Mohon tunggu...
Dwi Meyqasari
Dwi Meyqasari Mohon Tunggu... Guru - Guru Sosiologi

Memiliki hobi memasak, membuat konten dan menulis, dengan kepribadian kepribadian insting, penulis menyukai isi konten yang bernuansa psikologi, filsafat, agama dan pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Retorika dan Kamuflase

2 Februari 2024   22:52 Diperbarui: 2 Februari 2024   22:58 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Dwi Meyqasari

            Berdasarkan pasal 76 c UU tahun 2014 (peraturan.bpk.go.id) yang berbunyi "setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak". Undang-undang ini sering disalahgunakan oleh siswa dan orang tua siswa. Misal ada guru yang memarahi dan memberikan sedikit sangsi yang memanusiakan kepada  siswa dengan kondisi anak yang tidak terima atas hal tersebut. Siswa ini biasanya akan melaporkan kepada orang tuanya dan mengusut apa yang terjadi pada anaknya tanpa mengoreksi diri terhadap penyimpangan yang telah dilakukannya. Biasa mereka akan langsung mengaitkan dengan undang-undang tersebut untuk menuntut guru. Padahal guru melakukan itu demi kebaikan siswanya. Untuk mengembangkan siswanya dari berbagai aspek seperti kedisiplinan, kesopanan, serta akhlaknya.

            Perbandingan ini bisa dilihat jika siswa generasi sekarang disandingkan dengan kualitas siswa generasi terdahulu. Dimana cara mereka menanggapi perlakuan dan ekspresi guru jauh berbeda. Misalnya jika dimarahi guru generasi dahulu lebih cenderung untuk mengintropeksi diri apakah benar perlakuan mereka itu salah. Sedangkan generasi sekarang cenderung marah kepada guru apabila mereka ditegur atau dimarahi guru. Bahkan ada juga yang tidak segan-segan membentak dan melawan guru padahal jelask sekali dirinya sendiri yang melakukan kesalahan. Adab dalam belajarnya dimana jika terus retorika dan kampulase positif yang diupayakan guru di perlakukan seperti itu.

            Bila menoleh ke pendidikan di masa lalu, siswa dahulu sangatlah disiplin dan sangat menaati peraturan. Jika ada tugas mereka selalu mengerjakannya dengan baik dan mengumpulkan tepat waktu, sedangkan generasi sekarang sangat jauh dari kata disiplin dan bahkan ada yang bangga apabila melanggar peraturan. Adapulaa yang mengerjakan tugas nya dengan sikap malas-malasan. Bahkan ada yang sampai tidak mengerjakan tugas tersebut. Jadi darimana guru bisa mendapatkan nilai, kalau kita tidak mau diminta melakukan apapun yang berkaitan dengan proses belajar di sekolah.

             Dengan ini perbaikan diri siswa harus dilakukan. Mulai dari merubah cara pandang terhadap semua respon yang salah dari retorika dan kamuflase positif dan membangun agar  siswa memiliki kesadaran terhadap pentingnya proses belajar untuk masa depannya. Kesadaran akan adanya perkembangan yang buruk ini sangat penting  untuk menentukan cara memperbaiki kualitas sikap, karakter dan adab  siswa pada proses pembelajaran. Sebab retorika dan kamuflase positif bisa di artikan negatif sehingga akan memberi dampak kepada hasil dari proses belajar itu sendiri. Retorika dan kamuplase yang mendapat respon yang negatif, akan membuat guru mengalami kesulitan dalam melakukan proses dalam merdeka belajar ini. Hal tersebut dapat mempengaruhi keyakinan siswa untuk mengikuti mengikuti arahan atau tidaknya ketika belajar dengan menggunakan Kurikulum merdeka belajar tersebut.

            Sebagai dampak dari penyampaian retorika dan kamuflase yang sering disalah artikan oleh siswa ini biasanya mempengaruhi proses yang dilakukannya ketika belajar.  Seperti, menunda-nunda pengerjaan tugas yang diberikan oleh guru. Dengan alasan sibuk dan malas. Semua ini akhirnya menjadi pemicu para guru kita akhirnya berprilaku masa bodoh ketika siswa tidak membuat tugasnya. Selanjutnya retorika dan kamuflase yang disalah artikan oleh siswa, bisa juga membuatnya kesulitan untuk memahami pelajaran. Sebab tidak mendapat ridho dari ilmu yang di sampaikan oleh guru kepadanya. Hal ini terjadi akibat prasangka buruk yang di pikirkan oleh siswa itu sendiri terhadap upaya yang dilakukan gurunya untuk membuatnya mau berproses dalam kegiatan belajar ini. Selain, mengundang amarah guru, tindakan yang menyepelekan tugas yang diberikan dan menganggapnya sebagai suatu pekerjaan yang berat. Keridhoan seorang guru terhadap ilmu yang diberikannya akan sulit diberikan kepadanya jika tindakan menyepelekan itu terjadi. Karena belajar merupakan (2021:76) ibadah yang harus dikerjakan dengan hati yang iklas, siswa wajib menuntut ilmu dan menghormati gurunya serta berusaha memperoleh ridho guru dengan cara yang baik. Oleh karena itu, berprasangka baik terhadap retorika dan kamuplase yang dilakukan guru untuk kebaikan dirinya sendiri, serta mengerjakan setiap tugas belajar yang diberikan menjadi harga mutlak dan yang tidak bisa ditawar oleh siswa. Jika hal ini tidak dilaksanakan hal ini akan berdampang pada sulitnya siswa untuk bersosialisasi mendapatkan pendidikan yang lebih dari gurunya sendiri. Sebab sudah terlanjur berpifik bahwa retorika dan kamuflase yang digunakan guru tersebut salah dimatanya.

            Oleh sebab itu, retorika dan kamuflase yang dilakukan dan diberikan oleh seorang guru harus direspon dengan baik siswa. Terlebih jika retorika dan kamuflase tersebut bertujuan untuk membina, membangun serta membentuk diri siswa itu sendiri. Maka hal ini harus harus pahami oleh murid sebab sangat berguna dalam membantu kelancaran proses pembelajaran yang dilakukannya. Sehingga bentuk emosional dari retorika dan kamuflase positif yang dilakukan oleh guru terhadap siswa harus disikapi dengan bijak. Selain itu juga harus diiringi dengan penyampaian retorika dan kamuflase yang memanusiakan manusia agar pesan yang ingin disampaikan bisa tersampaikan dengan baik. Seperti siswa diajak berpikir untuk memberikan pandangan terhadap apa yang harus dilakukannya dalam mencapai masa depan yang lebih baik dengan retorika yang nyata ada di lingkungan sekitarnya. Sehingga kamuflase dari retorika yang diupayakan bisa diterima dengan baik oleh siswanya.

            Kerjasama antara murid dan guru penting dilakukan disini. Sebab dalam retorika dan kamuflase positif ini akan mempengaruhi bagimana proses belajar dalam Merdeka Belajar ini berlangsung. Sebagai pengirim dan penerima pesan dari retorika dan kamuplase dalam proses belajar ini, guru dan siswa harus menyatukan visi misi yang sama antara satu dengan lainnya. Guru bertugas menyampaikan retorika dan kamuflase positif yang memanusiakan manusia. Sedangan siswa menerimanya dengan iklas tanpa memiliki prasangka yang negatif dari penyampaian retorika dan kamuflase ini. Supaya guru bisa dengan leluasa melaksanakan tugasnya dalam mengembangkan potensi dan bakat siswa, serta memberikan ilmu pengetahuan yang berguna bagi siswa kedepannya. Dan siswa bisa jauh lebih mengembangkan diri serta berprestasi ketika menanggapi retorika dan kamuflase yang dilakukan ini dengan baik.  Sejimga semua ini akhirnya menjadi salah satu aspek yang sangat memberikan pengaruh terhadap perkembangan proses pendidikan sekarang.

 ****************

Sumber :

Aristoteles. Terj: Dedi Sri Handayani. 2002. Retorika (Seni Berbicara), Yogjakarta: Basabasi.

Rahmat, Azwar, Ahmad Mufit Anwari, Fatimah , Halimatus Sa`Diyah , Nur Kholik , Miftahul Ulum. 2021. KONSEP DASAR ILMU PENDIDIKAN ISLAM. Jawa Barat: EDU PUBLISHER.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun