Mohon tunggu...
Dwi Nadra Z
Dwi Nadra Z Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Belajar dan Bekerja

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Dampak Pertambangan Galian C bagi Masyarakat dan Lingkungan

8 Juni 2021   10:36 Diperbarui: 8 Juni 2021   10:52 1285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya. Salah satu cara memanfaatkan sumber daya alam tersebut adalah dengan melakukan pertambangan. Perlu diketahui bahwa, pertambangan merupakan sector penyumbang devisa negara paling besar. Namun, adanya aktivitas penambangan tersebut sering menjadi permasalahan karena tidak hanya berdampak pada sector pendapatan, melainkan juga berdampak kepada lingkungan dan social.

Sebelum masuk kedalam pembahasan, pertambangan di Indonesia ada 3 kategori berdasarkan jenis mineralnya yaitu pertama, pertambangan golongan A yang meliputi minyak, gas alam, bitumen, aspal, natural wax, antrasit, batu bara, uranium dan bahan radioaktif lainnya, nikel dan cobalt. Kedua, Pertambangan Golongan B, meliputi mineral-mineral vital, seperti: emas, perak, intan, tembaga, bauksit, timbal, seng dan besi. Ketiga, Pertambangan Golongan C, umumnya mineral mineral yang dianggap memiliki tingkat kepentingan lebih rendah daripada kedua golongan pertambangan lainnya, meliputi berbagai jenis batu, limestone, dan lain-lain.

Dengan dilakukannya pertambangan bukan hanya meningkatkan pendapatan masyarakat, namun juga berdampak pada kerusakan lingkungan. Sehingga harus diimbangi dengan perlindungan terhadap ekosistem alam disekitar wilayah pertambangan seperti pertambangan mineral bukan logam dan batuan di Mojokerto (pertambangan galian C) yang menghasilkan sirtu dan pasir urug sesuai surat edaran No: 05.e/30/DJB/2015 Direktorat Jendral Mineral dan Batu Bara tentang pengumuman status "clear and clean" dan sertifikat "clear anda clean" untuk IUP mineral bukan logam dan batuan. Pertambangan tersebut memiliki resiko dampak pengerusakan ekosistem alam yang lebih tinggi dari pada sistem penambangan yang lain. Karna menggunakan Sistem penambangan terbuka, Sehingga perlu dilakukan upaya reklamasi yang massif agar nantinya penambangan tersebut tidak menimbulkan dampak kerusakan lingkungan yang dapat merugikan warga.

Salah satu wilayah di Mojokerto yang terdapat pertambangan galian C adalah di kecamatan Ngoro. Bekas galian C yang ada masih banyak terbengkalai, tanpa ada upaya pasca tambang dan reklamasi yang dilakukan oleh pihak pengelolah. Hal tersebut mengakibatkan longsor dan banjir lumpur yang mengalir sampai keperumahan warga, pada tahun 2009 tempatnya di Desa Lolawang, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto. hal serupa juga terjadi di Desa Kalikatir, Gondang, Kabupaten Mojokerto pada 2013. Sedikitnya 900 Ha (hektar) lahan di Kabupaten Mojokerto rusak parah akibat pertambangan pasirbatu (sirtu) oleh 31 perusahaan yang berizin. Ironisnya, sampai saat ini baru sekitar 15% lahan bekas tambang sirtu yang sudah direklamasi oleh para pengusaha. Ratusan hektar lahan tambang lainnya saat ini kondisinya memprihatinkan. Hal tersebut sangat membahayakan masyarakat karna terdapat kerugian yang diderita oleh warga desa.

Hingga saat ini masih ada beberapa aktifitas pertambangan galian C di wilayah Mojokerto, salah satunya di Desa Srigading Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto. Aktivitas galian C di wilayah ini mendapat penolakan dari aktifis Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Forum Komunitas Indonesia Satu (FKI-1). Alasannya karena lokasi desa yang berada di kaki gunung Penanggungan dekat dengan situs sejarah Candi Jolotundo sehingga dapat mengakibatkan kerusakan alam diperkirakan sebagai kawasan cagar budaya.

Pertambangan di Desa Srigading ini sudah berjalan kurang lebih 2 tahun. Dengan adanya pertambangan ini dapat membantu perekonomian masyarakat terutama pemilik tanah, pemerintah desa, panitia pelaksana pertambangan, dan karang taruna.

Lokasi pertambangan ini berada diantara pemukiman dan tegalan. Untuk menghindari truk berlalu lalang didalam desa pihak pertambangan mencari alternative lain dengan cara menyewa sawah masyarakat untuk dijadikan jalan menuju lokasi pertambangan. Dengan adanya pertambangan, pemilik sawah mendapat biaya sewa dari sawahnya. Pemiliki sawah setiap tahunnya merawat sawah yang hasilnya untuk kebutuhan sehari-hari dan untuk modal menanam padi lagi kini sudah mendapat penghasilan dari biaya sewa.

Selain pemilik sawah, adanya pertambangan juga berdampak pada pemuda desa. Para pemuda diberikan tugas untuk menjaga portal masuk truk. Setiap harinya truk yang masuk dari subuh hingga sore hari mencapai ratusan truk. Tiap truk yang akan memasuki lokasi pertambangan dikenakan biaya portal dan hasil biaya portal tersebut akan menjadi upah untuk pemuda yang menjaga portal dan sisanya masuk kas karang taruna. Untuk system jaga portalnya dijadwal dengan 2 orang dari karang taruna dan 1 orang dari masyarakat desa. Selain pemilik sawah dan karang taruna, masyarakat umum juga mendapat bagian dari hasil pertambangan tersebut setiap bulannya.

peta-galian-2-60bee3eed541df1e233e19a2.png
peta-galian-2-60bee3eed541df1e233e19a2.png
 Pada awal artikel, sudah disinggung mengenai dampak dari pertambangan galian C bukan hanya meningkatkan perekonomian, namun juga dapat merusak lingkungan. Akses jalan menuju ke lokasi pertambangan saja sudah dapat dikatakan merusaka lingkungan dikarenakan letak persawahan yang berada di kaki gunung penanggungan membuat perpetak sawahnya memiliki berbedaan kemiringan. Sehingga untuk memudahkan truk yang akan melewatinya, area persawahan tersebut di sama ratakan.  Pengerukan pada persawahan yang digunakan untuk akses jalan tingginya sekitar 2-7 m, sedangkan lebarnya sekitar 10 m. Dengan pengerukan yang begitu dalam, dapat diperkiran sulit untuk mengembalikan seperti semula karena jenis tanahnya sudah berbeda.

Pada lokasi pertambangan juga dapat dikatakan bahwa pengerukannya cukup ekstrim. Pertambangan yang dilakukan di desa Srigading ini berstatus illegal, hanya ada perjanjian antara perusahaan pengelola dan sebagian warga yang terlibat. Sehingga menimbulkan beberapa kontra dengan pihak lain karena dianggap sangat merugikan. Awalnya tanah tersebut cukup tinggi dengan tebing yang tidak begitu curam. Namun kini menjadi tebing yang sangat curam karena galian yang dilakukan telah melebihi batas dan sangat mengkhawatirkan ketika hujan datang.

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi
Selain kerusakan alam dilokasi pertambangan sepanjang jalan menuju desa Srigading mulai dari desa Kutogirang juga mengalami kerusakan. Hal tersebut dikarenakan setiap harinya lebih dari 100 truk bermuatan pasir berlalu lalang, sehingga jalannya menjadi rusak bergelombang. Beberapa kali jalan di sekitar Desa Srigading diperbaiki dengan tanah terutama yang bergelombang dan berlubang agar memudahkan truk ketik akan melewatinya. Namun ketika hujan, tanah dan batu tersebut akan tergerus oleh air ditambah kondisi jalan yang menurun memudahkan untuk air mengalir. Saat siang hari, kondisi jalan sangat berdebu dan mengganggu pengguna jalan lainnya. Selain itu akses keluar masuk dari lokasi pertambangan dekat dengan Madrasah, sehingga dapat mengkhawatirkan apalagi ketika jam sekolah berakhir

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi
 Pertambangan galian C di Desa Srigading sangat membantu perekonomian sebagian besar masyarakat Srigading karena kondisi pasir dan batu yang cukup baik membuat tambang tersebut ramai setiap harinya. Namun, denga adanya pertambangan tersebut menyebabkan kerugian pada lingkungan alam dan dapat dikatakan telah mengeksploitasi alam karena pengerukan yang melebihi batas maksimal.

Sebagian besar masyarakat yang terlibat dapat pertambangan merasa bahwa sangat diuntungkan dengan mengesampingkan dampak negative yang sudah dan yang mungkin terjadi. Sehingga masyarakat berharap pertambangan tetap berjalan semestinya.

Dengan demikian, pemerintah setempat sulit mengatasinya. Selain itu yang bertanggung jawab dengan adanya pertambangan adalah pemerintah provinsi, apabila pemerintah daerah tidak menyelidiki dan pemerintah desa tidak melaporkan maka sulit untuk mengatasinya.

Nb: Artikel ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Geografi regional

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun