Mohon tunggu...
Dwiningsih Afriati
Dwiningsih Afriati Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

aku memang bukan penulis handal, tapi aku ingin menjadi bagian dari para penulis handal...,

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gurauan Sang DPR

2 April 2012   10:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:08 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

oleh: Dwiningsih Afriati

Jumat(30/3), sidang Paripurna DPR digelar. Sidang dipimpin oleh ketua DPR, Marzuki Alie. Sidang dimulai sejak pagi hari hingga tengah malam. Pada sidang pertama tidak ditemukan sebuah kesepakatan, sehingga pimpinan sidang melakukan skorsing selama 7 jam lebih untuk para fraksi melakukan loby. Tepatnya pada pukul 22.30 WIB sidang paripurna yang berjalan alot itu kembali dilanjutkan. Pimpinan sidang, Marzuki Alie memimpin para anggota dewan yang hampir semuanya hadir (560 anggota DPR jika hadir seluruhnya). Ada hal menarik ketika Marzukie Ali membacakan hasil lobby, ia bergurau di tengah nasib rakyat yang digantung. Ia menyebutkan Partai Keadilan Sejahtera tidak sebenarnya, ia menggantinya dengan “Partai Keadilan Sosial”. Entah apa yang ada di benaknya, apakah itu dilakukan secara sengaja atau mungkin lidahnya yang tengah keseleo. Menurut saya, hal itu adalah bentuk gurauan, Ali sama saja melempar bola panas kepada sebuah partai. Ia adalah seorang pemimpin DPR, seorang politisi, sangatlah tidak etis jika ia lupa siapa yang dipimpinnya.

Perkataan Alie lantas menjadi bola panas untuk PKS. Ada anggota fraksi PKS yang meminta Ali untuk meminta maaf saat itu juga secara langsung, ada pula anggota fraksi PKS yang meminta Ali untuk meminta maaf secara tertulis. Sungguh ironis para pemimpin kita, meskipun perdebatan itu dilakukan dengan serius, tapi itu bukanlah hal yang penting. Yang terpenting adalah nasib rakyat. Ribuan demonstran menunggu keputusan apa yang diambil oleh para pemimpin. Jutaan rakyat menanti nasibnya hendak dibawa ke mana. Apakah ikat leher yang menjerat rakyat kecil akan semakin dikencangkan ataukah hendak dibiarkan seperti keadaan semula. Pertanyaan yang menggelayut adalah apa yang tengah dipikirkan oleh para wakil rakyat di ruang sidang itu? Nasib rakyatkah yang dipikirkan? Nasib partaikah? Atau bahkan nasib dirinya sendiri, dari pagi hari hingga tengah malam rapat kapan dirinya akan tidur? Sungguh-sungguh ironis.

Para wakil rakyat benar-benar tidak menunjukan kredibilitasnya sebagai seorang wakil rakyat. Hal ini terbukti bahwa rapat yang berlarut-larut itu ternyata kembali di skors (belum menemukan kesepakatan). Mau dibawa ke mana sebenarnya rakyat Indonesia, jika mereka terus menunda-nunda tanpa ada keputusan pasti.

Menurut saya, penundaan seperti ini juga merupakan sebuah gurauan wakil rakyat. Mereka bergurau dengan mempermainkan nasib rakyat. Mereka adalah penentu nasib rakyat sekarang ini. Nasib rakyat yang ditentukan oleh naik tidaknya harga BBM. Mungkin naik tidaknya harga BBM tidak akan berpengaruh terhadap kesejahteraan mereka. Mobil dinas, rumah dinas, gaji tinggi (18 juta perbulan), tunjangan dari sana sini tetap mereka nikmati. Ironis sekali, ketika wakil rakyat begitu sejahtera sementara rakyat yang dipimpin malah tengah lara. Standar miskin di Indonesia pun sebuah gurauan. Kompas, edisi 27 Maret menyebutkan bahwa orang Indonesia dapat dikatakan miskin jika pendapatan perharinya dibawan Rp7.080,-. Bisa dibayangkan, bisa jadi orang-orang yang berpenghasilan sedemikian akan makan sehari sekali.

Harga BBM dijadikan sebuah permainan politik untuk meningkatkan citra partai. Itu sudah pasti. Tahun 2014 nanti, pemilu presiden akan kembali digelar. Dan masalah BBM ini dijadikan ajang untuk kampanye politik dan menajamkan taring partainya masing-masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun