bullying mungkin bukanlah cerita baru untuk kita hari ini. Apalagi di tengah kondisi hari ini dimana setiap kejadian jadi bahan konten yang disebarkan hingga dinikmati publik.
Perundungan atau yang lebih familiar dengan istilahNamun, banyaknya kasus bullying menjadi PR besar bagi sejumlah pihak termasuk sekolah. Kasus bullying ini bahkan sering terjadi di lingkungan sekolah. Tempat yang seharusnya aman bagi anak karena sekolah adalah tempat anak-anak mencari ilmu namun nyatanya sekolah justru menjadi tempat maraknya kasus bullying.
Berangkat dari pengalaman pribadi, saya pernah mengalami bullying di sekolah. Tempat yang harusnya menjadi tempat saya bertumbuh dan menuntut ilmu, nyatanya jadi tempat yang membuat takut untuk didatangi.
Saat itu saya masih duduk di bangku taman kanak-kanak (TK). Seorang teman merampas pensil warna yang baru saya beli. Ia merampas sekaligus mengancam agar tak melaporkan hal ini kepada guru kelas. Saya yang merasa takut, akhirnya memilih untuk diam. Sikap ini kemudian "dimanfaatkan" oleh teman saya untuk merampas setiap barang baru yang saya bawa. Hal ini berlangsung hingga beberapa kali hingga akhirnya saya tak berani masuk kelas saat guru tak ada di kelas. Saya sendiri juga tak berani mengadukan pada orang tua atau kakak saya yang saat itu bersekolah di tingkat SD yang tak jauh dari tempat saya bersekolah.
Kasus seperti saya hanyalah satu contoh dari banyaknya kaus bullying yang terjadi di lingkungan sekolah. Parahnya, kasus bullying sampai berefek pada hilangnya nyawa. Seperti kasus bunuh diri seorang siswa yang terjadi  di sebuah sekolah di Cilacap, diduga kuat penyebabnya adalah karena bullying.
Dilansir dari katadata.co.id, berdasarkan data Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) yang dihimpun dari Republika, terdapat 16 kasus perundungan yang terjadi di lingkungan sekolah pada periode Januari hingga Agustus 2023.
Adapun kasus bullying di lingkungan sekolah paling banyak terjadi di Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan proporsi 25% dari total kasus.
Data kasus di atas tentunya membuat kita miris dan bertanya, sampai kapan hal ini akan terus terjadi? Lalu adakah cara agar sekolah bisa mencegah kasus bullying yang makin hari kian bertambah?
Bicara Akar Masalah dan Solusinya
Sering kita memahami bahwa pendidikan karakter itu penting, namun penting untuk dipahami bahwa perilaku seseorang atau anak juga dipengaruhi oleh lingkungan dan teman sejawatnya. Terlebih, kasus-kasus di atas justru banyak terjadi di luar jam belajar seperti jam sebelum belajar, jam istirahat dan jam setelah belajar.
Saya sendiri tidak memungkiri bahwa mendidik anak hari ini punya tantangan yang lebih berat. Di tengah gempuran teknologi dan arus informasi yang tidak terbatas, tentu anak kita juga melihat hal tersebut sehingga apa yang mereka lihat bisa menjadi contoh bagi anak-anak kita. Maka beratnya mendidik anak perlu adanya sinergisitas antara orang tua , sekolah, lingkungan masyarakat hingga level negara. Namun saat anak berada di lingkungan sekolah, maka pihak sekolah bertanggungjawab menjadi pendidik. Lalu apa yang harus dilakukan sekolah agar kasus bullying di sekolah makin berkurang bahkan hilang.
Beberapa waktu yang lalu saya menonton tayang YouTube Abah Ihsan ysng berjudul Agar Sekolah Bebas Bullying. Beliau memberikan beberapa cara agar sekolah bisa mengurangi bullying di lingkungan sekolah. Â Â
- Adanya pengawasan pada jam-jam diluar jam belajar seperti jam sebelum belajar, jam istirahat dan jam setelah belajar. Pada tiga waktu tersebut pihak sekolah baik oleh wali kelas, guru piket atau lainnya.
- Adanya panduan untuk siswa yang menjadi korban bullying. Hal ini penting dilakukan karena mayoritas korban bullying tidak berani bahkan tidak tahu apa yang harus dilakukan saat di-bully.
- Ajarkan anak untuk menyalurkan perasaan atau emosinya secara benar. Hal ini dilakukan sebab kebanyakan dari pelaku bullying merasa bahwa harga dirinya rendah. Entah dilingkungan keluargnya ataupun selainnya dimana ia selalu dianggap rendah. Sehingga saat berada di lingkungan yang ia merasa dirinya 'berkuasa ' maka ia akan mengeluarkan perawan marahnya pada orang lain. Maka menjadi tidak aneh jika korban bullying berpotensi menjadi pelaku bullying.
- Harus ada panduan berperilaku dan pemberian konsekuensi atas perilaku yang ia lakukan. Misalnya saat ada seorang anak membully temannya baik lewat lisan hingga sampai yang terparah melakukan tindak kekerasan maka ada konsekuensi yang harus diterima dan hal ini harus diterapkan secara konsisten.
Semoga dengan empat cara di atas, sekolah bisa mengurangi kasus bullying yang terjadi di sekolah.  Harapannya dengan cara di atas, para orang tua juga turut mendukung apa yang dilakukan oleh sekolah.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H