Usia anak adalah usia rentan untuk dipengaruhi dalam hal menjalankan segala sesuatu di kehidupannya dengan tujuan mendapatkan validasi dari orang sekitar. Â Hal tersebut menjadi pendorong bagi pengedar narkotika untuk memasarkan narkotika kepada anak-anak di bawah umur dengan iming-iming 'validasi' ataupun 'eksistensi' dari orang sekitar. Padahal, seperti yang sudah kita ketahui bahwa narkotika sangatlah berbahaya.Â
Salah satu dampak penyalahgunaan narkotika pada anak adalah dapat menimbulkan keterlambatan dalam berpikir. Selain itu, bahaya dari penyalahgunaan narkotika dapat merusak sel-sel saraf otak, bahkan ironisnya dapat mengakibatkan kematian sehingga secercah harapan segenap bangsa bagi anak-anak untuk mencapai pembangunan nasional terganggu.
Berdasarkan data dari Kominfo 2021, terdapat fakta yang menjelaskan bahwa pengguna narkoba berada di kalangan anak muda berusia 15-35 tahun dengan persentase sebanyak 82,4% berstatus sebagai pemakai, sedangkan 47,1% berperan sebagai pengedar dan 31,4% lainnya sebagai kurir. Hal ini tentunya menjadi masalah besar bagi bangsa ini. Bagaimana tidak? Generasi penerus bangsa yang diharapkan menjadi agen perubahan malah terjerumus obat terlarang yang kita sebut narkotika itu.
Lantas, bagaimana kategori anak di bawah umur di mata hukum? Bagaimana penentuan batas usia dewasa yang nantinya akan menentukan sah atau tidaknya seseorang bertindak melakukan perbuatan hukum? Dalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa anak adalah setiap orang yang berumur di bawah delapan belas tahun. Lantas, bagaimana dengan anak yang menyalahgunakan narkotika? Apakah terdapat perlindungan hukum bagi anak di bawah umur yang melakukan tindakan penyalahgunaan narkotika? Â
Jika dilihat penerapan sanksi pidana kepada anak sebagai pihak rentan, banyak dampak buruk yang akan menimpa anak tersebut. Adapun dampak buruk tersebut antara lain tindak kekerasan berupa fisik, psikis, maupun seksual. Tidak hanya itu, peradilan pidana dapat menjadi memori terburuk bagi anak.. Pengalaman menjalani rangkaian proses peradilan akan berbekas di dalam ingatan anak. Efek negatif itu dapat berupa ketakutan, ketidakpercaya diri anak terhadap diri bahkan masa depannya, bahkan tak menutup kemungkinan menimbulkan suicide pada anak.Â
Adanya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sietem Peradilan  Pidana Anak menjadi dasar hukum  yang  dapat  membedakan perlakuan  terhadap  anak yang  berhadapan  dengan  hukum. Jika dilihat penerapan sanksi pidana  dianggap kurang efektif sebagai alat penanggulangan tindak penyalahgunaan narkotika oleh anak karena berbagai dampak negatif yang ditimbulkannya. Tindakan hukum pada anak di bawah umur pada penyalahgunaan narkotika oleh anak sudah sepatutnya mendapatkan perhatian lebih dari aparat penegak hukum.Â
Adapun tindakan yang diinginkan adalah sudah sepatutnya aparat penegak hukum memproses dan membuat keputusan yang mengatur dan mengembalikan harapan masa depan anak sebagai rakyat yang bertanggung jawab di dalam segenap masyarakat.
Bentuk perlindungan hukum bagi anak yang melakukan penyalahgunaan narkotika terkandung pula dalam fundamental rights and freedoms of children serta  konvensi hak anak Konvensi Hak Anak dapat dilihat sebagai berikut, yaitu: the right to survival (hak terhadap kelangsungan hidup), the right to develop (hak untuk tumbuh kembang), the right to protection (hak terhadap perlindungan), dan the right to participation (hak untuk berpartisipasi).Â
Selain itu, dapat dilihat melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak tersebut dijelaskan bahwa anak harus memiliki perlindungan khusus dalam berbagai keadaan, salah satunya ketika mengalami permasalahan dengan hukum. Indonesia memberikan harapan pada anak sebagai generasi penerus bangsa dan juga dengan terlibatnya berbagai pihak dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak atau yang dikenal dengan Undang-Undang SPPA. Â Â
Dalam berbagai aturan hukum tersebut, terlihat bahwa negara menaruh perhatian berfokus terhadap kasus perlindungan hukum terhadap anak di negara Indonesia. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H