Mohon tunggu...
Dwi Nur Cahyani
Dwi Nur Cahyani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Persepsi Mahasiswa terhadap Praktik Parkir Liar di Tembalang

22 Oktober 2024   08:54 Diperbarui: 22 Oktober 2024   09:08 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://x.com/undipmfs/status/1836779024976064720?t=tH94pPT6jmYAuKv_7_9BOQ&s=19

Kecamatan Tembalang, yang dikenal sebagai pusat pendidikan di Semarang, menjadi lokasi bagi banyak mahasiswa perantau, terutama mahasiswa Universitas Diponegoro. Dengan lebih dari 55.000 mahasiswa, kebutuhan akan lahan parkir yang memadai semakin meningkat. Namun, situasi ini juga memunculkan masalah serius terkait praktik parkir liar yang meresahkan. Selain itu masalah juru parkir ilegal juga semakin meresahkan mahasiswa, terutama mereka yang berasal dari luar kota. Praktik ini menjadi perhatian serius karena dampaknya terhadap kesejahteraan mahasiswa yang sudah terbebani dengan biaya pendidikan dan kebutuhan sehari-hari.

Parkir liar, yang pada dasarnya mengacu pada parkir kendaraan di tempat-tempat yang tidak dimaksudkan untuk parkir, seperti trotoar, jalan raya, jalur perdistrian, dan area publik lainnya yang seharusnya tidak digunakan sebagai tempat parkir, telah memiliki dampak yang signifikan terhadap pengelolaan ruang publik. Mayoritas orang yang bekerja sebagai juru parkir melakukan praktik parkir liar ini untuk keuntungan pribadi. Juru parkir resmi dan liar berbeda. Juru parkir liar tidak terdaftar di Dinas Perhubungan, tetapi mereka menggunakan lahan yang dimaksudkan untuk parkir secara tidak resmi, seperti trotoar. Mereka disebut juru parkir liar. Sedangkan untuk juru parkir resmi sudah pasti terdaftar di Dinas Perhubungan.

Kawasan yang sering dikunjungi oleh mahasiswa seperti tempat fotocopy, burjo, warung, kafe, dan tempat-tempat mahasiswa untuk kumpul ataupun mengerjakan tugas akan  meningkatkan arus kendaraan di kawasan tersebut tetapi tidak diimbangi dengan penyediaan lahan parkir yang memadai. Praktik parkir liar, yang melibatkan parkir di tempat-tempat terlarang atau tanpa izin, telah menimbulkan berbagai dampak yang signifikan terhadap pengelolaan ruang publik. Beberapa hal yang dikeluhkan oleh mahasiswa terkait praktik parkir liar salah satu contohnya yaitu biaya parkir yang tinggi dan tidak wajar, seperti membayar Rp 2.000 untuk parkir di tempat yang seharusnya gratis. Hal ini menjadi beban tambahan bagi mereka yang sudah berjuang mengelola keuangan untuk kebutuhan kuliah dan hidup sehari-hari. Selain itu, Banyak juru parkir terkesan memaksa saat meminta uang, meskipun mereka tidak memberikan layanan yang memadai. Mahasiswa merasa terganggu ketika diminta membayar di lokasi-lokasi yang jelas-jelas tidak memerlukan biaya. Bahkan di jalanan kecil, tempat makan seperti warteg, ATM, dan Indomaret yang jelas menunjukkan "parkir gratis" masih banyak juru parkir yang berkeliaran dengan bebas. Keprihatinan ini tidak hanya disampaikan oleh satu atau dua mahasiswa, tetapi juga dibicarakan di akun menfess kampus di aplikasi X.

"pedagang tembalang kayaknya ngga semua main twitter, tolong yang punya ide buat menyampaikan keluh kesah terkait juru parkir liar ke semua pedagang tembalang keluarlah kalian, demi kemaslahatan para mahasiswa" kata Adrian, mahasiswa Undip sekaligus pengendara motor, Tembalang, Semarang, Rabu (9/10/2024)

Terlihat para mahasiswa sangat resah dengan adanya juru parkir liar di Tembalang. Para mahasiswa sebagai anak kost yang membawa kendaraan akan sangat menguras uang saku. Bahkan saat membeli makanan di suatu tempat dan tidak memiliki uang cash, lalu juru parkir tersebut memberikan opsi untuk scan menggunakan qris. Sudah banyak keluhan, namun belum ada tindakan yang efektif dari pemerintah terhadap juru parkir liar di Tembalang.

Persepsi mahasiswa terhadap praktik parkir liar di Tembalang cenderung negatif. Mereka merasa bahwa keberadaan tukang parkir liar bukan hanya merugikan secara finansial tetapi juga mengganggu kenyamanan dan keamanan mereka saat beraktivitas. Beberapa mahasiswa menyatakan bahwa jika tukang parkir memberikan layanan yang baik, seperti menjaga kendaraan dan membantu menyebrang, mereka tidak akan keberatan untuk membayar.

Andrian, seorang mahasiswa Universitas Diponegoro, menyoroti bahwa praktik ini sangat menguras uang saku mahasiswa. Dia menambahkan bahwa meskipun ada kebijakan pemerintah terkait pengelolaan parkir, tindakan premanisme masih tetap ada dan belum ada penegakan hukum yang efektif terhadap mereka.

Praktik parkir liar di Tembalang menjadi isu serius yang mempengaruhi keseharian mahasiswa. Meskipun ada upaya dari pemerintah untuk mengatur dan menertibkan praktik ini melalui kebijakan E-Parking, tantangan dalam penegakan hukum masih perlu diatasi agar lingkungan kampus tetap aman dan nyaman bagi semua pihak. Keberadaan juru parkir liar bukan hanya merugikan mahasiswa secara finansial tetapi juga menciptakan ketidaknyamanan yang dapat mengganggu aktivitas belajar dan kehidupan sehari-hari mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun