Mohon tunggu...
Dwi Nurcahyo
Dwi Nurcahyo Mohon Tunggu... Buruh - Pekerja Swasta

Lebih memilih untuk berdiam diri menyaksikan tayangan sepakbola ketimbang berbicara dengan seekor kambing kolot

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pusing Pokoknya Mah Kalo Gak Diceritain

15 Desember 2023   01:05 Diperbarui: 22 Desember 2023   05:42 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Air hangat itu sudah sejak tadi berada di meja, namun urung juga ditenggak dan dihabiskan karena pikirannya sedang berputar ke depan dengan arah yang tidak menentu. Tangannya sibuk bolak-balik membuka sebuah aplikasi untuk mengecek portofolio. Sebelumnya, sang ibu bertanya kepadanya mengenai uang lantaran hal itulah yang membuat dirinya pusing tujuh keliling.

Banyak mungkin di antara kita yang punya masalah keuangan apalagi menyangkut orangtua yang sudah memasuki masa-masa senja. Hidup aja masih pas-pasan, bagaimana buat membiayai orangtua nantinya kelak. Kurang lebih, seperti itulah yang terlintas di kepalanya. Tak pelak apabila dia melihat tim sepakbola kesayangannya kalah dia tidak peduli, sebab ada yang lebih penting lagi untuk diurus.

Walaupun orangtua tidak menuntut banyak kepada anaknya, akan tetapi seorang anak pasti ingin hidupnya lebih baik daripada orangtuanya. Hampir rata-rata seperti itu. 

Orangtua pun berpikiran sama, namun di satu sisi, wajibnya kita terus mengasah ilmu keuangan yang dinilai hampir tidak pernah diajarkan di sekolah. Di umurnya yang mendekati 24, kini ia paham bagaimana roda keuangan itu berjalan. Makin ia paham bukannya makin ia tenang, melainkan was-was. Apa saya nanti di umur segitu punya uang segini. Apa saya nanti di kepala tiga sudah mempunyai properti, saham yang tebal, dana darurat dll. Keparat! Pusing juga ia menahan pikiran itu semua.

Pemuda yang kini usianya sudah hampir tidak muda lagi itu pun berpikir secara keras bagaimana mengatasi rentetan terror pikiran yang kini kian berkecamuk. Air hangat yang berada di meja pun ia teguk hingga habis dan tak tersisa. Layaknya batu yang keras, semakin lama batu itu lapuk karena rintikan air terus menyerangnya. Ia pun lantas berpikir, bagaimana kalau saya jalani hidup ini saja tanpa perlu memikirkan bagaimana nanti kedepannya, tapi dalam catatan saya harus disiplin, konsisten dan jangan boros. Kini ia pun sudah menemukan solusi dari segala masalah yang menerpanya.

Segala masalah yang ia hadapi, ia coba jalani dengan senyuman dan mengalir saja seperti air. Terkadang sudut pandang kita ini yang membuat hidup itu rasanya sulit, padahal itu hanyalah kepentingan pribadi yang menyulitkan kita. 

Pada intinya, pemuda itu pun linglung dan memutuskan untuk mengikuti jalannya kehidupan yang ia alami. Ikuti saja arusnya air ke mana. Terlihat senyum manis dari pemuda itu pun melingkar di wajahnya dan tak lama berselang ia memutuskan untuk berolahraga dengan berlari, sehabis berlari satu loyang martabak manis rasa keju yang luber-luber hingga offside pun ludes disikat sendirian.

"Kehidupan adalah perubahan yang alami dan spontan. Jangan menolaknya, karena akan menimbulkan kesedihan. Biarlah sesuai dengan kenyataan. Biarkan mengalir secara natural, berjalan seperti apa adanya." Lao Zu, Filsuf Tiongkok

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun