-laki bersikap dan berperilaku dapat menyebabkan munculnya krisis identitas ketika laki-laki mencoba untuk mencapai maskulinitas yang ideal, dan kemudian dapat memberikan efek negatif pada mental dan emosi mereka, seperti :

  • Menampilkan emosi yang diredam atau tidak didengar.
  • Menunjukkan kurangnya rasa empati.
  • Mengalami agresi yang cenderung bertahan lama
  • Terlibat dalam perilaku kasar terhadap orang yang.
  • Mengalami diagnosis penyakit mental yang lebih.
  • Mendapatkan diagnosis gangguan psikologis yang salah.
  • Menghindari mencari bantuan dari profesional.

Maka dari itu tidak heran bahwa persentase bunuh diri laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Sedih rasanya jika membayangkan kita melarang anak laki-laki kita bahkan tidak segan melukai dan membentaknya bila mereka menunjukkan sisi feminim, padahal sebenarnya jika menunjukkan pun tidak akan membuat mereka langsung menjadi bencong. Saat ini, sangat penting untuk mempromosikan healthy masculinity, atau positive masculinity lewat gerakan feminisme.

Kok bisa? Iya, menjadi seorang feminis sama dengan melawan patriarki dan memperjuangkan kesetaraan gender. Jadi bukan hanya hak perempuan saja yang diperjuangkan feminis, hak pada laki-laki juga.

Namun memang karena perempuan yang lebih jujur dengan 'masalahnya', jadi lebih banyak anggota perempuan didalamnya. Berikut ini adalah nilai-nilai  yang diajarkan dalam gerakan feminisme :

  • Mengekspresikan berbagai emosi dan merasa emosi yang mereka rasakan diterima
  • Mencintai dirinya sendiri (self-care) dan menerima dirinya sendiri kalau kita sendiri tidak harus selalu menjadi lebih baik dari orang lain.
  • Bersama --sama meruntuhkan hambatan dan norma sosial beracun dan juga saling merangkul kehidupan aktualisasi diri yang bebas dari kategorisasi dan penilaian yang tidak berdasar
  • Memperlakukan orang lain secara sama rata dan dengan rasa hormat dan membuat lingkungan yang aman untuk semua.
  • Mendengarkan dan menghargai perempuan.
  • Menjadi role model bagi laki-laki yang sebaya dengan mereka dan ikut memperjuangkan kesetaraan gender juga keadilan bagi perempuan maupun laki-laki.

Jadi yuk sekarang kita mulai melawan patriarki bersama untuk menciptakan lingkungan yang nyaman, aman dan bebas untuk berekspresi. Kalau bukan dimulai dari kamu, siapa lagi yang akan duluan menjalankannya?

Selamat menciptakan ruang aman teman-teman!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun