Mohon tunggu...
Dwi P Sugiarti
Dwi P Sugiarti Mohon Tunggu... Freelancer - Hanya orang yang ingin tetap produktif menulis

Contact me : dwiewetensch@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Berdamai dengan Innerchild, Upaya Menyembuhkan Luka Pengasuhan

17 Desember 2023   06:29 Diperbarui: 17 Desember 2023   06:32 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Beberapa waktu lalu saya menghubungi teman yang kebetulan lulusan psikologi. Saya hendak berkonsultasi dengannya terkait bagaimana mengatasi kemarahan pada anak.

Ya, beberapa hari kebelakang saya seringkali bersikap keras pada anak bahkan sampai memarahinya saat ia melakukan kesalahan atau melakukan hal yang tidak saya harapkan. Namun saat malam hari saya merasa menyesal dan kemudian meminta maaf padanya. Hal ini terus terjadi secara berulang.

Belakangan saya tahu bahwa saya sedang bermasalah dengan Innerchild. Kondisi ini menurut psikolog Diah Mahmudah, karena ada masa lalu yang belum "selesai". Biasanya hal ini disebabkan oleh trauma masa kecil akibat adanya pola pengasuhan yang salah.

Ya, saya menyadari bahwa dulu, orang tua saya cenderung bersikap keras dan sering memarahi saya saat melakukan kesalahan. Dan ternyata kondisi tersebut belum 'selesai'. Sehingga saat saya dihadapkan pada kondisi yang sama meski bukan dalam posisi yang sama yaitu seorang anak, akhirnya saya melakukan hal yang Sebagaimana orangtua saya dulu lakukan terhadap saya. Lalu adakah solusi atas kondisi ini?

Saatnya berdamai dengan Innerchild

Salah satu kesalahan paradigma yang sering muncul di kalangan kita para orang tua, bahwa pola pengasuhan orang tua akan berpengaruh pada pola pengasuhan anak saat dirinya menjadi orang tua. Hal ini dianggap berpotensi meneruskan pola pengasuhan yang sama pada anaknya saat dirinya menjadi orang tua.

Hal ini memang tidak sepenuhnya salah. Namun meskipun orang tua punya "peran" terhadap trauma masa kecil, sejatinya kita punya pilihan untuk memberikan respon. Artinya kita bisa saja menyudahi luka pengasuhan yang kita alami di masa lalu dan tidak meneruskannya pada anak.

Saya jadi teringat dengan salah satu buku yang berjudul Nizhamul Islam karya Syeikh Taqiyuddin An NABHANI pada bahasan tentang qadha dan qadar. Dalam buku tersebut dijelaskan, manusia hidup dalam dua lingkaran. Satu, lingkaran yang menguasainya dan kedua adalah lingkaran yang dikuasai olehnya. Pada lingkaran yang menguasai manusia tentu ia tak punya pilihan karena semuanya adalah hak prerogatif Allah. Berbeda halnya dengan lingkaran yang dikuasai oleh manusia, ia jelas punya andil untuk bisa memilih. Bahkan Allah SWT menjelaskan dalam sebuah ayat di Alquran

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri." (TQS. Ar-rad :11)

Perlu dicatat, Hal ini bukan berarti bahwa Allah tak punya kuasa atas diri kita ya. Namun maksudnya adalah bahwa setiap pilihan kita sebenarnya tetap pada lingkaran kuasa Allah. Oke, kip bahasan ini karena ini adalah bahasan panjang. Intinya, adalah manusia diberi pilihan melalui akalnya agar memilih apakah ia mau melakukan atau meninggalkan.

Berdamai dengan inner child adalah bentuk pilihan. Setelah manusia baligh maka akalnya telah sempurna. Sehingga ia bisa memilih. Saya pribadi menyadari bahwa kehidupan manusia itu dinamis. Entah kearah yang lebih baik atau lebih buruk. Tapi kita yang sadar tentunya akan memilih kehidupan yang lebih baik bukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun