Mohon tunggu...
Dwi Pangga
Dwi Pangga Mohon Tunggu... Dosen - Mahasiswa Pascasarjana S3 Undiksha

Saya Dosen Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Mandalika (UNDIKMA) saat ini sedang menempuh Pascasarjana S3 di UNDIKSHA

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Penguasapun Takut dengan Pengetahuan

28 November 2024   19:00 Diperbarui: 28 November 2024   19:02 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Diskusi “Akademisi Memiliki Kekuasaan Lewat Keilmuannya” bersama Prof. Pageh (Foto perkuliah dari Undiksha)

Dalam beberapa hari terakhir, dua momen besar dalam kehidupan bangsa Indonesia telah berlalu: Peringatan Hari Guru Nasional pada 25 November 2024 dan pelaksanaan Pilkada Serentak pada 27 November 2024. Peristiwa ini membawa berbagai dinamika sosial-politik yang menjadi sorotan publik. Pilkada, dengan segala hiruk-pikuknya, menghasilkan suka cita bagi yang menang dan meninggalkan lara bagi yang kalah. Namun, di balik euforia politik tersebut, ada satu refleksi penting yang patut direnungkan: bagaimana dunia pendidikan berinteraksi dan memengaruhi dinamika kekuasaan.

Prof. Dr. Drs. I Made Pageh, M.Hum., seorang Guru Besar di Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha), dalam sebuah diskusi bertajuk “Akademisi Memiliki Kekuasaan Lewat Keilmuannya,” menyampaikan pandangan yang tajam. Menurutnya, akademisi sesungguhnya memiliki kekuasaan yang jauh lebih besar dibandingkan penguasa formal seperti Bupati atau Gubernur. “Pengetahuan adalah senjata yang paling berbahaya. Bahkan penguasa takut pada pengetahuan, karena ia memiliki kekuatan untuk merubah pola pikir masyarakat,” ujarnya. Akademisi memiliki ruang untuk mengekspresikan ide, kritik, dan solusi melalui media massa, riset ilmiah, hingga publikasi jurnal akademik.

Akademisi Sebagai Pilar Demokrasi

Dalam konteks demokrasi, pendidikan memiliki peran yang strategis. Akademisi tidak hanya bertugas mengajar, tetapi juga membentuk opini publik melalui penelitian dan tulisan-tulisannya. Sebagai pencetak intelektual dan pemikir kritis, akademisi menjadi tulang punggung dalam menciptakan iklim pemerintahan yang sehat. Hal ini mencakup pemberian masukan yang berbasis data, kritik yang konstruktif, serta dorongan untuk menciptakan kebijakan yang berpihak kepada masyarakat.

Namun, kekuatan pengetahuan tidak hanya berhenti di ruang akademik. Akademisi juga memiliki tanggung jawab untuk menyentuh ranah pendidikan dasar dan menengah. Dalam diskusi tersebut, Prof. Pageh menekankan perlunya pendekatan holistik, melibatkan guru sekolah dasar, menengah, hingga dosen perguruan tinggi dalam mendidik generasi muda menjadi pemilih yang cerdas dan bermoral. Hanya melalui pendidikan yang inklusif dan berkesinambungan, masyarakat dapat diajak untuk menjunjung tinggi etika demokrasi, menolak praktik politik uang, dan memilih berdasarkan kepentingan bangsa, bukan kepentingan golongan.

Krisis Karakter dalam Politik

Salah satu tantangan terbesar dalam demokrasi kita saat ini adalah krisis karakter di kalangan pemilih maupun pemimpin. Banyaknya kasus politik uang, manipulasi suara, dan janji-janji palsu adalah cerminan rendahnya integritas demokrasi kita. Pendidikan memiliki peran kunci dalam mengatasi masalah ini. Sekolah dan universitas harus menjadi ruang di mana nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, dan kepemimpinan yang etis diajarkan dan diterapkan.

Akademisi harus terus mengampanyekan pentingnya etika politik melalui riset dan publikasi. Pendidikan karakter yang dimulai sejak dini akan menciptakan masyarakat yang matang secara moral dan intelektual. Dalam jangka panjang, ini akan menghasilkan pemimpin-pemimpin yang amanah dan berkomitmen pada kepentingan bangsa.

Pendidikan Sebagai Investasi Jangka Panjang

Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang hasilnya baru akan terlihat dalam satu atau dua dekade mendatang. Saat ini, yang kita tanam adalah benih-benih kesadaran kritis di kalangan generasi muda. Harapannya, 20 hingga 25 tahun ke depan, akan lahir pemilih-pemilih cerdas yang memilih berdasarkan visi besar untuk kemajuan Indonesia, bukan sekadar kepentingan pribadi atau kelompok.

Sebagai contoh, dalam momentum Pilkada 2024, sangat mungkin ada anak-anak yang hari ini masih duduk di bangku sekolah dasar akan menjadi pemilih atau bahkan calon pemimpin pada tahun 2045. Oleh karena itu, apa yang kita ajarkan kepada mereka hari ini akan menjadi fondasi yang menentukan arah bangsa di masa depan.

Foto Antusias Anak-anak SDN 5 Sandik, Lombok Barat, sebagai calon pemilih 10-15 tahun kedepan (Sumber: Dukumen Foto Kelas)
Foto Antusias Anak-anak SDN 5 Sandik, Lombok Barat, sebagai calon pemilih 10-15 tahun kedepan (Sumber: Dukumen Foto Kelas)

Relasi Pendidikan dan Kekuasaan

Relasi antara pendidikan dan kekuasaan bukanlah hal yang baru. Sejak zaman dahulu, penguasa yang bijak selalu mengandalkan para pemikir dan ilmuwan sebagai penasehat mereka. Namun, ada juga penguasa yang justru takut pada pengetahuan karena khawatir akan mengancam posisi mereka. Di sinilah pentingnya akademisi untuk tetap independen, tidak terkooptasi oleh kekuasaan, tetapi juga tidak apatis terhadap persoalan bangsa.

Seperti disampaikan Prof. Pageh, akademisi tidak boleh hanya berdiam diri di menara gading. Mereka harus aktif berkontribusi dalam menciptakan kebijakan yang berdampak langsung pada masyarakat. Melalui tulisan, riset, dan diskusi publik, akademisi dapat menjadi penggerak perubahan sosial yang nyata.

Menuju Indonesia Emas 2045

Visi Indonesia Emas 2045 adalah mimpi besar yang hanya dapat dicapai melalui kerja keras dan kolaborasi semua pihak. Akademisi, sebagai penjaga gerbang pengetahuan, memiliki peran penting dalam mewujudkan visi ini. Dengan menciptakan generasi muda yang cerdas, bermoral, dan berkarakter, pendidikan menjadi jalan utama untuk mencapai tujuan tersebut.

Namun, peran akademisi tidak bisa berjalan sendiri. Dukungan dari pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha juga sangat diperlukan. Pemimpin yang terpilih dalam Pilkada 2024 diharapkan dapat memahami pentingnya investasi pada pendidikan. Tanpa pendidikan yang kuat, visi Indonesia Emas hanya akan menjadi angan-angan belaka.

Penutup

Hari Guru Nasional dan Pilkada Serentak 2024 adalah pengingat akan pentingnya sinergi antara pendidikan dan kekuasaan. Pendidikan adalah kunci untuk menciptakan pemimpin yang bertanggung jawab dan masyarakat yang cerdas. Melalui kolaborasi antara akademisi, pemerintah, dan masyarakat, kita dapat membangun Indonesia yang lebih baik, lebih adil, dan lebih sejahtera.

Sebagai penutup, mari kita renungkan kata-kata Prof. Pageh: “Penguasapun takut dengan pengetahuan. Namun, justru dari ketakutan itulah perubahan besar bisa dimulai.” Semoga pendidikan terus menjadi cahaya yang menerangi perjalanan bangsa ini menuju masa depan yang gemilang. (Dwi Pangga, Mahasiswa Pascasarjana S3 Undiksha)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun