Urusan hati harus diselesaikan dengan hati. Pembicaraan tentang tiket pesawat tiba-tiba membuat udara terasa menyesakkan dada. Sadar bahwa kebersamaan akan segera berakhir. Masing-masing bergulat dengan kegundahan. Sedih itu pasti, akan tetapi harus segera dinetralisir dengan menghibur diri. Semua demi masa depan. Demi waktu yang akan membuat raga ini lebih lemah sehingga butuh dipersiapkan. Tidak boleh saat-saat itu membuat beban untuk anak maupun orang lain. Sehingga, mumpung sekarang masih banyak kesempatan untuk berkarya harus mengesampingkan rindu dan segala tetek bengek romantisme ha ha ...
Hening melingkupi beberapa waktu. Yang biasanya menit demi menit penuh dengan semangat diskusi tentang masa depan, parenting maupun masalah remeh temeh kini hanya ada ruang hampa. Masing-masing tenggelan dalam rasa ingin protes mengapa harus menjalani hubungan jarak jauh? Mengapa juga waktu berlalu dengan cepat? Akankah adaptasi akan berjalan dengan baik? Berbagai macam dialog antara dukungan dan sanggahan silih berganti.Â
Akhirnya siap maupun tidak siap harus diterima bahwa pilihan untuk sementara berjauhan itu yang terbaik. Bayangan selalu lebih menakutkan dari pada kenyataanya. Meski kenyataan banyak hal-hal tentang kerja keras, kemandirian dan kesabaran tetapi selama ini sudah berkali-kali bisa melaluinya. Ada perjumpaan dan ada perpisahan sementara. Tidak apa-apa, kita pasti bisa melaluinya seperti biasa.Â
Ada beberapa hal yang membuat aku merasakan berbeda dari yang lain yaitu keahlian mengemudi dan mengendarai berbagai macam motor roda dua. Mungkin karierku mengemudi sudah tamat setelah menyenggol angkutan kota atau nyerempet Alphard pada awal-awal belajar mandiri dulu. Larangan keras sudah dikatakan. Tetapi ada titik balik dimana aku harus melanggar aturan yaitu saat satu anak balitaku sakit dan yang satunya harus segera diantar sekolah saat itu hujan deras. Tentu saja pilihannya bukan bolos sekolah atau meninggalkan balita sakit sendirian di rumah akan tetapi bismillah mulai mencoba pelan-pelan mengemudi lagi. Alhamdulilah budal lan mulih slamet, dan akhirnya sampailah seperti saat ini. Mengemudi non stop 10 jam pun ayo saja.Â
Begitu juga saat di rumah cuma ada vespa atau dibelikan tiger maka dengan modal nekat dengan kalimat sakti "siapa yang akan menolong kalau tidak berangkat", maka yang susah karena terbiasa akhirnya jadi mudah.
Sudah banyak tantangan demi tantangan berhasil dilalui walaupun kadang dengan meremehkan diri "Saya ini perempuan. Apa ya mampu?" Namun, banyak hal juga berakhir bahagia.Â
Begitulah lika-liku kehidupan. Kita hanya harus berusaha mengendalikan dan memotivasi diri. Yakin kalau kita berusaha akan sampai di dermaga dengan senyum merekah. There is a will there is a way. Lak ngono to?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H