Mohon tunggu...
Dwi Nurcahyo
Dwi Nurcahyo Mohon Tunggu... Buruh - Pekerja Swasta

Lebih memilih untuk berdiam diri menyaksikan tayangan sepakbola ketimbang berbicara dengan seekor kambing kolot

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Masterclass 'Gerbang Selatan'!

8 Juli 2024   07:00 Diperbarui: 8 Juli 2024   07:08 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penuh kritikan dan hujatan di awal kompetisi, Southgate kini kembali membawa Inggris berdiri di semifinal Piala Eropa untuk kedua kalinya secara beruntun. Catatan apik Southgate ini memang tidak luput dari kualitas individu para pemain di lapangan, namun ada hal lain yang membuat Southgate berbeda dengan pelatih Inggris terhadulu yang notabenenya dinamakan Golden Generation; Southgate dapat membuat tim menjadi satu padu. 

BERTANGAN DINGIN DAN HARUS BERBENAH

Bukti ini terlihat dari kepercayaan Southgate terhadap para pemain terutama posisi gelandang dan penyerang. Semua pemain yang dibawa hampir rata-rata mendapatkan menit bermain. Tak ayal kita sering melihat pemain dari klub 'top' marah saat akan diganti, namun kejadian sebaliknya terjadi bagi tim Inggris. Pemain seperti Foden, Kane, Saka ataupun Bellingham tidak menjamin akan bermain 90 menit full. 

Ini menandakan bahwa Southgate pun sangat percaya kepada seluruh pemainnya. Pemain debutan seperti Ebrechi Eze, Kobbie Maino dan Cole Palmer di bawah naungan Southgate sudah mencapai 100 menit bermain. Kita dapat mengakui memang bahwa taktik pelatih kelahiran tahun 1970 itu memang kurang bagus. Inggris seringkali bermain defensif setelah dapat mencetak satu gol dan itu tercermin dari berapa banyak pertandingan contohnya semifinal Piala Dunia 2018 lawan Kroasia, final Piala Eropa 2020 lawan Italia dan yang terbaru lawan Denmark di pertandingan kedua Euro edisi kali ini. Ini menjadi PR bagi Kane dkk, kejadian serupa tidak boleh terulang kembali. Dua langkah menuju gelar juara di depan mata.

 

STATISTIK IMPRESIF SOUTHGATE

Southgate mulai menukangi Inggris setelah Inggris ditelan pil pahit harus tersingkir dari Piala Eropa 2016 melawan tim debutan Islandia. Dua tahun setelahnya itu Piala Dunia 2018 adalah pertandingan resmi pertama Southgate bersama The Three Lions. Inggris yang dianggap sebelah mata karena mempunyai rekor yang kurang baik dalam beberapa edisi turnamen ternyata mampu menembus hingga ke semifinal. Di Piala Eropa 2020, sebagai tuan rumah Inggris tidak dijagokan banyak pihak. 

Kebanyakan mereka menilai Inggris terlalu dibesar-besarkan oleh media, namun kenyataanya berbalik. Inggris dapat menaklukan Jerman yang diperhitungkan akan menjadi kandidat juara. Jalan Inggris mulus hingga pada akhirnya Inggris harus menyerah dari Italia di babak final melalui adu tos-tosan.

Piala Dunia 2022 menjadi kedua kalinya Southgate bersama Inggris di kompetisi tersebut. Inggris lagi-lagi seperti biasa dinilai sebelah mata oleh para penggemar si kulit bundar. Rasa sakit setelah kandas di final Piala Eropa masih membekas di hati para pemain. Walaupun masih membekas, pada kenyataanya Inggris dapat menembus babak perempat final sebelum dihentikan oleh Mbappe cs.

Dan sekarang, Inggris bertengger di semifinal Piala Eropa 2024. Hal yang sangat tidak diduga-duga oleh banyak kalangan. Bahkan untuk beberapa penggemarnya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun