Aroma debu yang tersiram oleh titik-titik air hujan menyeruak, menggelitik hidung. Dirga memiringkan kepalanya, berusaha keras menemukan aroma apa gerangan. Dia menyukainya namun ada perasaan sedikit tak nyaman yang menggerakkan tangannya untuk mengusap hidungnya. Tak berapa lama indera pendengarannya menangkap suara ketukan-ketukan kecil di atap. Semakin lama nadanya semakin rancak dan netranya segera menangkap aliran air yang jatuh dari ujung atap rumahnya. Hujan pertama telah turun.
Beberapa saat, Dirga mengambil napas dalam-dalam. Menghirup aroma yang segar sekaligus menyesakkan itu, namun dia suka. Senyumnya terkembang bersamaan dengan alunan napasnya. Setelah berbulan-bulan matahari menunjukkan kegarangannya kepada bumi. Kali ini rasa syukur telah digumamkan oleh semua mahluk atas harapan yang besar bersama basahnya tanah.
"Dirga .. jangan main hujan dulu ..." Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Suara nyaring Ibu menghentikan niatnya untuk menikmati hujan dengan caranya. Padahal, kedua kakinya sudah basah dari tadi. Pemanasan sebelum dia benar-benar berlari-lari di sepanjang jalan kampung bersama teman-temannya. Dengan cemberut dia menuju sumber suara yang menegurnya.
"Kenapa, Bu tidak boleh main hujan?"
"Hujan pertama itu airnya kotor. Lihat saja debu-debu atau asap pabrik yang ada di udara itu pasti bercampur dengan air hujan. Kamu bisa gatal-gatal nanti karena airnya kotor."
"Tapi air yang jatuh bening, itu kan artinya bersih."
"Kalau kita lihat dengan mata telanjang memang sepertinya bersih, menurut yang Ibu pernah baca, udara di daerah kita itu sudah banyak tercemar oleh asap pabrik sehingga air hujan yang jatuh itu sudah bercampur dengan racun-racun di udara."
"Kalau besok-besok boleh ya Bu main hujan bersama teman-teman?"
"Iya, asal sudah beberapa kali hujan kemungkinan air yang jatuh sudah lebih bersih. Dirga boleh nanti main hujan-hujanan."
Dirga anak yang menurut. Tak perlu banyak penjelasan lagi akhirnya dia mengambil kelereng-kelerengnya dan memainkannya di sebelah Ibunya. Sengaja dia tidak membantu  mengupas kacang tanah karena dia masih menetralisir kekecewaannya karena dilarang bermain hujan. Dia menahan marahnya karena pasti apa yang dikatakan Ibunya itu untuk kebaikannya juga.