Mohon tunggu...
Masyarakat biasa
Masyarakat biasa Mohon Tunggu... -

Pemerhati birokrat dan birokrasi\r\nbirokratwatch@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Duel Antar Korps

9 Februari 2015   07:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:34 5
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebangaan akan korps memang suatu hal yang bisa berdampak ganda di negeri ini, positif bila dihubungkan dengan kekuatan ikatan antar anggota team dalam suatu institusi dan bisa dipahami negatif bila menganggap korps selain institusinya tidak sehebat atau sekuat korps yang disandangnya.

Kisruh KPK dan Polri saat ini diluar masalah politik dan hukum adalah masalah kebanggaan korps yang berlebihan.

KPK dengn super powernya bisa jadi merasa digdaya di area penegakan hukum khususnya tentang korupsi. Demikian pula dengan Polri yang jauh lebih senior bahkan dengan jumlah anggota yang jauh lebih banyak, bukan tidak mungkin Polri menganggap KPK hanya anak bawang yang minim pengalaman dan hanya bersifat ad hoc.

Kebanggaan korps paling kentara tampak dalam sensitifitas gesekan antara anggota TNI dan Polri yang telah berlangsung selama puluhan tahun.

Mari kita analisa mendalam apa yang membuat ikatan korps menjadi sesuatu yang berlebihan, bahkan bisa disalahgunakan untuk melindungi anggotanya dari jeratan hukum sebagai wujud solidaritas bahkan melindungi wajah korps sehingga tidak kehilangan muka di depan publik.

Hal ekstrem bisa terjadi seperti pada saat sepasukan korps pasukan khusus bisa melakukan penyerbuan ke sebuah lapas untuk menghukum mati seseorang demi membalaskan dendam atas kematian rekan mereka walaupun harus mengorbankan karier dan menyadari resiko hukuman yang bakal mereka terima.

Lalu apa yang kita pikirkan sebagai masyarakat sipil atas kejadian kejadian tersebut?.

Analisa yang pertama adalah faktor seragam atau uniform, mungkin anda berpikir seragam adalah hal yang biasa saja, namun jangan salah banyak faktor psikologis yang dipengaruhi oleh uniform, mungkin anda yang pernah bersekolah atau kuliah di akademi militer maupun kepolisian pasti merasa bangga dengan seragam maupun pangkat di bahu anda, ya itu suatu hal yang wajar secara psikologi dikarenakan perlu perjuangan fisik yang berat untuk mendapatkan hak atas uniform tersebut. Setelah lulus akademi ,perjuangan pun belum selesai karena anda harus bersaing secara ketat melalui berbagai pelatihan maupun pendidikan lanjutan untuk mencapai pangkat tertentu. Berbeda dengan organisasi masyarakat sipil seperti KPK yang memang pimpinannya tidak di design dari anggota karier, bisa dari swasta, advokat, polisi atau jaksa. Bisa kita bayangkan bila kita yang telah berpuluh tahun merintis karier di lembaga negara dengan fasilitas extra dari negara tiba tiba harus tunduk kepada aparat ad hoc yang terdiri dari masyarakat sipil tentu saja akan timbul resistensi seperti saat ini, bila masing masing pihak bisa bijaksana melihat hal ini maka kesombongan dari uniform ini tidak akan berlarut seperti saat ini, karena nobody perfect, tidak ada organisasi yang sempurna.

Analisa yang kedua adalah persaingan dalam perebutan lahan kekuasaan, bukan isu baru bila selama ini persaingan Tni-polri di karenakan perebutan lahan ekonomis.

dan analisa yang terakhir adalah kesalahan dalam pola perekrutan dan pendidikan di masing masing instansi, sebagai aparat negara yang dibiayai oleh pajak masyarakat sudah selayaknya perubahan doktrin yaitu bukan lagi menomorsatukan korps tapi menomorstukan kepentingan bangsa diatas segalanya, korps bukan tempat berbisnis maupun memperkaya diri sendiri, bukan tempat untuk berpolitik namum tempat untuk berkarya dan berbakti.

Untuk para anggota korps termasuk KPK sudah sepantasnya melakukan instrospeksi, bahwa lepaskanlah seragam kesombongan itu, kesalahan adalah sebuah hal yang manusiawi, kebijaksanaan adalah hal yang sekarang tidak ditemukan, dan yang terakhir adalah profesionalisme, dalam arti tidak terkooptasi kepentingan kelompok tertentu. Selalu ingat bahwa sehebat apapun korps kita atau pangkat dan posisi kita ada amanah yang besar dari rakyat yang menafkahi korps tersebut dan tentu saja akan dituntut pertanggungjawannya tidak hanya di dunia tetapi pastinya di akhirat nanti di hadapan sang maha adil.

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun