Mohon tunggu...
Dwi P Sugiarti
Dwi P Sugiarti Mohon Tunggu... Freelancer - Hanya orang yang ingin tetap produktif menulis

Contact me : dwiewetensch@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Migrasi Menuju TV Digital? Simak Ragam Manfaat Migrasi Dari TV Analog Ke TV Digital

20 Agustus 2021   20:39 Diperbarui: 20 Agustus 2021   21:00 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dulu waktu masih kuliah, suka ngebayangin "kapan ya bisa nonton acara-acara TV yang variatif dan punya kualitas gambar yang bagus?"
Rasanya mimpi kurang lebih 12 tahun yang lalu kini bukan lagi mimpi. Ya, mimpi ini adalah tentang migrasi ke TV digital. Negeri ini terbilang lamban untuk melakukannya. Lihat saja sejumlah negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan negara-negara Asia lainnya, telah menyusul negara Benua Eropa dan Amerika bermigrasi dari sistem analog ke penyiaran televisi secara digital secara penuh pada 2020 lalu.


Memang bukan hal baru dan beberapa wilayah sudah mulai menggunakan TV digital meski baru beberapa kalangan. Sejak tahun 2004 pemerintah telah mencanangkan migrasi ke penyiaran digital dengan membuat kajian menuju penyiaran televisi digital. Namun rencana tersebut kandas karena kurangnya payung hukum dalam pelaksanaannya.
Tapi menurut saya pribadi, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Adanya pandemi agaknya bisa menjadi "berkah" untuk merealisasikan upaya migrasi TV digital. Bagaimana tidak, Akhir-akhir ini upaya transformasi digital atau digitalisasi begitu masif dilakukan. Terlebih semenjak adanya pandemi. Tak dipungkiri, proses digitalisasi saat ini memang sudah menjadi kebutuhan hampir diseluruh lapisan masyarakat. Era teknologi memang mendorong hal tersebut untuk semakin memudahkan akses informasi dan komunikasi di tengah pembatasan interaksi secara langsung.


Misalnya dalam sektor pendidikan, upaya ini begitu masif dilakukan untuk bisa menghilangjkan hambatan pendidikan anak yang sejatinya tak bisa berhenti. Peran pendidikan yang tak hanya untuk transfer pengetahuan tapi juga bagaimana memastikan pembelajaran tetap tersampaikan dengan baik menjadi salah satu alasan pentingnya digitalisasi.
Pemerintah pun berupaya mengeluarkan kebijakan, salah satunya memberikan akses pembelajaran lewat siaran TV. Hal ini tidak terlepas dari amanat aturan dalam UU No 32/2002 tentang penyiaran pasal 4 menyatakan bahwa salah satu fungsi penyiaran adalah sebagai media pendidikan. Oleh karenanya menjadi hal penting untuk melakukan upaya digitalisasi penyiaran.


Melalui terbitnya UU 11/2020 tentang Cipta Kerja pada 2 November 2020 turut memberikan angin segar terhadap rencana migrasi penyiaran ke teknologi digital di Indonesia. UU tersebut mengamanatkan migrasi penyiaran dari sistem analog ke digital paling lambat dua tahun sejak UU tersebut diberlakukan. Sehingga proses transformasi ini akan dilakukan secara bertahap seiring dengan sosialisasi pemerintah ke masyarakat  yang harapannya pada 2 November 2022 migrasi TV analog ke TV digital telah rampung dilakukan.

Manfaat Siaran Digital


Sebagai masyarakat awam tentu kita patut bertanya, apa sih keuntungan atau manfaaat yang bisa diperoleh saat migrasi dari TV analog ke TV digital? Lalu apakah harus punya TV baru yang versi digital untuk bisa menikmati siaran digital?
Hal ini penting karena kalau masyarakat apalagi masyarakat yang tidak mampu harus membeli TV baru, pasti rasanya berat. Ternyata bagi mereka yang masih menggunakan TV analog tak perlu membeli TV baru. Cukup membeli STB atau Set Top Box dengan kisaran haraga 150.000-300.000 untuk bisa menikmati siaran digital. Pemerintahpun juga berupaya memberikan subsidi set top box bagi warga miskina agar mereka tetap bisa mendapatkan akses siaran TV digital. Nah, lalu apa manfaat yang bisa masyarakat peroleh?

Pertama, siaran TV digital menjanjikan adanya kualitas gambar dan suara yang jernih bagi masyarakat. Karena pancaran frekuensi digital, maka gambar yang diterima tidak akan berbintik, berbayang, maupun bergoyang. Ketajaman warna gambar juga akan sempurna. Bahkan, bisa diterima dengan kualitas high definition (HD) resolusi 1080. Suara juga akan stabil tanpa noise atau gangguan akibat lemahnya sinyal.


Kedua, kualitas program yang lebih baik dan beragam. Beragam program yang ditawarkan tentu menjadi pilihan menarik mbagi masyarakat. Sehingga tidak hanya menikmati tontonan yang itu-itu saja.  Tak hanya tayangan tv nasional tapi juga daerah. Sebab roadmap pemerintah rencananya akan membuka 6 kanal frekuensi yang masing-masing bisa diisi hingga 12 saluran siaran. Dengan demikian, dalam satu zona layanan, akan ada kurang lebih 72 saluran siaran. Suatu pilihan yang sangat banyak dan menguntungkan bagi masyarakat.


Ketiga, memungkinkan alokasi frekuensi digital untuk sistem peringatan bencana atau early warning system (EWS). Sistem penyiaran digital sangat memungkinkan memberikan peringatan bencana secara cepat karena adanya alarm di perangkat penerima siaran digital (STB maupun perangkat televisi digital) yang bisa terhubung langsung ke sinyal pantauan BMKG dan BNPB atas situasi kondisi iklim, cuaca, dan potensi bencana. Fungsi ini tentu penting mengingat Indonesia kerap dilanda bencana alam, seperti gempa, banjir, dan gunung meletus.


Keempat,  masifnya  industri kreatif baik lokal maupun  nasional. Logikanya, jika penyelenggara siaran lebih banyak, kebutuhan penyedia layanan akan lebih banyak. Pada akhirnya, hal ini akan mendorong industri konten tumbuh dengan baik.


Kelima, makin banyaknya stasiun bersiaran di kanal televisi digital, akan menjadi peluang home industry memasarkan usahanya lewat beragam kanal pilihan program televisi. Dengan demikian, pergerakan ekonomi akan makin terakselerasi. Jumlah konten kreator akan semakin banyak serta peluang membuka usaha secara daring juga sangat dimungkinkan di era industri 4.0 yang didukung internet berkecepatan tinggi.

Keenam,  industri perangkat. Munculnya industri lokal bisa membuat dekoder atau STB penerima sinyal siaran televisi digital. UU Cipta Kerja juga memungkinkan kemudahan UKM memperluas jenis dan pangsa pasar usaha. Lulusan SMK bisa membuat STB dan ditawarkan ke industri yang pada akhirnya membuka lapangan kerja baru.


Terakhir, migrasi penyiaran digital membuka peluang internet broadband bagi masyarakat luas. Dilansir dari kompas.com (30/05/2020), Dengan lowongnya frekuensi yang sebelumnya digunakan untuk siaran televisi analog, terdapat manfaat penggunaan frekuensi untuk penyediaan internet berkecepatan tinggi (internet broadband) bagi seluruh masyarakat. Dengan demikian, realisasi pemanfaatan frekuensi 5G untuk jalur internet broadband makin bisa dipercepat.


Dengan ketujuh manfaat ini, tentunya menjadi keuntungan bagi masyarakat luas. Yuk, aatnya ukung upaya digitalisasi penyiaran digital di negeri kita. Harapan saya pribadi, semoga dengan meningkatnya kualitas penyiaran kita dengan upaya digitalisasi akan berkorelasi pula pada peningkatan kualitas sumber daya manusianya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun