Mohon tunggu...
dwina dolopo
dwina dolopo Mohon Tunggu... Guru - Guru

Move and Challenge Yourself

Selanjutnya

Tutup

Diary

Pelajaran Tentang Etika

21 September 2024   07:34 Diperbarui: 21 September 2024   07:36 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Sudah berbulan-bulan Aku memikirkan untuk takziah ke makam Bapak yang ada di kota sebelah. Jarak rumahku sekarang dengan tempat dimana Aku dibesarkan kurang lebih 120 km, sehingga butuh rencana yang matang untuk melakukan perjalanan.  Beberapa kali Aku mengajak anak-anakku untuk diskusi yaitu kapan waktu yang tepat untuk pergi malah berakhir dengan kalimat "ditunda dulu saja."

Telpon dari Paklik yang mengabarkan bahwa Beliau punya hajat pertunangan putri pertamanya akhirnya membuat alasan makin kuat bahwa kami harus pergi akhir pekan ini. Lagi-lagi Aku berusaha meyakinkan anak-anakku bahwa penting untuk hadir dalam acaranya Mbah Lik mereka. Mengapa? Ini berkaitan dengan etika.

"Mbah Lik dulu juga ikut membantu mendidik dan membesarkan Ibumu ini. Sering mengantar jemput ke sekolah dan juga memberi uang jajan. Sekarang Mbah Lik kalian punya hajat sehingga sudah selayaknya kalau Ibumu dan kalian juga hadir untuk mendukung secara moril maupun materiil acara tesebut. Kalian nanti juga jangan pernah melupakan orang-orang yang pernah membantu kalian, ya."

"Alasan kedua yaitu sudah lama kita tidak mengunjungi makam Kakung kalian. Ibu kangen dengan beliau. Meski setiap selesai shalat Ibu selalu mengirim doa buat beliau dan kerabat lain yang sudah meninggal, akan tetapi mengunjungi makam kerabat itu hal yang mulia. Apa kalian nanti juga akan sering-sering mengunjungi makam Ibu dan Bapak jika Kami sudah tiada?"

"Iya, Bu." Serentak mereka bedua menjawab sambil memelukku dan mengerjap-ngerjapkan mata pertanda mereka sangat sayang ke orang tuanya ini sehingga bahasa tubuh mereka mengatakan mana mungkin Aku nanti bisa melupakan orang tuaku yang sangat Aku sayangi?

Rencana sudah Kami susun bahwa Kami akan berangkat setelah subuh agar pejalanan lebih lancar karena lalu lintas masih sepi. Aku sendiri sudah menyiapkan diri untuk bisa kuat mengemudi selama kurang lebih tiga jam. Aku berharap bahwa anak remajaku akan bisa menggantikan mengemudi kalau Aku capek dan ngantuk nantinya.

Akhir pekanpun tiba. Rencana meleset, target tiba jam tujuh ternyata jam tesebut Kami baru bersiap berangkat. Aku menghibur diri dengan memikirkan perjalanan ini untuk acara non-formal. Toh acara terpentingnya masih sore nanti. Hal yang terpenting kami bisa berangkat bertiga dengan suasana hati yang baik.

Benar saja selama perjalanan, lalu lintas sudah ramai. Sehingga waktu tempuh kami sampai 3,5 jam. Tiba di kota tujuan, kami mampir ke masjid untuk numpang wudhu dan begegas ke makam. Alhamdulilah, anak laki-lakiku sigap dengan memimpin kami berdoa. Aku bersyukur sekali disaat Bapaknya belum bisa mendampingi karena tugas maka anak laki-lakiku bisa menggantikan peran Beliau.

Setelah dari makam, kami melanjutkan silaturahim ke rumah Kakak. Kebetulan rumahnya dekat rumah Ibu, tempat dimana Aku dan kedua saudaraku dibesarkan. Sepanjang setengah kilometer kami sengaja membuka kaca mobil agar kalau ketemu kerabat di sepanjang jalan mereka akan mengenali saat kita betemu untuk menyapa.

Tiba di rumah Kakak, kami disambut dengan pelukan dan beberapa tetangga yang mengetahui kami datang juga mendekat dengan senyum yang sangat lebar. Pengalaman seperti ini yang ingin Aku berikan kepada anak-anakku bahwa silaturahim dengan keluarga itu mendatangkan kebahagiaan. Tak lupa sedikit oleh-oleh membuat rasa kekeluargaan makin erat tentunya.

Setelah istirahat beberapa jam, kamipun melanjutkan kegiatan ke acara pertunangan di rumah Paklik. Waktu tempuh ke rumah Beliau kurang lebih 45 menit. Ketika kami tiba, ternyata tamu sudah banyak yang datang. Kami disambut dengan senyum telebar tuan rumah. Aku sempat melirik anak-anakku tenyata mereka berhasil adaptasi dengan bersikap santun dengan orang banyak sampai selesai acara. 

Ada kekawatiran yang sangat menggangguku karena mereka mengatakan bertemu banyak orang itu menghabiskan energi. Atas dasar itu Aku menjadi kawatir kalau mereka menjadi anak yang anti sosial. Sehingga Aku banyak mengajak dan mengingatkan bahwa kita ini mahluk sosial. Sebisa mungkin Aku juga memberi ide, mendorong agar mereka juga banyak terlibat dalam kegiatan di sekolah maupun kampus.

Selesai acara, kamipun pamit untuk pulang. Aku bersyukur dengan lancarnya rencana silaturahim, mendidik anak-anakku agar mereka dekat dengan keluarga dan tetap nyaman begaul dengan banyak orang.

Malang, 21 September 2024 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun