Mohon tunggu...
Dwi M
Dwi M Mohon Tunggu... Programmer - Trader, Expert Advisor coder, Blogger. Mantan Pramuka. Mantan Pecinta Alam.

Kunci utama untuk mengurangi kesalahan di masa datang, adalah dengan mempelajari sejarah di masa lalu!

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Pramuka, Jangan Menyusuri Sungai!

16 Oktober 2021   21:15 Diperbarui: 16 Oktober 2021   21:22 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: brexpeditions.com

Saya sungguh sedih dan terkejut membaca berita di Kompas mengenai meninggalnya 11 orang siswa-siswi SMP di sungai Cileueur, Ciamis, Jawa Barat. Berita serupa ini selalu ada saja setiap tahun. Selalu berulang. Dan penyebabnya selalu sama. Yaitu adanya sekelompok anak sekolah atau Pramuka mengadakan kegiatan penyusuran sungai. Lalu terjadi bencana di sungai dan beberapa anak mengalami celaka atau meninggal. 

Bayangkan kalau anda punya anak seusia SMP, dan tiba-tiba dikabari anak anda meninggal di sungai. Bayangan inilah yang memotivasi saya menulis kali ini. 

Saya sebagai orangtua yang punya anak SMP, mantan Pembina Pramuka, mantan Pandega Pramuka dan mantan anggota Pecinta Alam, harus bersuara keras kali ini. Pramuka, Jangan Menyusuri Sungai !. Hindari hilangnya nyawa karena aktivitas yang tidak dipersiapkan dengan baik.

Puluhan tahun beraktivitas di Pramuka, saya paham bagaimana proses latihan di Pramuka Penggalang. Sebetulnya pelatihan level Penggalang itu tidak cukup untuk melepas para Penggalang di acara penyusuran sungai. Dan harus diakui pula, banyak pembina kurang dibekali Pelatihan Alam Bebas, sehingga tidak mampu menjaga adik-adiknya dengan aman. Penggalang memang diajari tali-temali, diajari memasang tenda, diajari memasak di alam terbuka, diajari P3K. Tapi itu tidak sebanding dengan resiko aktivitas di sungai. 

Dulu ketika masih aktif sebagai Pandega, saya pernah bertanya kepada sekelompok adik-adik Penegak di sebuah SMA negeri. Ini penegak dengan tingkat Bantara dan Laksana, lho. Jadi mereka cukup senior di dunia Kepramukaan. Pertanyaan saya : "Kalau kalian tersesat di gunung, di dalam hutan, mana yang kalian pilih. Apakah kalian akan mencari selamat dengan cara mengikuti aliran sungai ?. Ataukah kalian memutuskan untuk melanjutkan naik ke puncak gunung melalui punggung gunung ?". 

Jawabannya mengejutkan. Sekitar 90 persen memilih untuk mengikuti aliran sungai. Saya katakan, ini jawaban SALAH !. Menurut statistik, lebih banyak orang yang tersesat dan mengikuti aliran sungai akan ditemukan meninggal. 

Di dalam gelapnya malam, menyusuri sungai untuk turun gunung adalah tindakan ceroboh. Kita tidak tahu kalau ada air terjun, ada lubang, ada jurang di sekitar sungai. 

Medan di sekitar sungai adalah berbahaya. Tindakan aman bila tersesat di gunung adalah justru mencari puncak gunung. Naiklah ke puncak lewat punggungan gunung. Dan biasanya team SAR akan mencari orang hilang sampai ke puncak. Jadi persentase keselamatan anda akan naik adalah bila anda memilih naik ke puncak.

Saat itu saya sempat berpikir. Kalau adik-adik Penegak yang memiliki epolet (tanda pangkat) Bantara dan Laksana di pundak saja akan celaka, bila dilepas di hutan dan sungai, bagaimana dengan tingkatan Penggalang ?. Tingkatan Penegak yang saya hadapi saat itu masih belum boleh melakukan aktivitas Sungai. Harus ada pengubahan model latihan Penegak supaya mereka siap. Sungai bukan medan yang aman, damai dan tenteram. Sungai itu adalah medan yang penuh resiko dan bahaya. 

Di jaman kuliah dulu, senior-senior saya mengajarkan bahwa aktivitas Cinta Alam yang paling berbahaya adalah aktivitas sungai, yaitu Arung Jeram. Malahan panjat tebing dengan tali-tali karmantel itu sangat aman dibanding Arung Jeram. Kalau kita jatuh dari perahu sewaktu Arung Jeram, maka kita hanya bisa pasrah berdoa. Karena arus sungai sangat deras, kita akan hanyut dengan kecepatan tinggi dan kepala kita bisa bocor kalau menabrak batu. Itulah alasan di Arung Jeram kita wajib memakai helm pelindung. Tapi di panjat tebing, kita dilindungi dengan tali-tali pengaman yang kuat. Kalau jatuhpun, tali akan melindungi kita tidak sampai meluncur jauh ke dasar.

Yang ingin saya jelaskan di atas adalah : aktivitas sungai itu jauh lebih berbahaya dibanding panjat tebing. Kalau sistem pelatihan Penggalang dan Penegak belum cukup, jangan membuat aktivitas sungai seperti penyusuran sungai.

Kepada adik-adik Penegak saya menunjukkan beberapa foto alam. Ada sungai jernih, ada daratan lebar di tepi sungai dengan batu-batu putih. Beberapa meter dari tepi sungai ada pohon-pohon rindang dan hutan kecil. Saya bertanya kepada Penegak, "Kalau malam tiba, dimana kalian akan berkemah dan tidur ?". Dan lagi-lagi, hampir 90 persen memilih berkemah di daratan berbatu-batu putih di tepi sungai. Sisanya ada yang memilih berkemah agak jauh dari sungai ke dalam hutan. Alasan yang memilih berkemah di tepi sungai adalah supaya mudah mengambil air minum.

Saya katakan bahwa yang memilih berkemah di tepi sungai, adalah salah. Dimana salahnya ? Resiko tinggal di tepian sungai itu sangat tinggi. Kita bisa diserang buaya dari arah sungai. Kalau di atas gunung sedang ada hujan lebat, kita bisa hanyut tersapu banjir bandang. Lalu ada bahaya dari dalam hutan, misalnya ada hewan celeng yang berlari untuk mencari minum di sungai. Kalau perkemahan kita tepat berada di jalur celeng itu setiap hari minum, maka kita akan celaka ditabrak celeng.

Lebih aman bila kita memasang kemah kita lebih ke arah hutan. Dan perhatikan dulu jejak sekitar, jangan sampai kita berkemah tepat di atas jalur hewan ke sungai untuk minum.

Dari pengalaman dengan para Penggalang dan Penegak ini, saya berpikir untuk mengubah ulang pelatihan mereka sebelum mempercayakan mereka beraktivitas di alam bebas. Saya harus membuat tulisan dan diktat panduan menjelaskan bagaimana teorinya beraktivitas di alam bebas, ini harus dijelaskan di dalam kelas selama beberapa hari. Berikutnya saya harus meluangkan waktu membawa beberapa kelompok kecil dari mereka untuk backpacker dan berjalan-jalan di alam, sambil menjelaskan secara langsung. Jadi sayanya sebagai pelatih dan pembina harus berada bersama mereka di alam bebas, tidak bisa dilepas.

Lewat semua pelatihan alam bebas ini, barulah Penegak siap untuk "jalan-jalan", berkemah, atau survival di hutan atau gunung yang banyak terdapat di Jawa Barat. Dan dari semua pelatihan ini, saya menekankan bahaya sekali medan dan area di sekitar sungai. Area sungai itu sangat tidak terduga. Jangan lama-lama di sungai, apalagi berkemah dan tidur di tepian sungai. Kita bisa mendadak hanyut karena ada air bah dari arah hulu. Resiko di tepian sungai itu sangat tinggi.

Dan hari ini saya membaca berita sedih itu di Kompas. Mengenai berpulangnya 11 siswa-siswi SMP di sungai. Mereka ini masih anak-anak kecil. Mereka tidak siap untuk aktivitas di sungai. Bolehkah saya memberi saran yang keras ? Pramuka, Jangan Menyusuri Sungai lagi. Hentikan aktivitas ini, agar nyawa generasi penerus bangsa tidak hilang lagi.

Siapkan diri dulu dengan pelatihan yang cukup apabila ingin melakukan aktivitas sungai. Lalu untuk tingkatan Penggalang, jangan pernah melepas mereka di alam bebas. Umur SMP itu sangat labil dan jahil, mereka bisa keluar prosedur dan tanpa disadari melakukan tindakan membahayakan nyawa. Ini saran saya sebagai mantan Pembina Penggalang yang sering menghabiskan waktu bersama anak seusia SMP.

Semoga saran saya ini dibaca oleh para Pembina dan pengurus Kwartir sebagai bahan evaluasi. Sayangi nyawa anak-anak kita. Hindari aktivitas penyusuran sungai untuk Pramuka. Kalaupun aktivitas serupa ini harus diadakan, lakukan di tingkatan Penegak. Jangan di tingkat Penggalang. Kepribadian Penggalang masih terlalu labil untuk aktivitas ini. Bisa untuk Penegak, tapi buatkan dulu pelatihan alam bebas yang cukup bagi Penegak, dan harus terus didampingi oleh Pembina-pembina. Penegak di tahap awalpun harus jalan bersama Pembinanya. Kwartir bisa membuat aturan dan juklak yang tegas soal ini.

Note : Penulis adalah mantan Pandega dari Racana Kalpavriksha UI, dan mantan anggota pecinta alam KAPA Fakultas Teknik UI dengan NR 607.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun