Apa itu Konflik
Pernahkah pembaca mengalami konflik? Apakah konflik itu sudah selesai atau masih sedang berlangsung? Apa yang pembaca lakukan untuk menangani konflik tersebut?
Semua orang rasanya pernah mengalami konflik. Walaupun demikian, konflik pada dasarnya merupakan sebuah persepsi. Karena itu, apabila tidak ada yang menyadari konflik tersebut, maka hampir selalu tidak ada konflik yang terjadi. Konflik biasanya bermula saat terjadi pertentangan atau ketidaksesuaian.
Secara luas konflik diartikan sebagai sebuah proses yang dimulai ketika salah satu pihak memandang pihak lainnya telah memengaruhi secara negatif, atau akan berpengaruh secara negatif terhadap segala sesuatu hal yang dipedulikan oleh pihak pertama. Ini sejalan dengan pemikiran bahwa konflik adalah sebuah persepsi. Persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negatif atau bahkan masih akan memengaruhi secara neagtif.
Dalam sebuah organisasi, konflik yang terjadi sering kali disebabkan oleh ketidaksesuaian tujuan, perbedaan atas interpretasi kenyataan, ketidaksepakatan yang berdasarkan ekspektasi atas perilaku dan lain sebagainya. Konflik bisa saja berwujud sebagai sesuatu yang hampir tidak kentara ataupun tindakan terang-terangan. Contoh konflik yang tidak kentara misalnya dengan menghindari orang lain. Sementara konflik terang-terangan misalnya dengan melakukan demo.
Ada dua pandangan berbeda dalam konflik. Pandangan pertama yaitu pandangan tradisional. Pandangan ini berpendapat bahwa konflik selalu berdampak buruk. Karena itu, pandangan ini menilai konflik selalu harus dihindari.
Sementara itu pandangan lainnya adalah pandangan interaksionis. Pandangan ini berpendapat bahwa konflik bisa jadi merupakan konflik fungsional dan disfungsional. Konflik fungsional adalah konflik yang berdampak positif diharapkan akan mendukung tujuan kelompok, meningkatkan kinerja, bahkan bisa bersifat konstruktif. Sedangkan konflik disfungsional adalah konflik yang berdampak negatif yang dapat merintangi kinerja kelompok bahkan bersifat destruktif (menghancurkan).
Contoh konflik fungsional ialah para karyawan di suatu perusahaan yang memperebutkan reward atas kinerja dan produktivitas masing-masing sehingga mendukung kenaikan performa perusahaan. Contoh lainnya ialah protes yang dilakukan oleh Gandhi di India untuk menentang Inggris. Hal ini berefek positif dalam membangun jalan kemerdekaan India.
Sedangkan contoh konflik disfungsional ialah pertengkaran antara pihak keuangan dengan pihak pemasaran di perusahaan dikarenakan adanya perbedaan pendapat yang mengedepankan kepentingan pribadi dalam kelompok. Contoh lainnya ialah pembantaian yang dilakukan G30S/PKI dalam mengangkat ideologi komunisme. Hal ini membuat orang Indonesia menjauhi komunisme dan memandang Rusia dan Cina sebagai negara yang tidak boleh ditiru pada masa itu.
Dalam memahami konflik, perlu kita ketahui jenis konflik yang terjadi. Jenis konflik terbagi menjadi tiga, yaitu konflik tugas, hubungan, dan proses. Konflik tugas adalah konflik tentang kandungan tugas dan tujuan dari pekerjaan. Sedangkan konflik hubungan adalah konflik yang didasarkan pada hubungan interpersonal. Sementara itu konflik proses terkait mengenai bagaimana pekerjaan akan diselesaikan.
Dari ketiga jenis konflik tersebut, konflik hubungan adalah konflik yang sebaiknya dihindarkan. Karena konflik ini setidaknya dalam penetapan pekerjaan, hampir selalu merupakan konflik disfungsional. Terlihat bahwa gesekan dan permusuhan interpersonal sangat melekat dalam konflik hubungan yang meningkatkan bentrokan kepribadian, serta menurunkan tingkat saling memahami antar sesama. Sehingga menghambat penyelesaian dari tugas organisasi. Selain itu, konflik ini juga terlihat paling melelahkan secara psikologis bagi individu. Sementara itu untuk konflik tugas dan konflik proses, para ahli masih belum sepakat apakah konflik ini lebih merupakan konflik fungsional ataupun disfungsional.
Setelah memahami jenis-jenis konflik, kita juga perlu memahami lokus atau di mana konflik itu terjadi. Ada tiga tipe dasar dalam lokus konflik. Yang pertama adalah konflik dyadic yaitu konflik yang terjadi antara dua orang. Contohnya ialah konflik antara atasan dan bawahan (supervisor dan marketing staff) dan konflik antara sesama rekan kerja (sesama customer service).
Yang kedua adalah konflik intragroup yaitu konflik yang terjadi dalam sebuah kelompok atau tim. Contohnya ialah konflik dalam tim keuangan (perpajakan dan bendahara) dan konflik dalam tim HC/GA dalam melakukan rekrutmen tenaga kerja baru. Sementara yang terakhir adalah konflik antarkelompok yang merupakan konflik di antara kelompok atau tim yang berbeda. Contohnya ialah konflik antara bagian keuangan dengan bagian pemasaran dan konflik antara bagian produksi dengan bagian pengawasan.
Proses Konflik
Konflik merupakan proses yang dinamis, bukannya kondisi statis. Konflik memiliki awal, dan melalui banyak tahap sebelum berakhir. Para ahli berpendapat ada banyak pendekatan yang baik untuk menggambarkan proses suatu konflik.
Proses pertama adalah Latent Conflict (konflik terpendam). Merupakan kondisi yang berpotensi untuk menyebabkan atau mengawali sebuah konflik. Terkadang tindakan agresif dapat mengawali proses konflik. Latent Conflict dapat tidak terlihat, tidak begitu jelas di permukaan. Perlu diingat bahwa kondisi-kondisi ini belum tentu mengawali proses suatu konflik.
Proses kedua terjadi saat konflik mulai dirasakan (Perceived Conflict). Pada tahap ini, para pihak harus menyadari bahwa mereka dalam keadaan terancam dalam batas-batas tertentu. Tanpa rasa terancam ini, salah satu pihak dapat saja melakukan sesuatu yang berakibat negatif bagi pihak lain, namun tidak disadari sebagai ancaman.
Proses selanjutnya adalah Felt Conflict (merasakan konflik). Hal ini terjadi karena persepsi berkaitan erat dengan perasaan. Jika orang merasakan adanya perselisihan baik secara aktual maupun potensial, ketegangan, frustasi, rasa marah, rasa takut, maupun kegusaran akan bertambah. Di sinilah mulai diragukannya kepercayaan terhadap pihak lain, sehingga segala sesuatu dianggap sebagai ancaman, dan orang mulai berpikir bagaimana untuk mengatasi situasi dan ancaman tersebut.
Proses keempat adalah Manifest Conflict (konflik nyata). Persepsi dan perasaan menyebabkan orang untuk bereaksi terhadap situasi tersebut. Bentuk reaksi yang mungkin muncul pada tahap ini adalah berbagai argumentasi, tindakan agresif, atau bahkan munculnya niat baik yang menghasilkan penyelesaian masalah yang konstruktif.
Yang kelima adalah Conflict Resolution (hasil suatu konflik). Conflict resolution dapat muncul dalam berbagai cara. Para pihak mungkin mencapai persetujuan untuk mengakhiri konflik. Mereka bahkan mungkin mulai mengambil langkah-langkah untuk mencegah terulangnya konflik di masa yang akan datang. Tetapi terkadang terjadi pengacuan dari konflik itu sendiri. Hal ini terjadi jika para pihak menghindari terjadinya reaksi yang keras, atau mencoba mengacuhkan begitu saja ketika terjadi perselisihan. Konflik dapat dikatakan selesai jika satu pihak berhasil mengalahkan pihak yang lain.
Proses yang terakhir adalah Conflict Alternatif (alternatif konflik). Ini terjadi ketika konflik terselesaikan, tetapi tetap ada perasaan yang tertinggal. Terkadang ada perasaan lega dan harmoni yang akan terjadi, seperti ketika kebijaksanaan baru yang dihasilkan dapat menjernihkan persoalan di antara para pihak. Tetapi jika yang tertinggal adalah perasaan tidak enak dan ketidakpuasan, hal ini dapat menjadi kondisi potensial untuk konflik yang selanjutnya. Pertanyaan kunci adalah apakah pihak-pihak yang terlibat semakin dapat bekerjasama, atau malah semakin jauh akibat terjadinya konflik.
Strategi dalam Menangani dan Menyelesaikan Konflik
Strategi yang pertama adalah dengan menghindar. Menghindari konflik dapat dilakukan jika masalah yang memicu konflik tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Contohnya ialah seorang karyawan yang mengajukan cuti kepada atasannya namun atasan memutuskan untuk tidak memberikan cuti dikarenakan mendekati akhir bulan dimana banyak pekerjaan dan deadline yang belum selesai. Sehingga karyawan menerima keputusan tersebut dan tidak membahas atau mengajukan lagi.
Strategi kedua yang dapat dilakukan adalah dengan mengakomodasi. Mengakomodasi berarti memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan. Contohnya ialah seorang pegawai bank yang junior masuk selama 2 minggu berturut-turut di weekend banking menggantikan jadwal pegawai senior yang seharusnya masuk dikarenakan merupakan permintaan dari atasan secara langsung.
Strategi selanjutnya adalah memecahkan masalah atau kolaborasi. Pemecahan masalah dilakukan dengan hasil sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang sama. Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu sama lainnya. Contohnya ialah seorang karyawan yang mengajukan cuti tetapi atasan menolak dikarenakan masih banyak deadline yang belum selesai. Namun, karyawan bersitegas untuk tetap mengambil cuti karena urusan keluarga. Sehingga kedua pihak mencari solusinya dengan mengundur cuti hingga deadline selesai. Karyawan bisa cuti dan keinginan atasan untuk menyelesaikan pekerjaan juga tercapai pada akhirnya.
Strategi yang terakhir adalah kompromi atau negosiasi. Dalam strategi ini, masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang bersamaan, saling memberi dan menerima, serta meminimalkan kekurangan semua pihak yang dapat menguntungkan semua pihak. Contohnya ialah seorang karyawan yang mengajukan cuti tetapi atasan menolak dikarenakan masih banyak deadline yang belum selesai. Namun, karyawan bersitegas untuk tetap mengambil cuti sehingga atasan mengajukan syarat dalam pemberian cuti yaitu cuti tidak terlalu lama dan mengambil lembur untuk menyelesaikan pekerjaan sebelum tanggal cuti dimulai.
Negosiasi sebagai Salah Satu Strategi Menangani Konflik
Salah satu strategi yang dapat digunakan dalam menangani konflik adalah negosiasi. Negosiasi dilakukan untuk mendapatkan kesepakatan di antara dua belah pihak. Dengan melakukan negosiasi, diharapkan dapat dihasilkan jalan keluar ataupun kesepakatan terhadap konflik yang tengah dihadapi oleh dua belah pihak.
Dalam praktek bernegosiasi bisnis, proses komunikasi dimulai sejak kontak pertama jauh sebelum proses negosiasi dilakukan. Dapat dikatakan bahwa negosiasi merupakan hasil dari proses komunikasi yang semakin intensif. Perancangan atau niatan untuk melakukan negosiasi antara dua pihak merupakan indikasi sudah sampai atau diterimanya gagasan dari pihak pertama ke pihak kedua dan sebaliknya.
Negosiasi pada dasarnya adalah proses komunikasi, dimana di dalamnya ada penyampaian gagasan, penyampaian persepsi atas gagasan, persuasi dan kesepakatan. Masing-masing pihak yang bernegosiasi merupakan komunikator yang secara aktif mengkomunikasikan gagasan tentang alternatif yang mungkin disepakati bersama dengan sejumlah argumentasi yang mendukung. Negosiasi dapat terjadi kapan dan dimana saja, misalnya dalam dunia politik, dalam organisasi, bahkan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Negosiasi dalam dunia politik misalnya pertukaran tenaga kerja asing dengan tenaga kerja Indonesia dengan ketentuan hukum yang berlaku, negosiasi dalam bidang ekspor-impor sumber daya alam antara Indonesia dengan negara lain, dan negosiasi menjelang pilkada antara calon-calon dengan pengurus partai di dalam suatu partai yang diajukan.
Negosiasi dalam kehidupan sehari-hari misalnya tawar-menawar antara penjual dan pembeli, pembagian warisan dalam suatu keluarga, dan dalam pengurusan hak-kewajiban serta hak asuh anak dalam konflik perceraian antara suami dengan istri.
Negosiasi dalam organisasi misalnya wawancara dalam merekrut tenaga kerja baru antara pihak perusahaan dengan calon karyawan, membuat suatu kesepakatan bisnis antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain (Contohnya Gojek dengan Telkomsel, Apple dengan IBM), dan dalam memprospek nasabah atau client yang dilakukan oleh pihak perusahaan dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku.
Semakin seseorang terampil dan menguasai teknik negosiasi, semakin besar usahanya membuahkan hasil yang besar. Namun dalam kenyataannya, melaksanakan negosiasi ini tidak mudah. Negosiator perlu menyiapkan diri sebaik-baiknya sebelum melakukan negosiasi. Karena negosiasi yang dilakukan mungkin akan berlangsung tidak sesuai dengan prediksi sebelumnya, masing-masing pihak ingin mempertahankan tuntutannya, sehingga terdapat perbedaan pandangan yang tajam.
Bila para negosiator mengalami keadaan ini, tentu situasi komunikasi menjadi penuh ketegangan, atau dapat mengarah pada kebutuhan komunikasi, atau keretakan hubungan. Untuk menjadi seorang power negotiator harus memiliki keberanian untuk menggali lebih banyak informasi. Negosiator yang buruk selalu enggan menanyakan apapun yang dikatakan pihak lawan, jadi mereka hanya menegosiasikan apa yang telah dikatakan oleh pihak lawan.
Penulis adalah mahasiswa Magister Ilmu Manajemen FEB USU Angkatan Genap 2020/2021.
Terima kasih atas bimbingan yang diberikan dosen Program Studi Magister Manajemen Ilmu Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Elisabet Siahaan,SE., M.Ec.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H