Mohon tunggu...
Dwi Mariyono
Dwi Mariyono Mohon Tunggu... Dosen - Doctor at the Faculty of Islamic Religion, Malang Islamic University

Doctor at the Faculty of Islamic Religion, Malang Islamic University. This position has been trusted as Head of the Human Resources Division since June 2023

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Transformasi Pendidikan menuju SDGs, Menghapus Batasan IPA-IPS-BAHASA di SMA

9 Agustus 2024   11:42 Diperbarui: 9 Agustus 2024   13:16 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Oleh: Dr. Dwi Mariyono, M.Pd., MOS

Dosen Fakultas Agama Islam, Universitas Islam Malang, Jawa Timur, Indonesia

Pendidikan memainkan peran kunci dalam mengarahkan dunia menuju pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Dalam konteks global, pendidikan adalah fondasi untuk menciptakan masyarakat yang lebih berkeadilan, inklusif, dan berkelanjutan. 

Namun, di tengah upaya global untuk mencapai SDGs, pertanyaan mendasar muncul: Apakah sistem pendidikan yang kita terapkan saat ini benar-benar selaras dengan tujuan tersebut? Salah satu aspek yang perlu dikaji ulang adalah pemisahan jurusan di tingkat SMA---khususnya antara IPA, IPS, dan Bahasa. 

Batasan-batasan ini mungkin tampak logis dan terstruktur, tetapi apakah mereka masih relevan dalam dunia yang semakin dinamis dan kompleks? Atau justru, apakah pembatasan ini menjadi penghambat bagi generasi muda dalam mengembangkan potensi penuh mereka di era yang menuntut fleksibilitas dan keterampilan lintas disiplin?

Di banyak negara, siswa SMA dipaksa untuk memilih antara jurusan IPA, IPS, atau Bahasa pada usia yang relatif muda. Pilihan ini sering kali didasarkan pada persepsi masyarakat, dorongan orang tua, atau bahkan mitos akademis yang telah berlangsung lama. 

Meskipun pemisahan ini memberikan jalur yang jelas, realitas dunia kerja dan tantangan global saat ini jauh lebih kompleks dan tidak terbatas pada satu disiplin ilmu. 

Para profesional dan pemimpin masa depan diharapkan untuk berpikir secara holistik, mengintegrasikan berbagai bidang pengetahuan, dan bekerja secara kolaboratif untuk memecahkan masalah yang rumit. Dalam konteks ini, membatasi siswa pada satu jalur akademis mungkin tidak lagi relevan dan perlu dipertimbangkan kembali.

Menghapus batasan antara IPA, IPS, dan Bahasa di tingkat SMA bukan sekadar menyederhanakan pilihan siswa, tetapi juga membuka jalan bagi pendekatan pendidikan yang lebih inklusif dan fleksibel. Dalam dunia yang semakin terhubung, kemampuan untuk menggabungkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan humaniora menjadi semakin penting. 

Misalnya, tantangan lingkungan yang dihadapi dunia saat ini tidak dapat diselesaikan hanya dengan pendekatan sains atau kebijakan saja. 

Diperlukan pendekatan yang integratif yang menggabungkan pengetahuan dari berbagai disiplin untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan dan efektif. Menghilangkan pemisahan jurusan akan memberi siswa kesempatan untuk mengembangkan keterampilan lintas disiplin yang esensial bagi masa depan mereka.

Lebih jauh, dengan menghapus batasan jurusan, siswa diberikan kebebasan untuk mengeksplorasi minat dan bakat mereka secara lebih mendalam dan luas. Mereka tidak lagi terjebak dalam satu jalur yang mungkin tidak sepenuhnya sesuai dengan potensi mereka. Sebaliknya, mereka dapat mengembangkan kombinasi unik dari keterampilan dan pengetahuan yang lebih relevan dengan dunia kerja yang dinamis dan terus berubah. 

Pendekatan ini sejalan dengan SDG 4, "Pendidikan Berkualitas untuk Semua," yang menekankan pentingnya pendidikan yang inklusif, adil, dan berkualitas tinggi bagi semua orang tanpa terkecuali. Sistem pendidikan yang mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu juga akan lebih adaptif terhadap perubahan cepat di era teknologi dan globalisasi.

Namun, transformasi ini tidak akan mudah dan memerlukan perubahan paradigma di berbagai tingkat. Pemerintah, pendidik, dan masyarakat harus berperan aktif dalam mendorong perubahan ini. Kurikulum perlu didesain ulang agar lebih mencerminkan kebutuhan dunia nyata dan tantangan masa depan. 

Ini berarti mengintegrasikan pendekatan lintas disiplin dalam pengajaran, mengajarkan siswa untuk berpikir secara kritis dan kreatif, serta memberi mereka keterampilan yang relevan untuk bekerja di berbagai bidang. 

Selain itu, guru juga perlu dipersiapkan untuk mengajar dengan pendekatan yang lebih integratif, yang mencakup berbagai disiplin ilmu dalam satu kerangka pembelajaran yang koheren.

Evaluasi dan penilaian juga harus disesuaikan untuk mengukur kompetensi siswa secara lebih komprehensif, tidak hanya berdasarkan kemampuan di satu bidang ilmu saja. Sistem penilaian baru harus mampu menilai keterampilan berpikir kritis, kolaborasi, kreativitas, dan kemampuan untuk menerapkan pengetahuan di berbagai konteks. 

Dengan demikian, siswa tidak hanya dinilai berdasarkan penguasaan materi pelajaran tertentu, tetapi juga kemampuan mereka untuk mengintegrasikan dan menerapkan pengetahuan dari berbagai disiplin dalam memecahkan masalah dunia nyata.

Jika transformasi ini dilakukan dengan benar, hasilnya akan sangat positif. Siswa akan lebih siap untuk menghadapi tantangan global yang semakin kompleks dan tidak terduga. Mereka akan menjadi individu yang mampu berpikir secara kritis, beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan, dan berkontribusi secara signifikan terhadap pencapaian SDGs. 

Pendidikan akan berfungsi tidak hanya sebagai alat untuk mengembangkan pengetahuan, tetapi juga sebagai sarana untuk membangun masa depan yang lebih berkelanjutan dan inklusif bagi semua orang. 

Dengan pendekatan pendidikan yang lebih fleksibel dan integratif, kita dapat menciptakan generasi pemimpin masa depan yang mampu bekerja lintas disiplin dan mengatasi tantangan global dengan cara yang inovatif dan efektif.

Namun, untuk mencapai ini, semua pihak harus berkomitmen terhadap perubahan. Pemerintah perlu mengambil langkah berani dalam reformasi pendidikan, sementara pendidik harus terbuka terhadap pendekatan baru dalam pengajaran dan penilaian. Selain itu, masyarakat juga perlu didorong untuk melihat pendidikan bukan hanya sebagai alat untuk mencapai prestasi akademis, tetapi sebagai sarana untuk mengembangkan individu yang holistik dan siap berkontribusi terhadap dunia. Kolaborasi yang erat antara pemerintah, pendidik, dan masyarakat akan menjadi kunci keberhasilan dalam mengimplementasikan transformasi pendidikan ini.

Lebih dari sekadar perubahan struktur pendidikan, penghapusan batasan jurusan di SMA adalah tentang mempersiapkan siswa untuk dunia masa depan yang lebih inklusif dan adil. Ini adalah tentang memberi mereka kesempatan untuk mengembangkan potensi penuh mereka tanpa terbatas oleh kotak-kotak disiplin ilmu yang kaku. 

Dengan memberikan mereka akses ke pendidikan yang lebih holistik dan integratif, kita memberi mereka alat untuk berkontribusi secara efektif dalam upaya global mencapai SDGs. Pada akhirnya, ini bukan hanya tentang reformasi pendidikan, tetapi tentang membentuk masa depan dunia yang lebih berkelanjutan dan berkeadilan.

Transformasi pendidikan menuju SDGs adalah langkah penting yang memerlukan keberanian, visi, dan kerja sama dari semua pihak yang terlibat. Namun, jika kita mampu melakukannya, hasilnya akan sangat bermanfaat bagi generasi mendatang. 

Dengan menghapus batasan IPA-IPS-Bahasa, kita dapat membuka jalan menuju pendidikan yang lebih inklusif dan relevan dengan kebutuhan dunia modern. Pendidikan yang mampu mengembangkan individu yang berpikir lintas disiplin, kreatif, dan adaptif, adalah pendidikan yang akan membawa kita lebih dekat pada pencapaian SDGs. Mari kita bersama-sama mendorong perubahan ini, demi masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang dan dunia yang lebih berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun