Disini, siapa nih yang suka stres pas ngajak anak untuk toilet training? entah itu karena capek ngajak anak ke kamar mandi tapi sering menolak ataupun capek karena bersihin pas anak ngompol.Â
Atau masih maju mundur cantik untuk mulai toilet training?
Aku pribadi pernah mengalaminya saat anak pertamaku memulai toilet training.Â
Saat itu, usia anakku jelang dua tahun. Aku sudah bertekad untuk mengajarkan anakku toilet training  (TT). Salah satu alasan mengapa aku ingin segera men-train anakku untuk bisa pipis dan pup adalah kehamilanku yang kedua. Ya, saat itu aku hamil dan berpikir akan repot jika harus mengajarkan TT saat sudah punya bayi lagi. Alasan lainnya karena aku pikir aku dan anakku telah siap untuk melalui proses ini.Â
Faktanya aku salah dan masih merasa bersalah sampai sekarang karena aku terlalu memaksakannya. Di tengah kehamilanku yang sering kali membuat emosiku meledak-ledak, aku jadi sering stres dan sering marah-marah saat anakku ngompol. Saat itu suamiku tak bisa banyak membantu karena bekerja. Hanya beberapa kali saja jika ia sempat  untuk membantuku. Dua bulan sejak aku memulai TT, akhirnya anakku sudah mulai terbiasa meski urusan poopnya masih jadi PR. Minimalnya ia sudah bisa mengkomunikasikan saat ingin BAK. Bagiku proses toilet training berlangsung lebih lama dibanding proses menyapih.Â
Kini meski sudah hampir 4 tahun yang lalu, aku masih merasa berhutang perhatian dan perlakuan baik padanya terlebih saat adiknya lahir.Â
Kini, tiba saatnya adiknya yang harus melalui proses ini. Namun kini aku memulainya saat anakku memasuki usia 3 tahun. Beberapa mengatakan sudah terlalu lama kalau masih menggunakan diapers. Namun aku memulai TT pada anak keduaku bukan karena apa yang orang lain katakan padaku. Namun karena merasa sudah siap baik aku maupun anakku.Â
Tentu ada banyak persiapan yang harus aku lakukan sebelum memulai fase ini. Salah satunya adalah kesiapan mental dan fisikku. Hal ini aku siapkan agar proses ini bisa berlangsung tanpa stres. Aku berusaha untuk melepaskan ekspektasi bahwa proses ini bukanlah hal yang sulit. Pada prosesnya, akupun beberapa kali harus mandi dan mengganti baju karena beberapa kali anakku masih sering mengompol.Â
Alhamdulillahnya , anak keduaku berhasil lulus toilet training kurang dari sebulan. Ya, meski masih berproses namun selalu ada kemajuan yang aku lihat dari proses ini. Tak banyak drama dan marah-marah adalah salah satu hal yang membuatku merasa bahwa aku bisa menikmati prosesnya dengan bahagia.Â
Dari cerita dua anakku ini, bahwa ada hal-hal yang perlu kita siapkan saat ingin memulai toilet training dengan bahagia..Â
Pertama, kesiapan fisik. Ibu dan anak harus dipastikan dalam kondisi sehat. Jangan sampe memaksakan diri kalau memang sedang sakit. Kedua, siapin beberapa hal seperti celana dalam atau celana dalam khusus untuk memulai TT (celana potty). Opsi celana potty ini bebas ya dan nggak wajib. Bisa pakai atau nggak, tapi enaknya kalau pakai celana potty, pipis anak jadi nggak rembes bahkan sampai membasahi lantai.Â
Di sisi lain, celana ini juga bisa membuat anak masih merasa nyaman walaupun udah pispis.Ibu juga bisa pakai dudukan toilet yang memudahkan anak. Ketiga, siapkan mental baik diri kita maupun buah hati ya, Bu. Kesiapan mental anak bisa terlihat dari tanda-tanda seperti sudah bisa berjalan, sudah bisa duduk tenang, sudah bisa mengikuti instruksi sederhana, popoknya kering selama kurang lebih 2 jam, merasa tidak nyaman saat popok sudah terasa basah atau kotor dan lain sebagainya.Â
Mungkin segini dulu ya bahas soal toilet training. Tunggu part selanjutnya 😊
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H