Mohon tunggu...
Dwi Maulidyani Ridlakallah
Dwi Maulidyani Ridlakallah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswi Universitas Pamulang

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Monolingualisme dalam Lingkungan Masyarakat Baduy

1 Januari 2022   22:00 Diperbarui: 1 Januari 2022   22:26 655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia adalah makhluk sosial yang saling bergantung dengan manusia lainnya. Agar bisa berkomunikasi dengan manusia, maka sarana komunikasinya adalah bahasa.  Indonesia memiliki banyak sekali budaya, suku dan bahasa. Bahkan setiap daerah mempunyai bahasa yang berbeda untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Tetapi dalam suatu masyarakat tertentu tidak semua masyarakatnya menguasai dua bahasa. Seperti suku Baduy yang ada di Kabupaten Lebak, Banten. Suku yang berada di pedalaman Kabupaten Lebak ini mengasingkan diri mereka dari luar. Sehingga mereka lebih suka menyebut diri sebagai urang Kanekes atau orang Cibeo, sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung mereka seperti Urang Cibeo.

Bahasa yang digunakan suku Baduy adalah Bahasa Sunda Buhun. Dari dialek yang mereka ungkap saat berkomunikasi, bahasa Suku Baduy menunjukan usia bahasa yang sangat tua. Bahasa Sunda ini nyaris berbeda dengan Bahasa Sunda di Jawa Barat atau Bahasa Sunda pada umumnya yang ada Provinsi Banten.

Suku Baduy hanya menguasai satu bahasa saja, oleh karena itu Suku Baduy termasuk kedalam masyarakat monolingual (menguasai satu bahasa saja). Maka tak heran jika Suku Baduy sedang berada di wilayah perkotaan seperti Rangkasbitung maka Suku Baduy akan selalu memakai Bahasa Sunda Buhun yang khas.

Suku Baduy Dalam dan Baduy Luar datang ke Kota hanya untuk berjualan dan jika ada acara besar seperti Seba Baduy (menyerahkan hasil tanam kepada Bupati Lebak) di gedung Bupati (pendopo), letaknya di Alun-alun Rangkasbitung. Namun masyarakat monolingual saat ini sudah jarang ditemukan. Hanya ada di pedalaman desa saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun